Labuan
Bajo disiapkan pemerintah sebagai destinasi super prioritas Indonesia. Semula
wilayah ini hanyalah sebuah desa, satu dari sembilan desa dan kelurahan yang
berada di ujung barat Pulau Flores, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai
Barat, Nusa Tenggara Timur.
Labuan
Bajo berarti tempat berlabuhnya orang Bajo atau dalam bahasa setempat disapa
sebagai Mbajo. Desa ini merupakan rumah bagi bermukimnya para pendatang asal
Suku Bajo, Sulawesi, yang merantau dan mencari ikan di sekitar perairan Flores.
Kehadiran
kadal raksasa bernama komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Komodo pertama kali
diberitakan dalam sebuah jurnal ilmiah pada tahun 1912 oleh Pieter Antonie
Ouwens, Direktur Museum Zoologi Bogor. Hal ini menjadi pembuka jalan bagi
Labuan Bajo sebagai pintu masuk para turis dan peneliti untuk melihat ora,
sebutan warga setempat bagi spesies purba yang masih hidup hingga hari ini.
Komodo
menjelma menjadi primadona pariwisata yang mengangkat pamor Labuan Bajo serta
pulau-pulau di sekitarnya ke seluruh dunia. Keputusan tepat Presiden Joko
Widodo pada 20 Januari 2020 dengan menetapkan Labuan Bajo sebagai satu di
antara lima destinasi super prioritas yang akan dikembangkan pemerintah hingga
lima tahun mendatang.
Empat
destinasi lainnya adalah Kawasan Borobudur di Magelang Jawa Tengah, Danau Toba
di Samosir Sumatra Utara, Mandalika di Lombok Nusa Tenggara Timur, dan Likupang
di Minahasa Utara Sulawesi Utara. Labuan Bajo juga diusulkan menjadi kandidat
tuan rumah pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi Forum Ekonomi Negara-Negara
Asia Pasifik (APEC) dan G-20, pada 2023 dan 2024.
Pemerintah
terus melakukan pembangunan infrastruktur terkait akses menuju Labuan Bajo.
Salah satunya Bandar Udara Internasional Komodo yang mampu menampung hingga
empat juta penumpang per tahun. Bandara yang terletak di Kota Labuan Bajo ini
memiliki landasan pacu sepanjang 2.750 meter, dan dapat didarati pesawat badan
lebar sekelas Airbus A300. Bandara ini dioperasikan oleh konsorsium Changi Airport
International Pte Lte yang mengelola Bandara Changi, salah satu airport terbaik
di dunia.
Baru
dioperasikan untuk rute internasional pada Juni 2020, bandara modern di Labuan
Bajo ini akan melayani penerbangan dari sejumlah kota di Asia, Timur Tengah,
Australia, serta kawasan Pasifik. Dari Jakarta, perjalanan ke Labuan Bajo dapat
ditempuh dalam waktu 2,5 jam penerbangan.
Infrastruktur
akses lainnya adalah Pelabuhan Labuan Bajo yang dikembangkan menjadi Marina
Labuan Bajo. Pelabuhan ini dikhususkan bagi kapal-kapal wisata untuk mengangkut
para turis berkeliling ke gugusan pulau cantik di sekitaran Labuan Bajo.
Kini,
kapal wisata yang beroperasi di kawasan tersebut sudah mencapai 500 unit,
umumnya didominasi oleh phinisi dengan kapasitas angkut maksimal 30 orang. Ada
pula jenis speed boat dengan kapasitas tak lebih dari 10 penumpang.
Mengunjungi
Labuan Bajo, destinasi andalan bukan hanya Pulau Komodo. Gugusan pulau dengan
pantai cantik nan berair jernih, di sekitaran Labuan Bajo, sangat sayang jika
dilewatkan. Bahkan pesona pemandangan matahari terbenam atau sunset dengan
semburat warna yang sulit dilupakan.
Itulah
sebabnya, biro perjalanan kerap menawarkan paket wisata mengelilingi gugus
Pulau Labuan Bajo yang cantik dan berpemandangan indah dalam bentuk one day
tour.
Pelesir
menggunakan kapal-kapal itu bisa dinikmati dengan membayar paket mulai dari
Rp250.000 per orang untuk berkeliling ke gugusan pulau seharian penuh atau
menginap tiga malam di atas kapal.
Sekadar
saran, jika berkunjung ke Labuan Bajo pilihan pertama bisa dijatuhkan pada
Pulau Padar. Pulau dengan perbukitan yang dikelilingi laut biru yang sangat
eksotik. Merupakan tempat yang pas untuk menikmati matahari terbit.
Hal
ini tentunya bukan tanpa sebab. Perpaduan indahnya pemandangan perbukitan,
gradasi air laut, serta suara deburan ombak, dan cahaya lembut matahari membuat
siapa saja yang melihat akan terpana. Kita bisa mencapai puncak bukit
menggunakan tangga. Jangan lewatkan pesona keindahan bawah lautnya dengan
snorkeling atau diving.
Kawasan
lainnya di sekitaran Labuan Bajo yang tak boleh luput dikunjungi adalah Manta
Point, tempat paling tepat untuk melihat ikan pari manta, jenis pari terbesar
di muka bumi. Tempat ini terletak di perairan Pulau Gusung.
Jika
ingin melihat pari manta lebih jelas, pastikan datang saat pagi atau siang
hari. Pasalnya, arus lebih tenang dan pari manta juga biasanya lebih dekat ke
permukaan air. Dengan begitu wisatawan bisa mengabadikan momentum foto bersama
ikan cantik tersebut, dengan turun dari sekoci.
Kawasan
lain yang tak kalah menarik adalah Pantai Pink di Taman Nasional Pulau Komodo. Warna
pink pada pantai ini berasal dari pecahan kerang dan hewan mikroskopis. Warna
merah muda yang begitu indah jika ditimpa sinar mentari tak hanya terlihat dari
atas permukaan air, melainkan menyebar hingga ke bawah permukaan air.
Selain
pasirnya, keindahan alam bawah laut Pantai Pink juga tidak perlu diragukan.
Kecantikan terumbu karang dan aneka rupa ikan hias bawah lautnya sangat
memukau. Jika tidak suka snorkeling, kita bisa sekadar berjemur di pinggir
pantai dan menikmati keindahan sekelilingnya. Jangan lewatkan juga trekking ke
salah satu bukitnya untuk berfoto dari ketinggian.
Masih
ada lagi pulau lain yang tak boleh dilewatkan. Pulau itu adalah Pulau Kanawa yang
terkenal dengan kehidupan bawah laut yang sangat mempesona. Pertama kali
menginjakkan kaki di Pulau Kanawa, kita akan disambut hamparan pasir putih dan
air laut biru yang sangat jernih. Saking jernihnya, kita bisa melihat berbagai
jenis hewan laut dan terumbu karang yang indah tanpa harus menyelam. Pulau
Kanawa sangat cocok untuk menikmati keindahan bawah laut atau sekadar
bersantai, berjemur, dan berenang di pantai.
Desa
Budaya Wae Rebo. Tak
hanya keindahan alam, Labuan Bajo juga tawarkan keindahan budaya, Desa Wae Rebo
namanya. Berada pada 1.200 meter di atas permukaan laut, desa sejuk ini
menawarkan wisata budaya nan unik.
Di
desa mungil itu hanya ada tujuh rumah berbentuk kerucut yang disebut Mbaru
Niang. Terdiri dari lima lantai, beratap daun lontar ditutupi ijuk. Setiap
Mbaru Niang hanya boleh diisi enam hingga delapan keluarga.
Masyarakat
Wae Rebo berasal dari Suku Minangkabau, Sumatra Barat. Merantau jauh hingga ke
Flores dan menemukan lokasi ini. Mereka kemudian membangunnya sebagai tempat tinggal.
Setiap November, Wae Rebo merayakan upacara adat Penti sebagai bentuk syukur
akan hasil panen. Singgah ke Wae Rebo,
kita akan disuguhi warga jamuan kopi flores yang mendunia.
Dengan
beragam obyek wisata yang ditawarkan Labuan Bajo, wajar saja jika setiap
tahunnya jumlah wisatawan yang melancong terus meningkat. Mengutip data Dinas
Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, pada 2016 terdapat 54.335 turis asing dan
29.377 lainnya adalah turis nusantara yang masuk ke Labuan Bajo.
Angka
itu naik setahun kemudian ketika sebanyak 66.601 turis asing dan 43.556 turis
Nusantara memadati Labuan Bajo. Terjadi kenaikan masing-masing 18,42 persen dan
32,55 persen bagi kunjungan turis asing dan turis nusantara. Kenaikan kembali
dirasakan pada 2018 ketika terdapat 91.712 turis asing dan 69.899 turis
Nusantara yang berlibur ke Labuan Bajo.
Kemudian
hingga Desember 2019, tercatat ada 102.619 turis asing dan 79.690 turis
Nusantara yang berwisata ke Labuan Bajo. Turis asal Eropa seperti Prancis,
Jerman, dan Inggris serta Australia menjadi mayoritas pelancong asing yang
memadati Labuan Bajo setiap tahunnya.
Melimpahnya
kunjungan wisatawan ini pun berdampak kepada pos Penerimaan Asli Daerah (PAD).
Pada 2019 tercatat menyumbang Rp30 miliar bagi kas Kabupaten Manggarai Barat.
Kenaikan yang signifikan dibandingkan setahun sebelumnya menyumbang Rp16
miliar.
Baca selengkapnya di https://indonesia.go.id/ragam/pariwisata/ekonomi/tak-hanya-komodo-di-labuan-bajo
Pengirim
Edo Sulistiyo
Label: Wisata
No comments:
Post a Comment