Sehubungan dengan
fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya
berbagai upaya pada diri guru. Upaya guru ini akan senantiasa menggambarkan
pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi dengan siswa dan
sesama guru.
Menurut Soelaeman
berpendapat bahwa upaya adalah dapat tampil sebagai suatu pola tingkah laku
yang (dianggap) harus dilakukan seseorang untuk memantapkan kedudukannya.[1]
Para ahli telah
banyak mengemukakan tentang pengertian guru ditinjau dari berbagai disiplin
ilmu. Guru dalam arti luas adalah seorang pegawai negeri sipil dalam lingkungan
departemen pendidikan dan kebudayaan.
|
Keberadaan guru bagi
suatu bangsa amatlah penting, apabila suatu bangsa yang sedang berkembang atau
membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah
pesatnya perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala
perubahan dan pergeseran nila yang cenderung memberi nuansa kepada kehdupan
yang memuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk dapat mengadaptasikan
diri.
Di bawah ini penulis
mengemukakan beberapa pendapat ahli pendidikan dalam mengertikan guru.
Guru adalah semua
orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan muid-murid, baik
secara individu ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.[3]
Guru adalah salah
satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam
usaha pembentujan sumber daya manusia yang potensi di bidang pembangunan. Dalam
arti khusus bahwa setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa
para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.[4]
Sedangkan menurut
Zakiah Daradjat guru adalah pendidik professional, menerima dan memikul
sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Akan
tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengangung arti “pengajar”, melainkan
juga “pendidik”, baik di dalam maupun di luar sekolah. Ia harus menjadi
penyuluh masyarakat.[5]
Jadi kesimpulan dari
beberapa pengertian guru di atas bahwa, guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik dengan wewenang dan tanggung jawab terhadap
pendidikan murid baik individu maupun kelompok berdasarkan jabatan yang bukan
hanya di depan kelas atau sekolah tetapi juga di luar sekolah.
Dari pengertian upaya
dan guru dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses belaja mengajar guru tidak
terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu, guru
bertanggung jawab secara keseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Guru harus
mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang
siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan
menciptakan tujuan.
Guru yang dimaksud
dalam skripsi ini adalah guru agama Islam, yang mengarah kepada pembinaan
mental rohani anak didik, supaya mereka mampu mengamalkan ajaran agama Islam
secara benar.
B.
Pendidikan
Agama Islam
1. Pengertian
pendidikan agama Islam
Pendidikan berasal
dari kata ‘didik’, lalu kata ini mendapat awalan ‘me’ sehingga menjadi
‘mendidik’, artinya memelihara dan memberikan latihan. Pengertian pendidikan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan.[6]
Secara terminologis,
pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulanya dengan anak-anak
untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.[7]
Dari beberapa
definisi pendidikan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar membina pertumbuhan dan perkembangan anak agar
mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan meliki kepribadian yang sesuai
dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.
Di dalam masyarakat
Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai
konsep pendidikan, yaitu : ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Ketiga kata tersebut
akan penulis jabarkan sebagai berikut :
a)
Ta’lim
( تعليم ), sesuai dengan
firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi :
وَعَلَّمَ
آدَمَ اْلاَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى اْلمَلاَئِكَةِ فَقَالَ
اَنْبِئُوْنِيْ بِاَسْمَآءِ هؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ {البقرة : 31}
Artinya
: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : “sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”.
(Al-Baqarah : 31).[8]
b)
Tarbiyah
( تربية ), sesuai dengan
firman Allah dalam QS. Al-Isra’ ayat 24 yang berbunyi :
... رَبِّ
ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَينِيْ صَغِيْرًا {الاسراء : 24}
Artinya
: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik ak waktu kecil. (Al-Israa’ : 24).[9]
c)
Ta’dib
( تأديب ), sesuai dengan
hadits Rasulullah SAW yaitu :
َلأَنْ يُؤَدِّبَ
الرَّجُلُ وَلَدَهُ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ {رواه الترميذ}
Artinya : Pendidikan seorang laki-laki
(ayah) kepada anaknya lebih baik dari pada bersedekah dengan satu sho (HR.
Tarmizi)[10]
Walaupun ketiga kata
tersebut bisa digunakan dalam bahasa Arab yang menunjukkan pengertian
pendidikan, namun kata ta’lim yang berarti pelajaran lebih sempit dari pada
pendidikan, dengan kata lain ta’lim hanya sebagaian dari pendidikan. Sedangkan
kata tarbiyah yang lebih luas digunakan di negara-negara yang berbahasa Arab
sekarang.
Kata “agama” dalam
pendidikan agama di maksudkan adalah agama Islam, dengan demikian secara
etimologi, pendidikan agama itu dapat diartikan sebagai kegiatan memberikan
ajaran atau latihan mengenai akhlak dan kecerdasan yang berlandasan pada ajaran
Islam. Sedangkan kata “Islam” dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna
pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang
Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Pendidikan agama
Islam ialah uraian secara sistematis dan ilmiah tentang bimbingan atau tuntunan
pendidikan kepada anak didik dalam perkembangannya agar tumbuh secara wajar
berpribadi muslim, sebagai anggota masyarakat yang hidup selaras dan seimbang
dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat.[11]
Sedangkan menurut
Ahmad Tafsir pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang
kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam,
atau dengan kata lain Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar
ia menjadi muslim semaksimal mungkin.[12]
Zakiah darajat
mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan dan aturan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghaayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang telah di yakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya
demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat.[13]
Pendidikan agama
Islam menurut M. Arifin adalah orang
dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan
serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam
kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[14]
Dari beberapa
pengertian pendidikan agama Islam di atas, menunjukkan hakikat yang sama yaitu
usaha sadar untuk membimbing, mengajar dan mengasuh anak didik dalam
pertumbuhan jasmani dan rahani untuk mencapai tingkat kedewasaan sesuai dengan
ajaran Islam dan pada akhirnya dapat mengamalkannya, serta menjadikan ajaran
agama Islam sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan
dan kebahagian di dunia dan di akhirat. Atau dengan kata lain pendidikan agama
Islam adalah bimbngan yang dilakukan oleh seorang dewasa dalam masa pertumbuhan
ajgar ia memiliki kepribadian muslim ke arah titik maksimal pertumbuhan dan
perkembangannya.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Suatu usaha atau
kegiatan yang tidak mempunyai tujuan, tidak akan mempunyai arti apa-apa, dan
pada umumnya suatu usaha akan dikatakaaan berhasil atau berakhir apabila tujuan
akhir dari suatu usaha atau kegiatan telah tercapai. Tujuan adalah batas akhir
yang di cita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk di capai melalui
usaha.
M. Arifin
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah menanamkan taqwa dan
akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang
berpribadian dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.[15]
Ahmad D. Marimba,
sebagaimana dikutip oleh Nur Uhbiyati mengemukakan dua macam tujuan yaitu :
a)
Tujuan
sementara, artinya sasaran sementara yang harus di capai oleh umat Islam yang
melaksanakan pendidikan agama Islam. Tujuan sementara di sini yaitu tercapainya
berbagai kemampuan, seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis
dan lain-lain.
b)
Tujuan
akhir pendidikan agama Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim yang seluruh
aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam baik tingkah laku,
kegiatan jiwanya maupun filsafat hidupnya dan menunjukkan pengabdian kepada
Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya.[16]
Tujuan pendidikan
agama Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan idealis islami,
sedangkan idealias islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai
prilaku manusia yang dicari atau di jiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah
sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati.
Adapun
Zakiah Daradjat mengemukakan beberapa macam tujuan pendidikan agama Islam
sebagai berikut :
a)
Tujuan
umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik
dengan cara pengajaran atau cara lain. Tujuan umum pendidikan agama Islam harus
dikaitkan pula dengan tujuan nasional negara tempat pendidikan agama Islam itu
dilaksanakan dan harus dikaitkan dengan tujuan institusional lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan itu.
b)
Tujuan
akhir adalah untuk membentuk insani kamil dengan pola taqwa dapat menjalani
perubahan naik turun, bertambah, berkurang dalam perjalan hidup seseorang.
c)
Tujuan
sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
d)
Tujuan
operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan
pendidikan tertentu merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam
unit-unit kegiatan pengajaran.[17]
Dalam tujuan pendidikan agama Islam
tidak hanya mengarah perhatian pada segi keagamaan atau keduniaan saja, akan
tetapi pada keduanya sekaligus dan ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan
sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi kehidupan, sebagaimana firman Allah
dalam QS. Al-Baqarah : 201 sebagai berikut :
رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً {البقرة : 201}
Artinya
: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. (Al-Baqarah
: 201).[18]
Tujuan akhir
pendidikan Islam dengan pola taqwa sesuai dengan firman Allah dalam QS.
Ali-Imran : 102, sebagai berikut :
اِتَّقُوْا اللهَ
حَقَّ تُقتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ {ال عمران : 102}
Artinya
: Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali-Imran :
102).[19]
Dengan demikian maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Agama Islam adalah menanamkan
nilai-nilai yang Islami kedalam pribadi seseorang serta mengembangkan agar
sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan menjadi seseorang yang bertaqwa sehingga
tercapai pribadi muslim yang kelak akan mampu memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
3. Ruang
lingkup pendidikan agama Islam
Ruang lingkup
pendidikan agama Islam mencakup kegiatan-kegiatan kependidikan yang dilakukan
secara konsisten dan berkesinambbungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia
yang meliputi :
a)
Lapangan
hidup beragama
b)
Lapangan
hidup berkewarga
c)
Lapangan
hidup ekonomi
d)
Lapangan
hidup kemasyarakatan
e)
Lapangan
hidup politik
f)
Lapangan
hidup seni dan budaya
g)
Lapangan
hidup ilmu pengetahuan.[20]
Adapun ruang lingkup
bahan pelajaran pendidikan agama Islam meliputi tujuh unsur pokok, yaitu :
keimanan, ibadah, Al-Qur’an, akhlak, muamalah, syariah dan tarikh. Dalam
membahas ruang lingkup pendidikan agama Islam yang sangat luas, maka
pengajarannya tergantung kepada jenia lembaga pendidikan yang bersangkutan,
tingkatan kelas, tujuan dan tingkat kemampuan anak didik sebagai konsumennya.
Pada tingkat SD
penekanan diberikan kepada empat unsur pokok yaitu keimanan, ibadah, Al-Qur’an
dan akhlak. Sedangkan pada SLTP dan SMU di samping keempat unsur pokok tersebut
di atas maka unsur muamalah dan syari’ah semakin dikembangkan. Unsur pokok
tarikh diberikan secara seimbang pada setiap satuan pendidikan.
4.
Faktor-faktor
pendidikan agama Islam
Pendidikan Islam
sebagai ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena di dalamnya
banyak segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung maupun tak
langsung. Adapun segi-segi atau pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan
Islam sekaligus menjagi ruang lingkup pendidikan Islam ialah :
a)
Perbuatan
mendidik itu sendiri
Maksudnya ialah
seluruh kegiatan-kegiatan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik
sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didik. Jadi para pendidik ini membimbing
dan memberikan pertolongan kepada anak didik agar tercapai kepada tujuan
pendidikan Islam dan terarah.
b)
Anak
didik
Anak didik adalah
orang yang sedang menuntut ilmu dan merupakan obyek didik, yang juga harus
diperlakukan sebagai subyek didik melalui berbagai kesempatan yang tepat. Oleh
karena itu peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan
pendidikan, sehingga mereka dapat berkembang sesuai fitrahnya dan dapat
bertindak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
c)
Dasar
dan tujuan pendidikan Islam
Yaitu suatu landasan
yang menjadi dasar serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam dilakukan
artinya pelaksanaan pendidikan Islam harus bersumber dari dasar tersebut.
Secara singkat, tujuan pendidikan islam yaitu ingin membentuk anak didik
menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah mempunyai kepribadian muslim
serta memiliki akhlak yang baik.
d)
Pendidik
Pendidik adalah orang
yang bertanggung jawab dalam pemberian ilmu pengetahuan. Pendidik harus mampu
mengarahkan anak didiknya pada hal-hal yang positif. Ia juga bukan hanya
mentransfer pengetahuan yang diperlukan anak didik saja, tetapi juga
menstranformasikan nilai-nilai Islami ke dalam pribadinya.
e)
Materi
pendidikan Islam
Yaitu bahan-bahan
atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian
rupa, untuk disampaikan kepada anak didik, materi yang disampaikan harus jelas
dan singkat. Apabila terdapat suatu kesalahan dalam penyampaian materi, maka
anak didik akan merasa kesulitan untuk menerima dan memahami materi tersebut.
f)
Metode
pendidikan Islam
Yaitu suatu cara yang
paling tepat yang dapat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau
materi pendidikan Islam kepada anak didik. Metode ini menjelaskan bagaimana
mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan Islam, agar materi tersebut
dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.
g)
Evaluasi
pendidikan
Yaitu isinya
bagaimana caranya mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar
anak didik. Tujuan pendidikan Islam pada umunya tidak dapat dicapai sekaligus,
melainkan melalui proses pendidikan tahapan tertentu. Apabila tujuan ini telah
tercapai maka pelaksanaan pendidikan sudah dapat dilanjutlan pada tahap
berikutnya dan dapat berakhir dengan terbentuknya kepribadian muslim.
h)
Alat-alat
pendidikan Islam
Alat pendidik
merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam mencapai tujuan pendidikan.
Dengan demikian, dalam konteks pendidikan Islam, alat pendidikan berarti segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Alat
pendidikan Islam ini mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk di
dalamnya metode pendidikan. Istilah lain dari alat pendidikan yang dikenal
hingga saat ini adalah media pendidikan baik audio visual aids (AID), alat
peraga, sarana atau prasarana pendidikan dan sebagainya, yang dapat membantu
proses pencapaian tujuan pendidikan
i)
Lingkungan
sekitar pendidikan Islam
Yaitu keadaan-keadaan
yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam, baik dan
buruj lingkungan kita akan berpengaruh kepada hasil pendidikan yang akan kita
laksanakan, terkadang dari lingkungan sekitar itulah kita bisa menentukan hasil
belajar kita.
C.
Pembentukan
Budi Pekerti Yang Luhur
1.
Pengertian
pembentukan budi pekerti yang luhur
Budi pekerti atau akhlak atau moral
sering kali kita dengar. Kita sering menyebutkan ada akhlak yang baik dan
buruk.[21]
Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya
lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran,
pertimbangan atau penelitian. Jika keadaan hal tersebut melahirkan perbuatan
yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan syara (hukum Islam) disebut
akhlak yang baik, sedangkan jika perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan
akhlak yang buruk.[22]
Kata akhlak merupakan bentuk jamak
dari kata al-khulq, yang secara etimologis berarti (1) tabiat,budi pekerti, (2)
kebiasaan atau adat, (3) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, (4) agama dan,
(5) kemarahan (al-gadab).[23]
Budi pekerti atau
akhlak bukanlah seperti barang mewah yang kurang diperlukan. Ia adalah tiang
kehidupan yang diridhai oleh agama, dan yang membuat pelakunya dihormati orang.
Budi pekerti manusia semata-mata bukanlah teori yang muluk-muluk,tetapi budi
pekerti sebagai tindak- tanduk manusia yang tidak dibuat-buat dan itu adalah
gambaran dari sifatnya yang tertanam dalam jiwa, jahat atau baiknya.
Manusia diberikan petujuk oleh Allah
SWT. untuk berbudi pekerti luhur bagi kemaslahatan hidup didunia dan akhirat.
Budi pekerti yang luhur adalah akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak
yang bersifat Islami. Menurut Abudin Nata, Akhlak Islami adalah perbuatan yang
dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang
didasrkan pada ajaran Islam.[24]
Dengan budi pekerti
yang luhur, manusia pasti akan mencapai martabat yang tinggi dan kedudukan
mulia di akhirat, sekalipun ibadahnya lemah : sebaliknya, dngan perangai yang
buruk, orang akan menempati kedudukan paling bawah dineraka jahannam.
Dari uraian diatas, dapat
dikatakan bahwa akhlak atau budi pekerti merupakan hasil usaha dalam mendidik
dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap potesi rohaniah yang terdapat dalam
diri manusia. Dan pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha
sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana
pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan konsisten.
2.
Bentuk-bentuk
budi pekerti yang luhur
Bentuk-bentuk akhlak yang mulia dan
terpuji menurut ajaran Islam, antara lain ialah : (1) berani dalam segala hal
yang positif, baik menyatakan dan membela kebenaran serta dalam menghadapi
tantangan dan ancaman, (2) adil dalam memutuskan sesuatu tanpa membedakan
kedudukan, status sosial ekonomi, maupun hubungan kekerabatan, (3) bijaksana
dalam menghadapi dan memutuskan sesuatu, (4) amanah (dapat dipercaya), (5)
pemaaf, (6) lapang hati dan tidak membalas dendam, (7) selalu optimis
menghadapi kehidupan dan penuh harap kepada Allah SWT dan lain-lain.[25]
3.
Prinsip-prinsip budi pekerti
Budi pekerti yang rendah pertanda Iman
yang lemah. Iman adalah satu kekuatan
yang sanggup menjaga manusia dari perbuatan-perbuatan rendah dan nista. Juga
merupakan kekuatan yang mendorong manusia kearah perbuatan mulia dan terpuji. [26]
Menurut Omar
Mohamammad Al-toumy Al-Syaibany, dalam bukunya filsafat pendidikan Islam,
mengemukakan enam prinsip budi pekerti, yaitu:
a)
Percaya
bahwa akhlak itu termasuk diantara makna yang terpenting dalam hidup ini.
b)
Percaya
bahwa akhlak itu adalah kebiasan atau sikap yang mendalam dalam jiwa dari mana
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang.
c)
Percaya
bahwa akhlak Islam yang mendengar Syari’at Islam yang kekal yang ditunjukan
oleh teks-teks agama Islam, dan ajaran-ajarannya begitu juga Ijtihad-ijtihad
dan amalan-amalan ulama yang saleh dan pengikut-pengikutnya yang baik itu
adalah akhlak kemanusiaan yang mulia.
d)
Percaya
bahwa tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan kebahagiaan dua
kampung ( dunia akhirat), kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan
kebahagiaan, kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat.
e)
Percaya
bahwa agama Islam adalah sumber terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan akhlak
ini, dalam membentuknya dan memberinya corak keislaman yang membedakannya dari
yang lain.
f)
Percaya
bahwa teori akhlak tidak akan sempurna kecuali jika didalamnya dientukan lima
segi pokok : hati nurani akhlak (moral concience), paksaan akhlak (moral
abligatiaon), hokum akhlak (moral judgement), tanggung jawab akhlak (moral
responbility), dan ganjaran akhlak (moral rewards).[27]
4.
Manfaat
budi pekerti yang luhur
Telah jelas, bahwa orang yang beriman
dan beramal saleh (berbudi pekerti luhur) akan mendapatkan kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat dan itu pasti terjadi. Dan jika orang masih meragukan ketetapan
ini, menunjukan bahwa imannya masih perlu diperkuat.
Selain itu dalam
hadits juga banyak dijumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan dari
akhlak. Keberuntungan tersebut diantaranya adalah :
a)
Memperkuat
dan menyempurnakan agama
b)
Mempermudah
perhitungan amal akhirat
c)
Menghilangkan
kesulitan
d)
selamat
Hidup di dunia dan akhirat.[28]
Uraian ini baru
menjelaskan sebagian kecil dari manfaat atau keberuntungan yang dihasilkan
sebagai akibat dari akhlak luhur yang dikerjakan. Dan tentunya masih banyak
lagi keberuntungan dari budi pekerti luhur yang tidak bisa diuraikan disini.
Tetapi dengan uraian tersebut diatas, sudah mampu membantu menusia dalam
menggambarkan manfaat budi pekerti.
Dengan demikian,
dengan berakhlak tinggi manusia akan mempunyai banyak keberuntungan dan
hidupnya akan selamat di dunia dan di akhirat. Hidupnya akan lebih sempurna dan
lebih dicintai oleh Allah dan Rasul-nya.
[1]
Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga, (Bandung: Alvabeta, 1994),
h. 29
[2] M.
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 27
[3]
Syaiful Bakri Djamarah, Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h. 33
[4]
Sardiman A.M., Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003), h. 125
[5] Zakiah
Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h.
39-40
[6]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 10
[7]
Ngalim Purwanto, Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1998), h. 10
[8]
Depag. RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra,
1989), h. 14
[9] Ibid.,
h. 428
[10]
Abdullah Nashir Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta :
Pustaka Amani, 1999), h. 277
[11] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam,
(Bandung : Pustaka Setia, 1998), h. 12
[12]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2001), h. 27
[13]
Zakiah Daradjat, Op.Cit., h. 86
[14]
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,
1994), h. 32
[15] Ibid.,
h. 41
[16]
Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 30-31
[17]
Zakiah Daradjat, Op. Cit., h. 30-32
[18]
Depag. RI., Op. Cit., h. 49
[19] Ibid.,
h. 92
[20]
H. M. Arifin, Op. Cit., h. 17
[21]
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos,
1999), h. 135
[22]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (ABA-FAR),
(Jakarta: Ichtiar Baru Van Voeve, 1997), h. 63
[23] Ibid.,
hal. 65
[24]
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), h. 145
[25]
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op. Cit., h. 103
[26] Muhammad
Al-Ghazaly, Akhlak seorang Muslim, (Bandung Al-Ma’arif, 1995), h.
16
[27]
Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 312-363
[28]
Abudin Nata, Op. Cit., h. 172-174
No comments:
Post a Comment