Breaking

Sunday, November 24, 2024

Upaya Guru Membentuk Karakter Bangsa (Budi Pekerti Yang Luhur)


 A.  Pengertian Upaya Guru
Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai upaya pada diri guru. Upaya guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi dengan siswa dan sesama guru.

Menurut Soelaeman berpendapat bahwa upaya adalah dapat tampil sebagai suatu pola tingkah laku yang (dianggap) harus dilakukan seseorang untuk memantapkan kedudukannya.[1]
Para ahli telah banyak mengemukakan tentang pengertian guru ditinjau dari berbagai disiplin ilmu. Guru dalam arti luas adalah seorang pegawai negeri sipil dalam lingkungan departemen pendidikan dan kebudayaan.

12
 
Sedangkan pengertian guru merupakan profesi atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus, jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang kependidikan. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.[2]
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apabila suatu bangsa yang sedang berkembang atau membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah pesatnya perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan dan pergeseran nila yang cenderung memberi nuansa kepada kehdupan yang memuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk dapat mengadaptasikan diri.
Di bawah ini penulis mengemukakan beberapa pendapat ahli pendidikan dalam mengertikan guru.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan muid-murid, baik secara individu ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.[3]
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentujan sumber daya manusia yang potensi di bidang pembangunan. Dalam arti khusus bahwa setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.[4]
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat guru adalah pendidik professional, menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengangung arti “pengajar”, melainkan juga “pendidik”, baik di dalam maupun di luar sekolah. Ia harus menjadi penyuluh masyarakat.[5]
Jadi kesimpulan dari beberapa pengertian guru di atas bahwa, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dengan wewenang dan tanggung jawab terhadap pendidikan murid baik individu maupun kelompok berdasarkan jabatan yang bukan hanya di depan kelas atau sekolah tetapi juga di luar sekolah.
Dari pengertian upaya dan guru dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses belaja mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu, guru bertanggung jawab secara keseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Guru harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan.
Guru yang dimaksud dalam skripsi ini adalah guru agama Islam, yang mengarah kepada pembinaan mental rohani anak didik, supaya mereka mampu mengamalkan ajaran agama Islam secara benar. 

B.  Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian pendidikan agama Islam
Pendidikan berasal dari kata ‘didik’, lalu kata ini mendapat awalan ‘me’ sehingga menjadi ‘mendidik’, artinya memelihara dan memberikan latihan. Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.[6]
Secara terminologis, pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulanya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.[7]
Dari beberapa definisi pendidikan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar membina pertumbuhan dan perkembangan anak agar mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan meliki kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.
Di dalam masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai konsep pendidikan, yaitu : ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Ketiga kata tersebut akan penulis jabarkan sebagai berikut :


a)   Ta’lim ( تعليم ), sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi :
وَعَلَّمَ آدَمَ اْلاَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى اْلمَلاَئِكَةِ فَقَالَ اَنْبِئُوْنِيْ بِاَسْمَآءِ هؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ {البقرة : 31}

Artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : “sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”. (Al-Baqarah : 31).[8]

b)   Tarbiyah ( تربية ), sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Isra’ ayat 24 yang berbunyi :

... رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَينِيْ صَغِيْرًا {الاسراء : 24}


Artinya : Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik ak waktu kecil. (Al-Israa’ : 24).[9]

c)   Ta’dib ( تأديب ), sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yaitu :
َلأَنْ يُؤَدِّبَ الرَّجُلُ وَلَدَهُ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ {رواه الترميذ}

Artinya : Pendidikan seorang laki-laki (ayah) kepada anaknya lebih baik dari pada bersedekah dengan satu sho (HR. Tarmizi)[10]
Walaupun ketiga kata tersebut bisa digunakan dalam bahasa Arab yang menunjukkan pengertian pendidikan, namun kata ta’lim yang berarti pelajaran lebih sempit dari pada pendidikan, dengan kata lain ta’lim hanya sebagaian dari pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah yang lebih luas digunakan di negara-negara yang berbahasa Arab sekarang.
Kata “agama” dalam pendidikan agama di maksudkan adalah agama Islam, dengan demikian secara etimologi, pendidikan agama itu dapat diartikan sebagai kegiatan memberikan ajaran atau latihan mengenai akhlak dan kecerdasan yang berlandasan pada ajaran Islam. Sedangkan kata “Islam” dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Pendidikan agama Islam ialah uraian secara sistematis dan ilmiah tentang bimbingan atau tuntunan pendidikan kepada anak didik dalam perkembangannya agar tumbuh secara wajar berpribadi muslim, sebagai anggota masyarakat yang hidup selaras dan seimbang dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat.[11]
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam, atau dengan kata lain Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin.[12]
Zakiah darajat mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan dan aturan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghaayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang telah di yakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat.[13]
Pendidikan agama Islam menurut M. Arifin  adalah orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[14]
Dari beberapa pengertian pendidikan agama Islam di atas, menunjukkan hakikat yang sama yaitu usaha sadar untuk membimbing, mengajar dan mengasuh anak didik dalam pertumbuhan jasmani dan rahani untuk mencapai tingkat kedewasaan sesuai dengan ajaran Islam dan pada akhirnya dapat mengamalkannya, serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dan kebahagian di dunia dan di akhirat. Atau dengan kata lain pendidikan agama Islam adalah bimbngan yang dilakukan oleh seorang dewasa dalam masa pertumbuhan ajgar ia memiliki kepribadian muslim ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Suatu usaha atau kegiatan yang tidak mempunyai tujuan, tidak akan mempunyai arti apa-apa, dan pada umumnya suatu usaha akan dikatakaaan berhasil atau berakhir apabila tujuan akhir dari suatu usaha atau kegiatan telah tercapai. Tujuan adalah batas akhir yang di cita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk di capai melalui usaha.
M. Arifin mengemukakan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadian dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.[15]
Ahmad D. Marimba, sebagaimana dikutip oleh Nur Uhbiyati mengemukakan dua macam tujuan yaitu :
a)   Tujuan sementara, artinya sasaran sementara yang harus di capai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan agama Islam. Tujuan sementara di sini yaitu tercapainya berbagai kemampuan, seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis dan lain-lain.
b)   Tujuan akhir pendidikan agama Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam baik tingkah laku, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidupnya dan menunjukkan pengabdian kepada Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya.[16]

Tujuan pendidikan agama Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan idealis islami, sedangkan idealias islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai prilaku manusia yang dicari atau di jiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati.
Adapun Zakiah Daradjat mengemukakan beberapa macam tujuan pendidikan agama Islam sebagai berikut :
a)   Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan cara pengajaran atau cara lain. Tujuan umum pendidikan agama Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan nasional negara tempat pendidikan agama Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu.
b)   Tujuan akhir adalah untuk membentuk insani kamil dengan pola taqwa dapat menjalani perubahan naik turun, bertambah, berkurang dalam perjalan hidup seseorang.
c)   Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
d)   Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit-unit kegiatan pengajaran.[17]

Dalam tujuan pendidikan agama Islam tidak hanya mengarah perhatian pada segi keagamaan atau keduniaan saja, akan tetapi pada keduanya sekaligus dan ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi kehidupan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah : 201 sebagai berikut :

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً {البقرة : 201}


Artinya : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. (Al-Baqarah : 201).[18]

Tujuan akhir pendidikan Islam dengan pola taqwa sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ali-Imran : 102, sebagai berikut :

اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ {ال عمران : 102}


Artinya : Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali-Imran : 102).[19]

Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Agama Islam adalah menanamkan nilai-nilai yang Islami kedalam pribadi seseorang serta mengembangkan agar sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan menjadi seseorang yang bertaqwa sehingga tercapai pribadi muslim yang kelak akan mampu memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

3.   Ruang lingkup pendidikan agama Islam 

Ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup kegiatan-kegiatan kependidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambbungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi :
a)   Lapangan hidup beragama
b)   Lapangan hidup berkewarga
c)   Lapangan hidup ekonomi
d)   Lapangan hidup kemasyarakatan
e)   Lapangan hidup politik
f)    Lapangan hidup seni dan budaya
g)   Lapangan hidup ilmu pengetahuan.[20]

Adapun ruang lingkup bahan pelajaran pendidikan agama Islam meliputi tujuh unsur pokok, yaitu : keimanan, ibadah, Al-Qur’an, akhlak, muamalah, syariah dan tarikh. Dalam membahas ruang lingkup pendidikan agama Islam yang sangat luas, maka pengajarannya tergantung kepada jenia lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkatan kelas, tujuan dan tingkat kemampuan anak didik sebagai konsumennya.
Pada tingkat SD penekanan diberikan kepada empat unsur pokok yaitu keimanan, ibadah, Al-Qur’an dan akhlak. Sedangkan pada SLTP dan SMU di samping keempat unsur pokok tersebut di atas maka unsur muamalah dan syari’ah semakin dikembangkan. Unsur pokok tarikh diberikan secara seimbang pada setiap satuan pendidikan.

4.   Faktor-faktor pendidikan agama Islam
Pendidikan Islam sebagai ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena di dalamnya banyak segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung maupun tak langsung. Adapun segi-segi atau pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan Islam sekaligus menjagi ruang lingkup pendidikan Islam ialah :
a)   Perbuatan mendidik itu sendiri
Maksudnya ialah seluruh kegiatan-kegiatan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didik. Jadi para pendidik ini membimbing dan memberikan pertolongan kepada anak didik agar tercapai kepada tujuan pendidikan Islam dan terarah.
b)   Anak didik
Anak didik adalah orang yang sedang menuntut ilmu dan merupakan obyek didik, yang juga harus diperlakukan sebagai subyek didik melalui berbagai kesempatan yang tepat. Oleh karena itu peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan, sehingga mereka dapat berkembang sesuai fitrahnya dan dapat bertindak sesuai dengan nilai-nilai Islam.

c)   Dasar dan tujuan pendidikan Islam
Yaitu suatu landasan yang menjadi dasar serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam dilakukan artinya pelaksanaan pendidikan Islam harus bersumber dari dasar tersebut. Secara singkat, tujuan pendidikan islam yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah mempunyai kepribadian muslim serta memiliki akhlak yang baik.

d)   Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab dalam pemberian ilmu pengetahuan. Pendidik harus mampu mengarahkan anak didiknya pada hal-hal yang positif. Ia juga bukan hanya mentransfer pengetahuan yang diperlukan anak didik saja, tetapi juga menstranformasikan nilai-nilai Islami ke dalam pribadinya.

e)   Materi pendidikan Islam
Yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa, untuk disampaikan kepada anak didik, materi yang disampaikan harus jelas dan singkat. Apabila terdapat suatu kesalahan dalam penyampaian materi, maka anak didik akan merasa kesulitan untuk menerima dan memahami materi tersebut.

f)    Metode pendidikan Islam
Yaitu suatu cara yang paling tepat yang dapat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. Metode ini menjelaskan bagaimana mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan Islam, agar materi tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.

g)   Evaluasi pendidikan
Yaitu isinya bagaimana caranya mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidikan Islam pada umunya tidak dapat dicapai sekaligus, melainkan melalui proses pendidikan tahapan tertentu. Apabila tujuan ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan sudah dapat dilanjutlan pada tahap berikutnya dan dapat berakhir dengan terbentuknya kepribadian muslim.


h)   Alat-alat pendidikan Islam
Alat pendidik merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, dalam konteks pendidikan Islam, alat pendidikan berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Alat pendidikan Islam ini mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk di dalamnya metode pendidikan. Istilah lain dari alat pendidikan yang dikenal hingga saat ini adalah media pendidikan baik audio visual aids (AID), alat peraga, sarana atau prasarana pendidikan dan sebagainya, yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan

i)     Lingkungan sekitar pendidikan Islam
Yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam, baik dan buruj lingkungan kita akan berpengaruh kepada hasil pendidikan yang akan kita laksanakan, terkadang dari lingkungan sekitar itulah kita bisa menentukan hasil belajar kita.


C.  Pembentukan Budi Pekerti Yang Luhur

1.   Pengertian pembentukan budi pekerti yang luhur
Budi pekerti atau akhlak atau moral sering kali kita dengar. Kita sering menyebutkan ada akhlak yang baik dan buruk.[21] Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. Jika keadaan hal tersebut melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan akal dan syara (hukum Islam) disebut akhlak yang baik, sedangkan jika perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan akhlak yang buruk.[22]
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata al-khulq, yang secara etimologis berarti (1) tabiat,budi pekerti, (2) kebiasaan atau adat, (3) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, (4) agama dan, (5) kemarahan (al-gadab).[23]
Budi pekerti atau akhlak bukanlah seperti barang mewah yang kurang diperlukan. Ia adalah tiang kehidupan yang diridhai oleh agama, dan yang membuat pelakunya dihormati orang. Budi pekerti manusia semata-mata bukanlah teori yang muluk-muluk,tetapi budi pekerti sebagai tindak- tanduk manusia yang tidak dibuat-buat dan itu adalah gambaran dari sifatnya yang tertanam dalam jiwa, jahat atau baiknya.
Manusia diberikan petujuk oleh Allah SWT. untuk berbudi pekerti luhur bagi kemaslahatan hidup didunia dan akhirat. Budi pekerti yang luhur adalah akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Menurut Abudin Nata, Akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang didasrkan pada ajaran Islam.[24]
Dengan budi pekerti yang luhur, manusia pasti akan mencapai martabat yang tinggi dan kedudukan mulia di akhirat, sekalipun ibadahnya lemah : sebaliknya, dngan perangai yang buruk, orang akan menempati kedudukan paling bawah dineraka jahannam.
Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa akhlak atau budi pekerti merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap potesi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Dan pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten.

2.   Bentuk-bentuk budi pekerti yang luhur
Bentuk-bentuk akhlak yang mulia dan terpuji menurut ajaran Islam, antara lain ialah : (1) berani dalam segala hal yang positif, baik menyatakan dan membela kebenaran serta dalam menghadapi tantangan dan ancaman, (2) adil dalam memutuskan sesuatu tanpa membedakan kedudukan, status sosial ekonomi, maupun hubungan kekerabatan, (3) bijaksana dalam menghadapi dan memutuskan sesuatu, (4) amanah (dapat dipercaya), (5) pemaaf, (6) lapang hati dan tidak membalas dendam, (7) selalu optimis menghadapi kehidupan dan penuh harap kepada Allah SWT dan lain-lain.[25]

3.    Prinsip-prinsip budi pekerti
Budi pekerti yang rendah pertanda Iman yang lemah.  Iman adalah satu kekuatan yang sanggup menjaga manusia dari perbuatan-perbuatan rendah dan nista. Juga merupakan kekuatan yang mendorong manusia kearah perbuatan mulia dan terpuji. [26]
Menurut Omar Mohamammad Al-toumy Al-Syaibany, dalam bukunya filsafat pendidikan Islam, mengemukakan enam prinsip budi pekerti, yaitu:
a)   Percaya bahwa akhlak itu termasuk diantara makna yang terpenting dalam hidup ini.
b)   Percaya bahwa akhlak itu adalah kebiasan atau sikap yang mendalam dalam jiwa dari mana timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang.
c)   Percaya bahwa akhlak Islam yang mendengar Syari’at Islam yang kekal yang ditunjukan oleh teks-teks agama Islam, dan ajaran-ajarannya begitu juga Ijtihad-ijtihad dan amalan-amalan ulama yang saleh dan pengikut-pengikutnya yang baik itu adalah akhlak kemanusiaan yang mulia.
d)   Percaya bahwa tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan kebahagiaan dua kampung ( dunia akhirat), kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat.
e)   Percaya bahwa agama Islam adalah sumber terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan akhlak ini, dalam membentuknya dan memberinya corak keislaman yang membedakannya dari yang lain.
f)    Percaya bahwa teori akhlak tidak akan sempurna kecuali jika didalamnya dientukan lima segi pokok : hati nurani akhlak (moral concience), paksaan akhlak (moral abligatiaon), hokum akhlak (moral judgement), tanggung jawab akhlak (moral responbility), dan ganjaran akhlak (moral rewards).[27] 

4.   Manfaat budi pekerti yang luhur
Telah jelas, bahwa orang yang beriman dan beramal saleh (berbudi pekerti luhur) akan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dan itu pasti terjadi. Dan jika orang masih meragukan ketetapan ini, menunjukan bahwa imannya masih perlu diperkuat.
Selain itu dalam hadits juga banyak dijumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan dari akhlak. Keberuntungan tersebut diantaranya adalah :
a)   Memperkuat dan menyempurnakan agama
b)   Mempermudah perhitungan amal akhirat
c)   Menghilangkan kesulitan
d)   selamat Hidup di dunia dan akhirat.[28]

Uraian ini baru menjelaskan sebagian kecil dari manfaat atau keberuntungan yang dihasilkan sebagai akibat dari akhlak luhur yang dikerjakan. Dan tentunya masih banyak lagi keberuntungan dari budi pekerti luhur yang tidak bisa diuraikan disini. Tetapi dengan uraian tersebut diatas, sudah mampu membantu menusia dalam menggambarkan manfaat budi pekerti.
Dengan demikian, dengan berakhlak tinggi manusia akan mempunyai banyak keberuntungan dan hidupnya akan selamat di dunia dan di akhirat. Hidupnya akan lebih sempurna dan lebih dicintai oleh Allah dan Rasul-nya.




[1] Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga, (Bandung: Alvabeta, 1994), h. 29
[2] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 27
[3] Syaiful Bakri Djamarah, Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h. 33
[4] Sardiman A.M., Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 125
[5] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 39-40
[6] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 10
[7] Ngalim Purwanto, Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998), h. 10
[8] Depag. RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1989), h. 14
[9] Ibid., h. 428
[10] Abdullah Nashir Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Amani, 1999), h. 277
[11]  Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 1998), h. 12
[12] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 27
[13] Zakiah Daradjat, Op.Cit., h. 86
[14] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), h. 32
[15] Ibid., h. 41 
[16] Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 30-31
[17] Zakiah Daradjat, Op. Cit., h. 30-32
[18] Depag. RI., Op. Cit., h. 49
[19] Ibid., h. 92
[20] H. M. Arifin, Op. Cit., h. 17
[21] Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), h. 135
[22] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (ABA-FAR), (Jakarta: Ichtiar Baru Van Voeve, 1997), h. 63
[23] Ibid., hal. 65
[24] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 145
[25] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op. Cit., h. 103
[26] Muhammad Al-Ghazaly, Akhlak seorang Muslim, (Bandung Al-Ma’arif, 1995), h. 16
[27] Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 312-363
[28] Abudin Nata, Op. Cit., h. 172-174



No comments:

Post a Comment