A. Pembahsan
Tentang Keterampilan Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
1. Pengertian
Keterampilan Mengajar
Salah satu kemampuan dasar yang
dimiliki oleh guru adalah kemampuan dalam keterampilan mengajar. Kemampuan
dalam keterampilan mengajar ini membekali guru dalam melaksanakan tugas dan
tanggng jawabnya sebagai pengajar. Keterampilan mengajar adalah untuk mencapai
tujuan pengajaran.
Adapun definisi
keterampilan mengajar guru adalah sebagaimana pendapat Amstrong dkk yaitu
kemampuan menspesifikasi tujuan performasi, kemampuan mendiagnosa murid,
keterampilan memilih strategi penajaran, kemampuan berinteraksi dengan murid,
dan keterampilan menilai efektifitas pengajaran.[1]
Adapun mengajar merupakan proses yang
komplek, tidak sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, banyak
kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil
belajar yang lebih baik pada siswa.karena itu banyak terdapat aneka ragam
pengertian mengajar, antara lain:
Menurut M.Ali
(1987:12) mengartikan mengajar adalah : “Segala upaya yang disengaja dalam
rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai
dengan tujuan yang dirumuskan”[2].
Sedangkan menurut Nasution (1995:4)
memberikan definisi mengajar yang lengkap sebagai berikut:
1.
Mengajar
adalah menanamkan pengetahuan kepada anak.
2.
Mengajar
adalah menyampaikan kebudayaan kepada anak.
3.
Mengajar
adalah suatu aktivitas mengorganisir atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar.[3]
Menurut O. Screeuder
(dalam Roestiyah 1989:2) mengajar adalah : “kegiatan yang dilakukan guru dengan
memakai bahan pelajaran sebagai medium untuk membawa anak-anak dalam
pembentukan pribadi termasuk kegiatan pembentukan kejasmanian”.[4]
Setelah diketahui definisi
keterampilan dan mengajar maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan
mengajar adalah semua aspek kemampuan guru yang berkaitan erat dengan berbagai
tugas guru yang berbentuk keterampilan dalam rangka memberi rangsangan dan
motivasi kepada siswa untuk melaksanakan aktuvitas oleh guru adalah ketermpilan
untuk membimbing, mengarahkan, membangun siswa dalam belajar guna mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditentukan secara terpadu.
2. Pengertian
Proses Belajar Mengajar
Tugas utama guru
adalah menciptakan suasana didalam proses belajar mengajar yang dapat
memotivasi peserta didik untuk belajar dengan baik dan sungguh-sungguh.Untuk
itu guru seharusnya memiliki keterampilan /kemampuan dalam interaksi belajar
mengajar yang baik,salah satu keterampilan kemampuan dalam mengatur proses
belajar mengajar.
Proses belajar
mengajar adalah suatui aspek dari lingkungan ini diatur dandiawasi
kegiatanbelajar terarah kepada tujuan pendidikan.
Dalam pengturan dan
pengawasan kegiatan belajar tersebut adalah perandantugas seorang guru, guru
harus memahami dan menghayati para siswa yang
dibinanya karena wujud siswa setiap saat tidak akan sama sejalan dengan
perkembangan ilmu dan tekhnologi. Oleh sebab itu, gambaran prilaku guru yang
diharapkan dapat mempengaruhi pribadi siswa dalam melakukan proses belajar
mengajar, serta mampu mengantisipasi perkembangan keadaan dan tuntutan masyarakat
pada masa yang akan datang.[5]
Demikian juga guru
dalam proses belajar mengajar harus
memiliki keterampilan tersendiri guru mencapai harapan yang dicita-citakan
dalam melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar pada
khususnya.
Untuk memiliki keterampilan tersebut
maka guru perlu membina diri dengan baik, karena fungsi guru itu sendiri adalah
membina dan mengembangkan kemampuan siswa secara profesional dalam proses
belajar mengajar.
a.
Pengertian
Belajar
Usaha
pemahaman tentang pengertian belajar ini akan diawali dengan mengemukakan
beberapa definisi tentang belajar dari beberapa hali mencoba merumuskan dan
membuat tafsiran mereka itu berbeda satu sama lain.
Secara
umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku, akibat
interaksi individu dengan lingkungan.[6]
Perilaku
itu mengundang pengertian yang luas hal ini mencakup pengeathuan, keterampilan,
sikap dan sebagainya, dan setiap perilaku ada yang nampak atau bisa diamati ada
pula yang tidak bisa diamati.
Pengertian
tersebut identik dengan pandangan modern, dimana dalam hal ini individu
dinyatakan melakukan kegiatan-kegiatan belajar, jika ia memperoleh hasil, yakni
terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya.[7]
Jelasnya
pepengertian belajar menurut pandangan modern ini, siswa yang belajar dipandang
sebagai organisme yang hidup sebagai satu keseluruhan yang bulat. Ia bersifat
dan senantiasa mengadakan interaksi dengan lingkungannya, menolak, menerima,
mencari diri terhadap lingkungannya.
Dengan
demikian dapatlah dikatakan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku seseorang berdasarkan proses pendidikan atau lebih khusus melalui
prosedur latihan. Perubahan itu sendiri beransur-ansur dimulai dari sesuatu
yang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau dimilikinya dipergunakan
sampai pada suatu saat untuk dievaluasi oleh yang menjalani proses belajar itu.
Jadi
pada intinya, bahwa orang yang belajar tidak sama keadaannya dengan mereka
sebelumnya melakukan perbuatan belajar, maka dapat disimpulkan:
1.
Bahwa
dalam belajar, faktor tingkah laku harus ada dan tidak dikatakan belajar
apabila didalamnya tidak ada perubahan
tingkah laku.
2.
bahwa
dalam perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan kecakapan baru
3.
bahwa
perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha yang disengaja
b.
Pengertian
Mengajar
Kegiatan
belajar mengajar telah berlangsung sejak dahulu kala, sejak manusia diciptakan
dan memulai kehidupannya. Arti mengajar pun tentu saja sangat komplek dan
beraneka ragam sesuai dengan kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan.
Mengajar
pada dasarnya merupakan usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan
yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.[8]
Mengajar
adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik, menurut pengertian itu
berarti tujuan tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapat atau
menguasai pengatahuan.[9]
Konsekwensi
semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya
menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya.sehingga
pelajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang memegang
posisi kunci dalam belajar mengajar dikelas. Guru menyampaikan pengetahuan yang
diberikan oleh guru. Oleh karena itu pengajaran yang intelektualistik.
Menurut
pandangan William H. Burton, mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang
( stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi
proses belajar. Dalam hal ini Burton memandang bahwa bahan pelajaran hanya
merupakan bahan perangsang saja, sedangkan arah yang akan dituju oleh proses
belajar adalah tujuan pengajarannya diketahui oleh siswa.[10]
Dari
pendapat Burton tersebut, dapat dikatakan bahwa dengan strategi mengajar
tertentu proses belajar dapat terbimbing secara lebih baik, dengan memberikan
tugas atau latihan, misalnya siswa diberikan kesempatan untuk melakukan
sesuatu.
Dengan
demikian berbagai pendapat tentang pengertian belajar dan mengajar atau proses
belajar mengajar dimana dalam proses tersebut merupakan interaksi antara siswa
sebagai pehak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mangajar.
3. Bentuk-bentuk Keterampilan
Mengajar
Seperti yang telah diketahui bahwa
mengajar merupakan suatu sistem yang komplek dan integratif dari sejumlah
keterampilan untuk menyampaikan pesan terhadap seseorang mengajar dikatakan
sistem yang komplek karena dalam mengajar guru tidak hanya sekedar memberi
informasi secara lisan kepada siswa, akan tetapi dalam mengajar guru harus
dapat menciptakan situasi lingkungan yang memungkinkan anak secara aktif
belajar, sehingga guru harus melibatkan beberapa komponen dan kompetensi
interaksi belajar mengajar.
Untuk lebih jelasnya
tentang beberapa konsep keterampilan mengajar, maka berikut ini akan diuraikan
dari masing-masing keterampilan mengajar yang harus dikuasai oleh guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar diantaranya :
a.
Keterampilan
Bertanya
Memberi
pertanyaan kepada siswa merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam
kegiatan belajar mengajar, karena metode apapun yang digunakan, tujuan
pengajaran apapun yang ingin dicapai, maka bertanya kepada siswa merupakan hal
yang tidak dapat ditinggalkan. Karena pertanyaan yang diajukan kepada siswa
pada dasarnya bertujuan agar siswa lebih meningkatkan belajarnya dan berfikir
terhadap pokok bahasan yang sedang dipelajari.
Piet A.
sahertian dan Ida Alaeida sahertian menyimpulkan bahwa keterampilan bertanya
adalah keterampilan yang berisi ucapan verbal yang diminta respon dari
seseorang yang dikenal.[11]
Sedangkan
respon yang dimaksud adalah dapat berupa pengetahuan sampai hasil pertimbangan.
Jadi dapat disimpulkan bertanya adalah merupakan stimulus efektif yang
mendorong kemampuan berfikir. Seorang guru yang mengajukan pertanyaan dengan
menggunakan keterampilan bertanya secara tepat mempunyai beberapa tujuan
diantaranya adalah :
1.
Mengbangkitkan
minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu pokok bahasan.
2.
Memusatkan
perhatian siswa terhadap suatu pokok bahasan.
3.
Mendiagnosis
kesulitan-kesulitan khusus yang mengahmbat siswa belajar.
4.
Mengembangkan
cara belajar siswa aktif
5.
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengasimilasikan informasi.
6.
M
endorong siswa mengemukakan pandangannya dalam diskusi.
7.
Menguji
dan mengukur hasil belajar siswa.[12]
Dalam usaha mencapai tujuan diatas, ada
beberapa hal yang mendapat perhatian guru waktu menggunakan keterampilan
bertanya dasar maupun keterampilan bertanya lanjut misalnya, kehangatan dan
keantusiasan, mengulangi pertanyaan sendiri, menjawab pertanyaan sendiri,
menentukan siswa tertentu untuk menjawab, pertanyaan ganda.
Keterampilan
dibedakan atas keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan,
keterampilan bertanya dasar perlu diterapkan dalam mengajukan segala jenis
pertanyaan, sedangkan keterampilan bertanya lanjutan merupakan lanjutan dari
pada keterampilan bertany dasar yang lebih mengutamakan usaha mengembangkan
kemampuan berfikir siswa, memperbeser partisipasi dan mendorong siswa agar
berinisiatif sendiri.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus dapat membedakan antara keterampilan
bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan, karena keduanya memiliki
kaitan dalam menguji siswa terhadap pelajaran-pelajaran yang telah disampaikan
dikelas dalam proses belajar mengajar.
Menurut
Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian mengemukakan komponen keterampilan
bertanya :
1.
Keterampilan
dasar
a.
Pengungkapan
pertanyaan jelas dan singkat
b.
Pemberian
acuan
c.
Pemindahan
giliran
d.
Penyebaran
pertanyaan
e.
Pemberian
waktu berfikir
f.
Pemusatan
kearah jawaban yang diminta
2.
Keterampilan
lanjutan
a.
Mengubah
tuntunan tingkat kognitif pertanyaan
b.
Urutan
pertanyaan harus ada urutan logis
c.
Melacak
d.
Keterampilan
mendorong adanya interaksi antar siswa.[13]
Berdasarkan
uraian diatas, jelaslah bahwa penguasaan keterampilan bertanya bagi guru sangat
penting, karena dengan penggunaan keterampilan bertanya yang efektif dan
efisien dalam proses belajar mengajar diharapkan timbul perubahan sikap pada
guru dan siswa, misalnya perubahan pada guru, banyak memberikan informasi,
banyak menggunakan interaksi, pada siswa lebih banyak mendengarkan informasi
serta menjadi lebih banyak berpartisipasi.
b. Keterampilan
memberi penguatan
Dalam
proses belajar mengajar, penghargaan atau pujian terhadap perbuatan yang baik
dari siswa merupakan hal yang sangat diperlukan, sehingga dengan penghargaan
atau pujian itu diharapkan siswa akan terus berusaha berbuat lebih baik.
Soetomo
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemberian penguatan adalah : ”Suatu
respon positif dari guru kepada anak yang telah melakukan suatu perbuatan
baik”.[14]
Sebagaimana
diketahui bahwa penghargaan yang positif terhadap seseorang akan memperbaiki
tingkah laku serta meningkatkan usahanya. Oleh karena itu penguatan terhadap
siswa dan segala aktifitasnya sangat dibutuhkan dalam rangka menumbuhkan dan
mengembangkan proses belajar. Memberi penguatan dalam kegiatan mengajar
kelihatannya sederhana saja yaitu antara lain dinyatakan dalam bentuk kata-kata
membenarkan, kata-kata pujian, senyuman atau anggukan, padahal pemberian
penguatan dalam kelasakan mendorong siswa meningkatkan usahanya dalam kegiatan
belajar mengajar dan mengembangkan hasil belajarnya. Pemberianpenguatan dalam
proses belajar mengajar mempunyai tujuan diantaranya:
1.
Meningkatkan
perhatian siswa.
2.
Memudahkan
proses belajar.
3.
Membangkitkan
dan mempertahankan motivasi.
4.
Mengontrol
dan mengubah sikap yang mengganggu kearah sikap tingkah laku belajar yang
produktif.
5.
Mengatur
diri sendiri cara berfikir yang baik dan inisiatif pribadi.[15]
Mengingat
sangat pentingnya peranan pemberian penguatan dalam proses belajar mengajar,
maka perlulah guru melatih diri secara teratur dan terarah tentang keterampilan
memberi penguatan terdiri dari beberapa komponen yang perlu difahami dan
dikuasai penggunaannya oleh guru agar ia dapat memberikan penguatan secara bijaksana
dan sistematis komponenitu adalah sebagai berikut :
1. Penguatan Verbal
Biasanya digunakan
atau atau diutarakan dengan menggunakan kata-kata pujian, penghargaan,
persetujuan, dan sebagainya, misalnya bagus, bagus sekali, betul, pintar,
sertatus buat kamu.
2. Penguatan non verbal
a.
Penguatan
gerak isyarat, misalnya anggukan kepala, senyuman, acungan jempol, wajah cerah,
sorot mat yang sejuk bersahabat atau tajam menantang.
b.
Penguatan
pendekatan: guru mendekati siswa untuk menyatakan perhatian dan kesenangannya
terhadap pelajaran, tingkah laku, atau penampilan siswa misalnya guru berdiri
disamping siswa, menuju siswa, duduk dengan siswa atau sekelompok siswa.
c.
Penguatan
dengan sentuhan, guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap
usaha penampilan siswa dengan cara menepuk-nepuk bahu atau berjabat tangan
mengangkat tangan siswa yang menang dalam pertandingan.
d.
Penguatan
dengan kegiatan yang menyenangkan, guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan
atau tugas-tugas yang disenangi siswa sebagai penguatan.misalnya siswa yang
menunjukan kemajuan dalam pelajaran musik ditunjuk sebagai pemimpin paduan
suara.
e.
Penguatan
berupa simbol atau benda. Penguatan ini dilakukan dengan cara menggunakan
sebagai simbol berupa benda kartu bergamba, komentar tertulis pada siswa,
bintang plastik, lencana.
f.
Jika
siswa mwmberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru hendaknya tidak
menyalahkan siswa. Dalam keadaan ini hendaklah guru memberi penguatan tak penuh
misalnya: ya, jawabanmu sudah baik tapi masih perlu disempurnakan.
c. Keterampilan mengadakn variasi
Memberi
variasi dalam proses belajar mengajar merupakan hal yang penting dan harus
diperhatikan oleh guru, karena semakin banyak guru memberikan variasi dalam
proses mengajar maka semakin berhasillah pengajarannya. Sebaliknya guru yang
terus menerus mengajar dengan memberikan ceramah dari awal sampai akhir akan
menimbulkan kebosanan pada siswa.
Soetomo
mengemukakan pemberian variasi dalam proses belajar mengajar diartikan sebagai
perubahan pengajaran dari yang satu kepada yang lain, dengan tujuan untuk
menghilangkan kebosanan dan kejenuhan siswa dalam menerima bahan pelajaran yang
diberikan oleh guru. Sehingga siswa dapat aktif lagi dan berpartisipasi dalam
belajarnya.[16]
Sedangkan
menurut piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian menyimpulkan bahwa :
menggunakan variasi adalah perubahan guru dalam konteks proses belajar mengajar
yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga ada rasa ketekunan,
antusiasme, serta berperan secara aktif.[17]
Dari
definisi memberi variasi yang dikemukakan oleh kedua ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa pemberian variasi itu mempunyai arti suatu kegiatan guru
dalam kontek proses belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan
siswa, sehingga dalam situasi belajar mengajar murid yang bertujuan untuk
mengatasi kebosanan siswa, senantisa menunjukan ketekunan, antusiasme, serta
penuh partisipasi. Kebosanan merupakan masalah yang selalu terjadi dimana-mana
dan orang selalu berusaha menghilangkan atau setidak-tidaknya mencoba menguranginya.
Oleh sebab itu, murid menginginkan adanya variasi dalam proses belajarnya,
sehingga belajar itu sendiri lebih menarik dan lebih hidup. Dengan demikian
lebih dapat memusatkan perhatian mereka, dan belajar lebih berhasil. Pemberian
variasi tepat dalam proses belajar mengajar akan dapat memberi manfaat
bagi siswa yaitu:
1)
Untuk
menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek belajar mengajar yang
relevan
2)
Untuk
memberikan kesempatan bagi perkembangannya bakat ingin mengetahui menyelidiki pada
siswa tentang hal-hal yang baru.
3)
Untuk
memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbekal
cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.
4)
Guna
memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pelajaran yang
disenangi.[18]
Dengan
adanya tujuan tersebut. Seorang guru hendaknya mengadakan variasi dalam proses
belajar mengajar baik itu variasi dalam gaya mengajar, variasi pola interaksi
dan kegiatan siswa. Berikut ini akan diuraikan komponen-komponen keterampilan
mengadakan variasi :
1)
Variasi
dalam gaya mengajar
-
Variasi
suara, keras lemah
-
Pemusatan
perhatian siswa
-
Kesenyapan
atau kebisuan guru
-
Kontak
pandang
-
Gerak
bedan dan mimik
-
Perubahan
posisi guru
2)
Variasi
penggunaan media dan bahan pengajaran
-
Media
dan bahan yang dapat didengar misalnya rekaman suara, radio, musik, sosiodrama.
-
Variasi
alat atau bahan yang dapat dilihat misalnya grafik, bagan, poster, diodrama
film, slide.
-
Variasi
alat atau bahan yang dapat diraba, dimanipulasi dan digerakkan misalnya boneka,
topeng, pantung.
-
Variasi
alat atau bahan yang dapat didengar dan diraba, misalnya televisi, radio, slide
proyektor yang diiringi penjelasan baru.
3)
Variasi
pola interaksi dan kegiatan siswa
Perubahan interaksi
antara kedua kutud tadi akan berakibat pola-pola kegiatan yang dilakukan siswa.
Uzer
Usman mengemukakan jenis pola interaksi, gaya interaksi dapat digambarkan
sebagai berikut :
a. Pola murid guru
Komunikasi
sebagai aksi (satu arah)
b. Pola guru-murid-murid
Ada
balikan (feed back) bagi guru tidak ada interaksi antara siswa (komunikasi
sebagai interaksi)
c. Pola guru-guru-murid
Ada
balikan bagi guru, siswa saling belajar satu sama lain
d. Pola guru-murid, murid-guru, murid
Interaksi
optimal antara guru dengan murid dan antara murid dengan murid (komunikasi
sebagai transaksi, multiarah)
e. Pola Melingkar
Setiap
siswa mendapat giliran untuk mengemukakan sambutan atau jawaban, tidak
diperkenankan berbicara dua kali apabila siswa belum mendapat giliran
Penggunaan
variasi pola interaksi dimaksud agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan,
serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan murid dalam mencapai
tujuan. Dengan mengubah pola interaksi ini guru dengan sendirinya mengubah
belajar murid, tingkat dominasi guru dan keterlibatan murid, tingkat tuntutan
kognitif, serta susunan kelas.
d. Keterampilan Menjelaskan
Kegiatan
menjelaskan dalam proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang mutlak
dilakukan oleh guru, karena apapun yang disampaikan, apapun jenis sekolah, dan
bagaimanapun yang disampaikan, apapun jenis sekolah, dan bagaimanapun tingkat
umur siswa, maka kegiatan menjelaskan selalu harus dilaksanakan oleh guru,
hanya saja cara penyampaiannya dan kualitasnya yang berbeda-beda melihat semua
komponen diatas dan menyesuaikan dengan situasi pada waktu itu.
Uzer
Usman mengemukakan yang dimaksudkan dengan keterampilan menjelaskan adalah
penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk
menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lain, misalnya antara sebab
dan akibat, definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui.[19]
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan menjelaskan adanya suatu penyajian
informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik yang menunjukkan
hubungan yang harus dikuasai oleh guru secara efektif dan efisien agar proses
belajar mengajar dapat berjalan lancar.
Ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai guru dalam memberikan penjelasan didalam
kelas :
1.
Untuk
membimbing siswa memahami hukum dengan jelas jawaban pertanyaan “mengapa” yang
meraka sajikan ataupun yang dikemukakan oleh guru.
2.
Menolong
siswa mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-prinsip umum secara
objektif dan bernalar.
3.
Melibatkan
murid untuk berfikir dengan memecahkan masalah-masalah atau pertanyaan.
4.
Untuk mendapatkan balikan dari siswa mengenai
tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahan pengertian mereka.
5.
Menolong
siswa untuk menghayati dan mendapatkan proses penalaran dan penggunaan bukti
dalam menyelasaikan keadaan yang meragukan.[20]
Memberikan
penjelasan merupakan salah satu aspek yang amat penting dari kegiatan guru
dalam interaksi dengan siswa kelas. Oleh sebab itu, hal ini haruslah dibenahi
untuk ditingkatkan keefektifannya agar tercapai hasil yang optimal dari
penjelasan dan pembicaraan guru tersebut sehingga bermakna bagi murid. Dengan
demikian seorang guru harus mengetahui komponen keterampilan menjelaskan yaitu
:
a.
Merencanakan,
penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
oleh siswa.
b.
Menyajikan
penjelasan. Yang perlu diperhatikan :
-
Kejelasan
: Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh siswa.
-
Penggunaan
contoh dan ilustrasi : dalam memberikan penjelasan sebaiknya digunakan
contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa
dalam kehidupan sehari-hari.
-
Pemberian
tekanan : guru harus memusatkan perhatian siswa kepada masalah pokok yang
mengurangi informasi yang tidak begitu penting.
-
Penggunaan
balikan : guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan
pemahaman, keraguan, atau ketidak mengertian ketika penjelasan itu diberikan.
e. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
1.
Membuka
pelajaran
Membuka
pelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru dalam proses belajar
mengajar untuk menciptakan suasana yang menjadikan siswa siap mental dan
menimbulkan perhatian siswa terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari sehingga
usaha itu akan dapat terpengaruh positif terhadap kegiatan dan hasil belajar
siswa.
Soetomo
mengutip sabda Rasulullah dalam haditsnya yang berbunyi :
“Dari Abi Hurairah
ra. Berkata Rasulullah SAW bersabda : setiap perkataan yang mengandung kebaikan
yang tidak dimulai dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang maka
terputus (tidak membawa barokah)[21]
Dengan kata lain membuka pelajaran
adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar
mengajar untuk menciptakan prakondisi bagi murid agar mental dan perhatiannya
terpusat pada apa yang akan dipelajarinyasehingga usaha tersebut akan
memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar.
Kegiatan membuka pelajaran semacam ini
tidak saja harus dilakukan pada awal jam pelajaran tetapi juga pada awal setiap
penggal kegiatan dari inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu.
Sehingga muris diharapkan akan dapat terdorong untuk mengikuti materi pelajaran
yang akan disampaikan.
Uzer Usman menjelaskan komponen
keterampilan membuka pelajaran sebagai berikut :
1.
Menarik
perhatian siswa, antara lain dengan:
ii. Gaya mengajar guru
iii. Penggunaan alat bantu
pelajaran
iv. Pola interaksi yang
bervariasi
b)
Menumbulkan
motivasi dengan cara:
v. Kehangatan dan
kentusiasan
vi. Menumbulkan rasa
ingin tahu
vii. Mengemukakan ide yang
bertentangan
viii. Memperhatikan minat siswa
c)
Memberi
acuan melalui berbagai usaha :
ix. Mengemukakan tujuan
dan batas-batas tugas
x. Menyarankan
langkah-langkah yang akan dilakukan
xi. Mengingatkan masalah
pokokyang akan dibahas
xii. Membuat
pertanyaan-pertanyaan
d)
Membuat
kaitan atau hubungan diantara meteri-meteri yang akan dipelajari dengan
pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasi oleh siswa.[22]
Dari berbagai hal yang dilakukan
diatas dengan tujuan agar anak dapat memusatkan perhatian kepada materi yang
akan disampaikan guru dan telah siap untuk menerima materi itu.
a.
Menutup
pelajaran
Menutup pelajaran adalah “kegiatan guru untuk
mengakhiri proses belajar mengajar”.[23]
Dengan demikian dapat disimpulkan
usaha menutup pelajaran tersebut dimaksud untuk memberikan gambaran menyeluruh
tentang apa yang telah dicapai siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses
belajar mengajar.
Sedangkan komponen menutup pelajaran
guru adalah :
a.
Meninjau
kembali penguasaan inti pelajaran dengan merangkum inti pelajaran dan membuat
ringkasan.
b.
Mengevaluasi,
dengan bentuk antara lain :
xiii. Mendemontrasikan
keterampilan
xiv. Mengaplikasikan ide
baru pada situasi lain
xv. Mengeksplorasikan ide
baru pada situasi lain
xvi. Memberikan soal-soal
tertulis[24]
Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW dalam Haditsnya yang berbunyi :
“Dari Abi Hurairah
ra. Berkata Rasulullah SAW bersabda : setiap perkataan yang mengandung kebaikan
yang tidak dimulai dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang maka
terputus (tidak membawa barokah)[25]
Dengan demikian kegiatan membuka dan
menutup pelajaran tidak mencakup urutan-irutan kegiatan rutin, seperti
menertibkan siswa, mengisi daftar hadir, memberi tugas rumah, sebaiknya yang
menjadi pusat perhatian dalam membuka dan menutup pelajaran adalah
kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya langsung denganpenyampaian pelajaran.
Sedangkan tujuan pokok dari membuka pelajaran adalah untuk menyiapkan mental
siswa dan menimbulkan minat serta permusatan perhatian siswa terhadap apa yang
akan dibicarakan dalam proses belajar mengajak, dan menutup pelajaran supaya
dapat mengetahui tingkat keberhasilan dalam mempelajari pelajaran itu.
b.
Keterampilan
Mebimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok
adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam
interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi,
pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah.[26]
Dengan kata lain
diskusi kelompok adalah merupakan salah satu strategi yang memungkinkan siswa
menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui suatu proses yang
memberi kesempatan untuk berfikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap
positif. Pengertian diskusi kelompok dalam kegiatan belajar mengajar tidak jauh
berbeda dengan pengertian diatas. Siswa berdiskudi didalam kelompok-kelompok
kecil, dibawah pimpinan guru atau temannya, untuk berbagai informasi dan
mengambil suatu keputusan.
Komponen keterampilan
membimbing diskusi yang dikemukakan Uzer Usman adalah :
a.
Memusatkan
perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, caranya adalah sebagai berikut :
xvii. Rumusan tujuan dan
topik yang akan dibahas pada awal diskusi.
xviii. Kemukakan
masalah-masalah khusus
xix. Catat perubahan atau
penyimpangan diskusi dari tujuan
xx. Rangkuman hasil
pembicaraan dalam diskusi
b.
Memperjelas
masalah atau urunan pendapat, dengan cara :
xxi. Menguraikan kembali
atau merangkum ulang tersebut hingga menjadi jelas
xxii. Meminta komentar
siswa dan mengajukan pertanyaan
xxiii. Menguraikan gagasan
siswa dengan memberikan informasi
c.
Menganalisa
pandangan siswa
xxiv. Meneliti apakah
alasan tersebut mempunyai dasar yang kuat dan memperjelas hal-hal yang
disepakati
d.
Meningkatkan
urunan siswa
xxv. Mengajukan
pertanyaan, memberikan contoh-contoh
xxvi. Memberikan waktu
berfikir dan memberikan dukungan
e.
Menutup
diskusi
xxvii. Membuat rangkuman
hasil diskusi
xxviii. Memberi gambaran
tentang tindak lanjut
xxix. Mengajak siswa untuk
menilai proses hasil diskusi[27]
c.
Keterampilan
Mengelola Kelas
Islam prose belajar mengajar didalam
kelas perlu sekaliadanya penciptaan lingkungan yang memungkinkan anak dapat
belajar dengan tenang tanpa ada gangguan-gangguan, sehingga tujuan yang
ditetapkan dapat tercapai
Keterampilan menelola
kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar
yang optimal, dan keterampilan untuk mengembalikan kondisi belajar yang
optimal, apabila terdapat gangguan kecil dan sementara maupun yang bersifat
gangguan yang berlanjutan.
Dengan kondisi
demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengelola kelas adalah
kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal
bagi terjadinya proses belajar mengajar. Yang dimaksud kedalam hal ini adalah
misalnya penghentian tingkah laku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas oleh siswa, atau
penetapan norma kelompok yang produktif.
Menurut Syaiful Bakri
Djamarah keterampilan mengelola kelas adalah meliputi :
a.
Menunjukkan
sikap tanggap; memandang secara seksama gerak mendekati, memberikan pertanyaan,
dan memberi reaksi terhadap gangguan dan kekacauan siswa.
b.
Memberikan
perhatian, secara visual, secara verbal dan gabungan secara verbal dan visual.
c.
Memusatkan
perhatian kelompok; menyiagakan siswa dan menuntut tanggung jawab.
d.
Menegur;
tegas dan jelas, jangan kasar, menyakitkan dan menghina, menghindari ejekan dan
sebagainya.
e.
Memberikan
petunjuk-petunjuk yang jelas
f.
Memberikan
penguatan; menangkap siswa yang salah dan kemudian menegurnya, mengambil siswa
yang bertingkah laku kurang ajar sebagai contoh.[28]
d.
Keterampilan
Mengjar Kelompok Kecil dan Perorangan
Secara fisik yang menandai bentuk
pengajaran ini adalah jumlah siswa yang dihadapi oleh guru berkisar antara 3-8
orang untuk kelompok kecil, dan seorang perseorang. Ini tidak berarti bahwa
guru hanya menghadapi satu kelompok atau seorang siswa saja sepanjang waktu
belajar. Guru menghadapi banyak siswa yang terdiri dari beberapa kelompok yang
dapat bertatap muka baik secara perseorangan maupun kelompok. Sedangkan hakikat
pengajaran ini adalah :
xxx.
Terjadinya
hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan juga siswa dengan siswa
xxxi.
Siswa
belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing
xxxii.
Siswa
mendapatkan bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhan belajar mengajar
Komponen keterampilan
dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan :
a.
Keterampilan
mengadakan pendekatan pribadi menunjukan kehangatan, memberi respon, kesiapan
membantu siswa, mendengarkan secara simpati
b.
Keterampilan
mengorganisasi
c.
Keterampilan
membimbing dan memudahkan belajar
d.
Keterampilan
merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.[29]
Keterampilan mengajar kelompok kecil
dan perorangan merupakan suatu kebutuhan yangesensial bagi setiap guru yang
ingin meningkatkan kemampuan profesionalnya. Pengajaran perorangan adalah
merupakan satu cara belajar yang dapat memenuhi kebutuhan secara optimal,
sekaligus juga memberikan tanggung jawab belajar lebih besar kepada siswa.
4.
Faktor-faktor
Keterampilan Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah suatu
aspek dari lingkungan sekolah yang diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan
diawasi agar kegiatan belajar terarah kepada tujuan pendidikan. Pengawasan yang
dilakukan terhadap lingkungan itu turut menentukan sejauh mana menjadi
lingkungan belajar yang baik. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan
yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar memberikan rasa aman
dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan.
Kualitas dan
kuantitas belajar sisiwa didalam proses belajar mengajar tergantung pada banyak
faktor antara lain siswa didalam kelas, bahan-bahan pelajaran, perlengkapan
belajar, kondisi dan suasana dalam proses belajar mengajar. Adapun faktor lain
yang penting dalam proses belajar yang harus dilaksanakan oleh guru, meliputi :
a.
Perencanaan
instruksional
b.
Organisasi
belajar
c.
Menggerakkan
peserta didik
d.
Pengawasan
e.
Penelitian.[30]
B. Pembahasan Tentang Aspek Afektif (Sikap) Siswa
Pada Pendidikan Agama Islam
a.
Pengertian
Aspek Sikap Pendidikan Agama
Sebelum kita merumuskan pengertian
aspek afektif maka terlebih dahulu kita akan berbicara tentang pendidikan
agama.
Pengertian pendidikan
agama Islam tidak hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan saja yang bersifat
Islamologi, melainkan lebih menekankan aspek pendidikan dengan arah pembentukan
kepribadian muslim yang taat, berilmu dan beramal sholeh.
Pengertian tersebut
didasarkan kepada beberapa rumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli,
diantaranya yaitu :
a.
Prof.
Dr. Moh. Athiyah Al-Abrasyi, dalam bukunya Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam
menegaskan bahwa pendidikan agama ialah :
Untuk mendidik akhlak
dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan) membiasakan mereka dengan
kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci
seluruhnya ikhlas dan jujur.[31]
b.
Prof.
Dr. Oemar Mahmud Al-Taumy Al-Syaebany terjemahan Dr. Hasan Langgulung,
Mengatakan :
Ialah perubahan yang
diingini yang diusahakan dalam proses pendidikan atau kehidupan masyarakat
serta pada alam sekitar dimana individu hidup atau pada proses pendidikan itu
sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu kegiatan asasi dan sebagai kegiatan
proporsi diantara profesi asas dalam masyarakat.[32]
Berdasarkan definisi pendidikan agama
Islam diatas, jelaskan bahwa program pendidikan agama Islam sekalipun
konteksnya sebagai bidang studi, tidak sekedar menyangkut pemberian ilmu
pengetahuan agama kepada siswa melainkan yang lebih utama adalah menyangkut
pembentukan, pembinaan, dan pengembangan kepribadiaan muslim yang taat
beragama.
Istilah pengajaran
agama sebagaimana telah disinggung diatas, hanyalah merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan agama. Sebab melaksanakan pendidikan agama disekolah
sudah barang tentu akan memakai pengajaran agama sebagai alat, sedangkan
tujuannya tetap adalah mendidik agama. Sehubungan dengan itu, istilah bidang
studi hanyalah istilah kurikulum dan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan
program pendidikan agama Islam dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Sedangkan tujuan pendidikan
agama itu sendiri identik dengan tujuan hidup setiap muslim. Sebagaimana
pendapat M. Arifin yang mengatakan :
Tujuan
pendidikan Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran
untuk membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi lihur menurut ajaran Islam.
Tujuan
pendidikan Islam ialah mengarahkan dan membimbing manusia melalui proses
kependidikan. Sehingga menjadi oranng dewasa yanng berkepribadian muslim yang
taqwa serta berilmu pengetahuan dan berketerampilan, melaksanakan ibadah kepada
Tuhannya sesuai denngan nilai-nilai ajaran Islam.[33]
Setelah kita merumuskan pendidikan
agama serta tujuan maka selanjutnya kita akan memprediksi hasil yang akan
dicapai. Hasil belajar dalam aspek ini diperoleh melalui proses internalisasi,
yaitu suatu proses kearah pertumbuhan batiniah dan rohaniah siswa. Pertumbuhan
itu terjadi ketika siswa menyadari suatu nilai yang terkandung dalam pengajaran
agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu sistem nilai diri, sehingga
menuntun segenap pertanyaan sikap, tingkah laku dan perbuatan moralnya dalam
menjalani kehidupan ini.
Untuk mengetahui tingkah laku manusia
adalah adanya aspek-aspek psikologis sebagai penggerak tingkah laku tersebut.
Aspek ini dikenal dengan teori Taksonomi Bloom yaitu aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik. Ketiga asoek inni disebut juga dengan komponen sebagai
berikut :
1.
Kognitif
: artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya, terlepas pengetahuan
itu benar atau salah
2.
Afektif
: artinya dalam bersikap akan selalu mempunyai evaluasi emosional (setuju-tidak
setuju) mengenai objek sikapnya
3.
Konotatif
: artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek
sikapnya,mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) sampai pada
yanng sangat aktif (tindakan agresif).[34]
Bimo
Walgito memberikan pendapat secara umum bahwa sikap itu mengandunng tiga
komponen yang membentuk struktur sikap yaitu :
1.
Komponen
kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2.
Komponen
afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa
senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang
positif, sedangkan rasaa tidak senang merupakan hal yang negatif.
3.
Komponen
konotatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang
berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap. Komponen ini
memungkinkan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap obyek sikap.[35]
Dalam pendidikan itu, komponen kehidupan
emosional mempunyai pengertian sebagai berikut :
Zakiah Darajat,
mengatakan bahwa aspek afektif adalah bersangkut paut dengan sikap mental,
perasaan, dan kesadaran siswa.[36]
Nana Sudjana juga
mengatakan bahwa aspek afektif adalah berkaitan dengan sikap dan nilai, bahkan
bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi maka sikap
seseorang tersebut dapat diramalkan perubahannya.[37]
Berkaitan dengan hal tersebut maka
yang diharapkan oleh pendidik adalah setelah siswa mengikuti pelajaran agama
hendaknya mempunyai kesadaran bahwa apa yang telah diajarkan oleh guru atau
pendidik itu adalah benar dan dapat dipakai sebagai pedoman dalam menentukan
perbuatan setiap hari dalam kehidupannya.
b.
Tujuan
aspek afektif (sikap).
Ada beberapa tingkatan bidang afektif
sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai tingkat yang
dasar atau sederhana sampai tingkatan yang tertinggi yaitu :
1.
Penerimaan.
Yang
dimaksud dengan penerimaan adalah kesediaan siswa untuk mendengarkan dengan
sungguh-sungguh terhadap bahan pengajaran agama, tanpa melakukan penilaian
berprasangka atau menyatakan suatu sikap terhadap pengajaran itu.[38]
Penerimaan
tersebut merupakan suatu usaha yang sungguh dan dilaksanakan dengan penuh
kesadaran terhadap obyek di hadapannya, yaitu usaha seorang pendidik dalam
melaksanakan proses pengajaran agama sehingga mampu mempengaruhi jiwa anak
didik yang mendengarkannya.
Adapun
hal-hal yang mencakup penerimaan ini adalah meliputi :
1)
Penyadaran,
artinya siswa menyadari akan segala sesuatu yang sedang diberikan, sehingga ia
menarik perhatian penuh terhadapnya.
2)
Kemauan
untuk menerima, artinya siswa mau menerima berbagai kenyataan dalam pengajaran
agama.
3)
Perhatian
yang terarah, artinya setelah siswa memiliki persepsi, perhatianya terarah
kepada sesuatu rangsangan tertentu yang baru.
Dari
berbagai komponen penerimaan tersebut secara garis besar adalah usaha yang
dilakukan secara sadar dalam menerima rangsangan dari luar. Keadaan sadar
inilah akan menimbulkan gairah/kemauan dalam menerima kegiatan yang ada, dan
tentunya dengan perhatian yang terarah pada obyek yang diterimanya.
Sehingga
pada akhirnya tujuan penerimaan dari pendidikan tersebut dapat benar-benar
diterima oleh siswa dalam menentukan sikap sekaligus membenarkan apa yang
terdapat dalam kandungan isi Al-Qur’an.
2.
Memberikan
respon.
Berkenaan
dengan respon yang terjadi karena menerima atau mempelajari pelajaran agama.
Dalam hal ini siswa diberi motivasi agar menerima secara aktif, ada partisipasi
atau keterlibatan siswa dalam menerima pelajaran yang merupakan pangkal dari
belajar sambil berbuat.[39]
Merespon
ini menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a.
Persetujuan
untuk menjawab, artinya siswa berkemauan untuk menyesuaikan diri dan mengamati
berbagai ajaran dalam islam.
b.
Keikutsertaan
dalam menjawab, artinya ikut serta menjawab dengan kemauan sendiri dalam
berbagai kegiatan keagamaan dan tahu bilamana harus diam atau ikut berbicara
menyumbangkan pikiran.
c.
Keputusan
dalam menjawab, artinya siswa dapat memilih dan menentukan kepuasan dalam
melakukan berbagai kegiatan dan senang terhadap kebajikan dan keindahan sesuai
dengan ajaran Islam.[40]
Dari uraian tersebut difahami bahwa
usaha merespon atau menjawab tersebut adalah kelanjutan dari proses penerimaan
yang kita terima yakni pengajaran agama. Disamping itu siswa diberi kepercayaan
dalam mengungkapkan gagasan/ide dalam menyumbangkan pikirannya sehingga siswa
dapat menemukan kepuasan karena merasa diperhatikan sekaligus dihargai tentunya
dengan berpedoman pendidikan agama sehingga siswa akhirnya dapat merasakan
senang terhadap kebajikan dan keindahan yang sesuai dengan ajaran islam.
3.
Penghargaan
Jika hadiah adalah
ganjaran yang berupa barang maka penghargaan adalah kebalikannya. Tanda
penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan kegunaan barang-barang tersebut,
seperti halnya pada hadiah. Melainkan, tanda penghargaan dinilai dari segi
“kesan” atau ”nilai” kenangannya. Pada umumnya ganjaran simbolis ini lebih
besar pengaruhnya terhadap kehidupan jiwa anak. Tanda-tanda penghargaan yang
diperoleh anak ini akan merupakan sumber pendorong bagi perkembangan anak
selanjutnya. Semua tanda penghargaan yang diperoleh anak, akan merupkan kenang-kenanganj
abadi selama hidupnya, merupakan kekayaan batin yang tidak ternilai harganya.[41]
4.
Menemukan
Nilai
Sebagai pelajar yang
telah mencoba menginternalkan nilai-nilai dalam kehidupan nyata ia sering
menghadapi situasi yang relevan dengan banyak nilai. Nilai itu telah tertanam
secara konsisten pada sistemnya didalam dirinya telah efektif mengontrol
tingkah laku pemikilnya dan mempengaruhi emosinya. Disini siswa tersebut
dikatakan (a) karakteristiknya yang unik ialah dasar orientasinya telah
diperhitungkan berdasarkan rentang tingkah lakunya yang luas tetapi tidak
terpecah, dan (b) pandangan hhidupnya berupa keyakinan dirinya sendiri yang
mampu menghasilkan kesatuan dan konsistensi dalam berbagai aspek kehidupan.[42]
5.
Menciptakan
makna hidup
Makna hidup adalah hal-hal
yang oleh seseorang dipandang penting,
dirasakan berharga dan diyakini sebagai suatu yang benar dan dapat
dijadikan tujuan hidupnya. (hana djumhana bastaman, 1997 : 194)
Menurut frankl,
manusia dapat menemukan makna tidak hanya dari agama atau melalui realisasi
nilai-nilai keagamaan, tetapi juga bisa melalui realisasi nilai-nilai manusiawi
yang mencakup nilai kreatif, nilai estisis, nilai etis, dan nilai pengalaman (experimental
value). (E. Koeswara, 1987 : 41)
Ini berarti bahwa
manusia, disamping melalui kehidupan keagamaan, bisa menemukan atau menciptakan
makna hidup melalui bekerja, melalui pertemuan dan keindahan dan kebenaran,
melalui pertemuan dan cinta dengan sesama, dan pengalaman-pengalaman.
Frankl menyimpulkan
bahwa hidup bisa dibuat bermkna melalui tiga jalan, pertama, melalui apa yang
kita berikan (kerja kreatif). Kedua, melalui apa yang kita ambil dari hidup
(menemui keindahan, kebenaran dan cinta). Ketiga, melalui sikap yang kita
berikan terhadap ketentuan atau nasib yang tidak bisa kita ubah. (E Koeswara,
1987 : 41)
c.
Pembinaan
sikap siswa.
Salah satu faktor yang paling
menentukan berhasilnya suatu pendidikan ialah guru. Guru merupakan pendidikyang
tidak sedikit perannya terhadap pendidikan anak terutama dalam membina pribadi,
moral, akhlak, dan sikap.
Pembinaan sikap,
moral, dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil.
Pendidikan atau pembina pertama adalah orang tau kemudian guru. Semua
pengalaman yang dilalui siswa waktu kecilnya merupakan unsur penting dalam
pribadinya. Sikap siswa terhadap agama dibentuk pertama kali di rumah, melalui
pengalaman-pengalaman yang didapatkan dari orang tuanya yang kemudian
disempurnakan atau diperbaiki oleh guru disekolah. Apabila guru agama dapat
membuat dirinya disayangi atau dicintai oleh siswanya, maka pembiasaan sikap
positif terhadap agama akan mudah terjadi. Akan tetapi apabila guru agama tidak
disukai oleh siswa, maka akan sulit sekali baginya dalam membina sikap positif
sisiwa terhadap agama. Guru agama akan disenangi oleh siswa didiknya, apabila
guru itu dapat memahami perkembangan jiwa dan kebutuhan-kebutuhanya lalu
melaksanakan pendidikan agama itu dengan cara yang sesuai dengan tingkat usia
anak itu sendiri.
Sehubungan denga
tugas sebagai pembina atau pendidik dan ia juga merupakan bagian dari faktor
pendidikan selain faktor tujuan, anak didik, dan alat pendidikan, dimana satu
faktor dengan faktor yang lainnya mempunyai pengaruh dalam rangka mencapai
tujuan dari pendidikan, maka guru hendaknya dapat mempengaruhi sikap dan tingkah
laku yang positif terhadap siswanya oleh karena itu, guru harus memiliki sifat
yang dapat ditiru dan dapat mencerminkan ajaran-ajaran agama dalam hidupnya.
Dibawah ini akan
disebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh guru sebagai pembina atau pendidik
yaitu sebagai berikut :
1.
Ikhlas
Pendidikan hendaknya
mencanangkan niatnya semata-mata untuk Allah dalam seluruh pekerjaan
edukatifnya, baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan atau hukuman.
Ikhlas dalam
perkataan dan perbuatan adalah sebagai dari iman dan keharusan Islam. Allah
tidak akan menerima perbuatan tanpa dikerjakan secara ikhlas. Perintah untuk
ikhlas tercantum dalam Al-Qur’an :
“Padahal mereka tidak
disusruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (dengan ikhlas) kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus. (fotnote)
;;;;;;;;;;;;;;
Kerananya, pendidikan hendaknya
memurnikan niatnya dan bermaksud mendapatkan keridhoan Allah dalam setiap amal
perbuatan yang dikerjakan, agar diterima oleh Allah, dicintai anak-anak dan
muridnya. Disamping itu, apa yang dinasehatkan bisa membekas pada diri mereka.
2.
Taqwa
Sifat terpenting
lainnya yang harus dimiliki pendidik adalah taqwa, yang didefinisikan oleh para
ulama yaitu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan
larangannya.
Oleh karena itu
banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan dan menganjurkan untuk bertaqwa :
“Hai orang-orang yang
beriman,bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya
>>>>>>>>>>>
“Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kamu dan katakanlah perkataan yang benar ……………..
Para pendidik, sudah
barang tebtu termasuk orang-orang yang terkena perintah dan pengarahan diatas,
disamping orang yang harus melakukannya. Sebab,
pendidikan adalah penuntun yang akan diikuti dan ditiru, disamping
penanggung jawab pertama dalam pendidikan anak berdasarkan iman dan ajaran
Islam.
3.
Ilmu
Suatu hal yang telah
disepakati bersama, bahwa pendidik harus memiliki ilmu pengetahuan, perihal
pokokpokok pendidikan yang dibawa oleh syari’at Islam, menguasai hukum-hukum
halal dan haram, mengetahui prinsip-prinsip etika Islam, memahami secara global
peraturan-peraturan Islam dan kaidah-kaidah syari’at Islam.
Karenanya, syari’at
islam sangat besar memberikan perhatiannya terhadap ilmu pengeatahuan, sebesar
perhatian dalam pembentukan sikap ilmiah. Banyak ayat-ayat dan hadits-hadits
yang memerintahkan kaum muslim untuk mencari ilmu. Diataranya seperti tersebut
dibawah ini :
“Katakanlah : Adakah
sama orang-orang yang mengetahui (berilumu pengetahuan) dengan orang-orang yang
tidak mengetahui (tidak berilmu pengetahuan). ……………
“Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. ………..
Karenanya, setelah
mendapatkan arahan Al-Qur’an dan wasiat Rasulullah SAW. kini para pendidik
hendaknya membekali dirinya dengan segala ilmu pengetahuan yang bermanfaat
dengan metode-metode pendidikan yang sesuai untuk memdidik generasi muslim
4.
Sabar
Dari sifat-sifat
pokok yang menolong keberhasilan pendidikan dalam tugas pendidikannya,
disamping tanggung jawabnya membentuk dan memperbaiki, adalah sifat sabar, yang
dengan sifat itu anak akan tertarik kepada pendidiknya. Dengan kesabaran
pendidiknya, sang anak berhias dengan akhlak yang terpuji dan terjauh dari
perangai tercela. Ia akan menjadi malaikat dalam wujud manusia
Oleh karena itu,
Islam memberikan perhatian besar kepada sifat sabat ini, menganjurkan untuk
mendapatkan sifat itu didalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, agar
orang-orang khususnya pendidik dan juru dakwah mengetahui bahwa kesabaran
merupakan keutamaan moral dan spiritual yang paling besar, yang mengantarkan
manusia kepuncak keluhuran akhlak. Sebagian dari ayat-ayat itu adalah seperti
tersebut dibawah ini :
“Dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah akan menyukai
orang-orang yang berbuat kebaikan.
………..
“Tetapi orang yang
bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diutamakan. ………..
Karenanya
pendidik, hendaknya menghiasi dirinya
dengan kesabaran, kelemah lembutan, umatnya menginginkan kebaikan dan
perbaikan, petunjuk bagi generasi muslim dan perbaikan anak-anaknya.
5.
Rasa
tanggung jawab
Hal ini yang harus
diketahui pendidik dan hatinya adalah rasa tanggung jawab yang besar dalam
pendidikan anak, baik segi iman, perangai, pembentukan jasmani dan rohaninya,
maupun mempersiapkan mental dan sosialnya. Rasa tanggung jawab ini selamanya
akan mendorong secara keseluruhan dalam upaya mengawasi anak dan
memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasakan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kita
dapatkan Islam meletakkan masalah tanggung jawab pendidikan diatas pundak orang
tua dan pendidik. Dan Allah, diahari kemudian akan menuntut pertanggungjawaban
itu.
Dibawah ini apa yang
dikatakan Al-Qur’an tentang tanggung jawab tersebut :
“Dan perintahkan
kepada keluargamu mendiriksn shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
……………….
“Hai orang-orang
yangberiman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. ………….
Bertitik tolak dari
perintah Al-Qur’an dan pengarahan Nabawi ini, bagi setiap pendidik muslim,
berakal sehat dan bijak, wajib untuk menunaikan tanggung jawab ini sesempurna
mungkin, dengan kesadaran bahwa Allah akan murka bila menyia-nyiakan, dan azab
jahannam adalah balasannya.
Zuhairini mengatakan
bahwa untuk menjadi seorang guru harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut
antara lain ialah mempunyai ijazah formal, sehat jasmani dan rohani, dan
berakhlak baik. Bagi guru agama disamping harus mempunyai syarat-syarat
tersebut masih harus ditambah dengan syarat-syarat lain, yang oleh pihak
direktorat pendidikan agama telah ditetapkan sebagai berikut : memiliki pribadi
mukmin, muslim serta muhsin, taat untuk melaksanakan agama, memiliki jiwa
pendidikan, memiliki rasa kasih sayang kepada anak didik serta ikhlas,
mengetahui metodik, menguasai ilmu pengetahuan agama dan tidak cacat rohaniah
dan jasmaniah pada dirinya.
Jadi pembinaan sikap
siswa dapat dilakukan melalui pendidikan agama yang diberikan oleh guru agama
yang memiliki kriteria sebagaimana yang tersebut diatas. Pendidikan agama yang
diberikan itu mencakup pemberian pengetahuan agama, pemahaman tentang ajaran
agama dan keterampilan yang bersifat keagamaan atau yang disebut dengan proses
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
C. Pengaruh Keterampilan Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar Terhadap Aspek Afekti (Sikap) Siswa pada Bidang Studi Pendidikan Agama
Islam
Setelah dibahas
panjang lebar masing-masing variabel yang ada, dalam kesempatan ini akan
mencoba untuk mengkaitan kedua variabel tersebut, sehingga permasalahan adanya
keterampilan guru dalam proses belajar mengajar dan pengaruhnya terhadap aspek
afektif (sikap) siswa dapat terjawab.
Sebenarnya jika
diperhatikan antara keterampilan guru dalam proses belajar mengajar dan aspek
sikap siswa adalah merupakan dua unsur pembelajaran yang berkaitan.
Proses pengajaran
dipandang sebagai suatu usaha untuk mengubah tingkah laku atau sikap siswa. Dan
hasil belajar atau bentuk tingkah laku yang diharapkan itu diantaranya aspek
sikap.
Untuk lebih jelasnya
akan diuraikan masing-masing faktor keterampilan guru dalam proses belajar
mengajar dan pengaruhnya terhadap aspek afektif (sikap) siswa pada bidang studi
Pendidikan Agama Islam.
1.
Pengaruh
perencanaan instruksional dalam proses belajar mengajar terhadap aspek
afektif/sikap siswa
Sebagaimana diketahui bahwa tugas
seorang guru sebelum melaksanakan proses pengbelajaran adalah merencanakan
tujuan yang akan dicapai. Dan dalam
perencanaan ini selalu berkenaan dengan perkiraan mengenai apa-apa yang dicapai
sebagai hasil dari proses kegiatan belajar.
Dengan demikian
jelaslah, jika perencanaan instruksional dirumuskan secara proporsional maka
akan dapat mempengaruhi perilaku atau sikap siswa setelah mengalami proses
pembelajaran.
Oemar Hamalik
mengatakan bahwa aspek tujuan instruksional adalah yang paling utama, yang
harus dirumuskan secara jelas dan spesifik karena menentukan arah tindakan dan
mengajar. Tujuan-tujuan instruksional harus berpusat pada perubahan perilaku
atau sikap siswa yang diinginkan dan karenanya harus dirumuskan secara
operasional, dapat diukur dan dapat daiamti ketercapaiannya. …..
Jadi jelaslah dengan
perencanaan instruksional yang dirumuskan secara operasional maka akan dapat
mengarahkan siswa sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
2.
Pengaruh
pengorganisasian belajar dalam proses belajar mengajar terhadap aspek
afektif/sikap siswa
Setelah perencanaan
instruksional dirumuskan secara operasional sebagai salah satu keterampilan
guru dalam proses belajar mengajar, pengorganisasian belajar juga sangat
penting untuk diperhatikan. Hal ini sesuai dengan pendapat, bahwa
pengorganisasian belajar adalah :
Pengorganisasian
belajar berarti penataan interaksi belajar mengajar yang memungkinkan
terjadinya proses belajar pada diri anak didik. Keberhasilan pengorganisasian
belajar amat tergantung pada pandangan penata dalam menyusun unsur-unsur yang
relevan dengan tujuan-tujuan dan kemampuan serta keterampilannya untukmeramu
bagian-bagian yang dapat menjamin selangsungan belajar secara efektif
danefisien. …………..
Jadi dapat dipertegas
bahwa keberhasilan pengorganisasian belajar ini sangat bergantung pada tujuan
pembelajaran, sebagaimana pendapat Oemar Hamalik diatas bahwa tujuan
pembelajaran harus berpusat pada perubahan sikap siswa sebagai wujud akhir yang
dapat diamati sebagai arah tindakan belajar yang efektif dan efisien.
3.
Pengaruh
menggerakkan peserta didik dalam proses belajar mengajar terhadap aspek
afektif/sikap siswa
Dalam kegiatan belajar, maka motivasi
dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar sesuai dengan tujuan. Dan dikatakan keseluruhan
karena pada umumnya ada beberapa motiv yang bersama menggerakkan siswa untuk
belajar. ……….
Kemudian dalam
kegiatan belajar mengajar, yang penting adalah bagaimana menciptakan kondisi
atau proses yang mengarahkan siswa melakukan aktivitas belajar. Hal ini sudah
barang tentu peran guru sangat penting dalam usaha menumbuhkan agar anak didik
melakukan aktivitas dengan baik.
Ngalim Purwanto dalam
buku Psikologi Pendidikan mengatakan :
Untuk
pengembangan motivasi yang baik pada anak didik kita, disamping kita harus
menjauhkan sugesti negatif yang dilarang agama atau yang bersifat asosial dan
asusila, yang lebih penting lagi adalah membina pribadi agar dalam diri anak
didik terbentuk motiv yang mulia, luhur, dan diterima masyarakat.
Berpijak pada pendapat
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi yang baik perlu dibina dan
dikembangkan sehingga terbentuk motiv yang mulia dan tidak menyimpang dari
norma-norma yang baik. Pada akhirnya motivasi tersebut dapat menuntun siswa
pada suatu perubahan dalam pribadinya.
4.
Pengaruh
pengawasan dalam proses belajar mengajar terhadap aspek afektif/sikap siswa
Dalam Islam, proses belajar mengajar,
pengawasan ini bertujuan untuk memonitor kemajuan yang telah dicapai bila
terjadi penyimpangan segera dapat dibetulkan atau diperbaiki.
Dan dalam pengawasan
ini langkah yang ditempuh untuk mengetahui hasil belajar adalah dengan
mengadakan tindakan evaluasi. Dengan kata lain, evaluasi memungkinkan kita
sebagai guru mengerjakan fungsi kontrol atau pengawasan.
Pada umumnya terdapat
tiga hal pokok sebagai sasaran didalam evaluasi, yaitu :
a.
Segi
tingkah laku murid, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian
sebagai akibat dari proses belajar mengajar
b.
Segi
isi pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh guru
dalam proses belajar mengajar
c.
Segi-segi
yang menyangkut proses belajar mengajar itu sendiri, yaitu bahwa proses belajar
mengajar tersebut perlu diberi penilaian secara objektif dari guru sebab baik
tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya belajar yang
dicapai oleh siswa. ……..
Ketiga sasaran diatas
harus dievaluasi dengan menyeluruh, yaitu jangan hanya dinilai dari segi
penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus dinilai dari segi-segi
perubahan tingkah laku atau sikap dalam proses belajar mengajar.
5.
Pengaruh
penelitian dalam proses belajar mengajar terhadap aspek afektif/sikap siswa
Setelah evaluasi kita berikan
selanjutnya kita tahu apakah hasil tersebut telah sesuai dengan apa yang
diinginkan atau belum. Untuk itu seorang guru dituntut untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut agar mendapatkan kebenaran yang baru. Hal ini berkaitan
dengan hakikat manusia yang selalu berkembang sejalan denga ilmu dan
pengetahuan.
Penilaian sangat
penting dalam upaya membantu mengembangkan perilaku atau sikap siswa, sehingga
kepuasan akan dirasakan sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan tentunya hal
ini berkaitan dengan kegiatan belajar yang dipimpin dan diarahkan oleh guru.
Dengan pengalaman belajar tersebut akan tampak pada perubahan perilaku anak
atau pola kepribadiannya.
Penilaian adalah
program untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau faidah suatu
pengalaman. Adapun yang dimaksud dengan pengalaman disisi adalah pengalaman
yang diperoleh berkat proses pendidikan, pengalaman itu jelas tampak pada
perubahan itu adalah berkat kegiatan belajar. Jadi pengelaman yang diperoleh anak adalah pengalaman sebagai
hasil belajar disekolah. Dalam hal ini pennilaian adalah usaha untuk memeriksa
sejauhmana anak mengalami kemajuan belajat atau telah mencapai tujuan belajar.
…………
Jadi berdasarkan
uraian tentang masing-masing aspek keterampilan guru dalam proses belajar
mengejar dan pengaruhnya terhadap aspek afektif/sikap siswa, dapat disimpulkan
bahwa siswa dapat berprilaku atau bersikap dengan baik dalam kegiatan
pembelajaran yang dibina dan diarahkan oleh guru dalam pendidikan disekolah
sehingga dapat diharapkan penerapannya dalam khidupan sehari-hari.
[1]
Amstrong, Supervisi Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal.
33
[2] M.
Ali, Guru Dalam Proses belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru
Algesindo, 1987, hal. 12
[3] S.
Nasution, Didaktik Asas-asas
Mengajar, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, hal. 4
[4]
Roestiyah N. K, Didaktik Metodik, Jakarta, Bumi Aksara, 1989,
hal. 2
[5]
Cecep Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses
Belajar Mengjar,Bandung, Remaja Rosdakarya, 1991, hal. 1
[6] M.
Ali, Guru Dalam Proses belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru
Algesindo, 1987, hal. 14
[7]
Mahfud Salahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, Surabaya, Bina
Ilmu, 1990, hal. 30
[8]
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta,
Rja Grafindo Persada, 1987, hal. 46
[9] Ibid,
hal. 47
[10]
Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar
Baru Algesindo, 1987, hal. 13.
[11]
Piet Sahertian, Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Program Inservice Education, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal. 100.
[12]
Fakultas Tarbiyah IKAHA, Keterampilan Dasar Mengajar, USB, Fak.
Tarbiyah IKAHA, 1994, hal. 2
[13]
Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal.
100
[14]
Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha
Nasional, 1993, hal. 95
[15]
Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal.
102
[16]
Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha
Nasional, 1993, hal. 100
[17]
Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal.
103
[18]
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 1990, hal. 77
[19] Ibid,
hal. 81.
[20]
Fakultas Tarbiyah IKAHA, Keterampilan Dasar Mengajar, USB, Fak.
Tarbiyah IKAHA, 1996, hal. 24
[21]
Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha
Nasional, 1993, hal. 106
[22]
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 1990, hal. 85
[23]
Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha
Nasional, 1993, hal. 107
[24]
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 1990, hal. 85
[25]
Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha
Nasional, 1993, hal. 106
[26]
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 1990, hal. 86
[27] Ibid,
hal. 87
[28]
Syaiful Bahri Dajamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,
Syrabaya, Usaha Nasional, 1991, hal. 112
[29]
Piet Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Bineka Cipta, 1992, hal.
105
[30]
A. Tabrani Rusyan dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar,
Jakarta, Remaja Karya, 1990, hal. 182-183
[31]
M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta,
Bulan Bintang, 1970, hal. 10-11
[32]
Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaebany, Falsafah Pendidikan Islam,
Jakarta, Bulan Bintang, 1979, 399
[33]
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Agama, Jakarta, Bulan Bintang,
1977, hal. 9
[34] M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial
Dasar, Bandung, Eresco, 1993, hal. 235
[35] Bimo Walgito, Psikologi Sosial,
Yogyakarta, Andi Offset, 1994, hal. 110
[36]
Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta,
Bumi Aksara, 1995, hal. 201
[37]
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 1989, hal. 29
[38]
Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta,
Bumi Aksara, 1995, hal. 202
[39] Ibid,
hal. 203
[40] Ibid,
hal. 203
[41]
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya,
Usaha Nasional, 1995, hal. 161
[42]
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya,
1991, hal. 53
No comments:
Post a Comment