Breaking

Monday, January 23, 2023

Keterampilan Guru dalam Mengajar (Keterampilan Mengajar)

  Keterampilan Guru dalam Mengajar  (Keterampilan Mengajar)

A. Pembahsan Tentang Keterampilan Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
1. Pengertian Keterampilan Mengajar
        Salah satu kemampuan dasar yang dimiliki oleh guru adalah kemampuan dalam keterampilan mengajar. Kemampuan dalam keterampilan mengajar ini membekali guru dalam melaksanakan tugas dan tanggng jawabnya sebagai pengajar. Keterampilan mengajar adalah untuk mencapai tujuan pengajaran.

Adapun definisi keterampilan mengajar guru adalah sebagaimana pendapat Amstrong dkk yaitu kemampuan menspesifikasi tujuan performasi, kemampuan mendiagnosa murid, keterampilan memilih strategi penajaran, kemampuan berinteraksi dengan murid, dan keterampilan menilai efektifitas pengajaran.[1]
Adapun mengajar merupakan proses yang komplek, tidak sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada siswa.karena itu banyak terdapat aneka ragam pengertian mengajar, antara lain:
Menurut M.Ali (1987:12) mengartikan mengajar adalah : “Segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan”[2].
Sedangkan menurut Nasution (1995:4) memberikan definisi mengajar yang lengkap sebagai berikut:
1.   Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada anak.
2.   Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada anak.
3.   Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisir atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar.[3]

Menurut O. Screeuder (dalam Roestiyah 1989:2) mengajar adalah : “kegiatan yang dilakukan guru dengan memakai bahan pelajaran sebagai medium untuk membawa anak-anak dalam pembentukan pribadi termasuk kegiatan pembentukan kejasmanian”.[4]
Setelah diketahui definisi keterampilan dan mengajar maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan mengajar adalah semua aspek kemampuan guru yang berkaitan erat dengan berbagai tugas guru yang berbentuk keterampilan dalam rangka memberi rangsangan dan motivasi kepada siswa untuk melaksanakan aktuvitas oleh guru adalah ketermpilan untuk membimbing, mengarahkan, membangun siswa dalam belajar guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan secara terpadu.

2. Pengertian Proses Belajar Mengajar
Tugas utama guru adalah menciptakan suasana didalam proses belajar mengajar yang dapat memotivasi peserta didik untuk belajar dengan baik dan sungguh-sungguh.Untuk itu guru seharusnya memiliki keterampilan /kemampuan dalam interaksi belajar mengajar yang baik,salah satu keterampilan kemampuan dalam mengatur proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar adalah suatui aspek dari lingkungan ini diatur dandiawasi kegiatanbelajar terarah kepada tujuan pendidikan.
Dalam pengturan dan pengawasan kegiatan belajar tersebut adalah perandantugas seorang guru, guru harus memahami dan menghayati para siswa yang  dibinanya karena wujud siswa setiap saat tidak akan sama sejalan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi. Oleh sebab itu, gambaran prilaku guru yang diharapkan dapat mempengaruhi pribadi siswa dalam melakukan proses belajar mengajar, serta mampu mengantisipasi perkembangan keadaan dan tuntutan masyarakat pada masa yang akan datang.[5]
Demikian juga guru dalam  proses belajar mengajar harus memiliki keterampilan tersendiri guru mencapai harapan yang dicita-citakan dalam melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar pada khususnya.
Untuk memiliki keterampilan tersebut maka guru perlu membina diri dengan baik, karena fungsi guru itu sendiri adalah membina dan mengembangkan kemampuan siswa secara profesional dalam proses belajar mengajar.

a.   Pengertian Belajar
Usaha pemahaman tentang pengertian belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar dari beberapa hali mencoba merumuskan dan membuat tafsiran mereka itu berbeda satu sama lain.
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku, akibat interaksi individu dengan lingkungan.[6]
Perilaku itu mengundang pengertian yang luas hal ini mencakup pengeathuan, keterampilan, sikap dan sebagainya, dan setiap perilaku ada yang nampak atau bisa diamati ada pula yang tidak bisa diamati.
Pengertian tersebut identik dengan pandangan modern, dimana dalam hal ini individu dinyatakan melakukan kegiatan-kegiatan belajar, jika ia memperoleh hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya.[7]
Jelasnya pepengertian belajar menurut pandangan modern ini, siswa yang belajar dipandang sebagai organisme yang hidup sebagai satu keseluruhan yang bulat. Ia bersifat dan senantiasa mengadakan interaksi dengan lingkungannya, menolak, menerima, mencari diri terhadap lingkungannya.
Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang berdasarkan proses pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan. Perubahan itu sendiri beransur-ansur dimulai dari sesuatu yang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau dimilikinya dipergunakan sampai pada suatu saat untuk dievaluasi oleh yang menjalani proses belajar itu.
Jadi pada intinya, bahwa orang yang belajar tidak sama keadaannya dengan mereka sebelumnya melakukan perbuatan belajar, maka dapat disimpulkan:
1.   Bahwa dalam belajar, faktor tingkah laku harus ada dan tidak dikatakan belajar apabila  didalamnya tidak ada perubahan tingkah laku.
2.   bahwa dalam perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan kecakapan baru
3.   bahwa perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha yang disengaja

b.   Pengertian Mengajar
Kegiatan belajar mengajar telah berlangsung sejak dahulu kala, sejak manusia diciptakan dan memulai kehidupannya. Arti mengajar pun tentu saja sangat komplek dan beraneka ragam sesuai dengan kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan.
Mengajar pada dasarnya merupakan usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.[8]
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik, menurut pengertian itu berarti tujuan tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapat atau menguasai pengatahuan.[9]
Konsekwensi semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya.sehingga pelajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang memegang posisi kunci dalam belajar mengajar dikelas. Guru menyampaikan pengetahuan yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu pengajaran yang intelektualistik.
Menurut pandangan William H. Burton, mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang ( stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Dalam hal ini Burton memandang bahwa bahan pelajaran hanya merupakan bahan perangsang saja, sedangkan arah yang akan dituju oleh proses belajar adalah tujuan pengajarannya diketahui oleh siswa.[10]
Dari pendapat Burton tersebut, dapat dikatakan bahwa dengan strategi mengajar tertentu proses belajar dapat terbimbing secara lebih baik, dengan memberikan tugas atau latihan, misalnya siswa diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian berbagai pendapat tentang pengertian belajar dan mengajar atau proses belajar mengajar dimana dalam proses tersebut merupakan interaksi antara siswa sebagai pehak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mangajar.

3. Bentuk-bentuk Keterampilan Mengajar
Seperti yang telah diketahui bahwa mengajar merupakan suatu sistem yang komplek dan integratif dari sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan terhadap seseorang mengajar dikatakan sistem yang komplek karena dalam mengajar guru tidak hanya sekedar memberi informasi secara lisan kepada siswa, akan tetapi dalam mengajar guru harus dapat menciptakan situasi lingkungan yang memungkinkan anak secara aktif belajar, sehingga guru harus melibatkan beberapa komponen dan kompetensi interaksi belajar mengajar.
Untuk lebih jelasnya tentang beberapa konsep keterampilan mengajar, maka berikut ini akan diuraikan dari masing-masing keterampilan mengajar yang harus dikuasai oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar diantaranya :
a.   Keterampilan Bertanya
Memberi pertanyaan kepada siswa merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar mengajar, karena metode apapun yang digunakan, tujuan pengajaran apapun yang ingin dicapai, maka bertanya kepada siswa merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan. Karena pertanyaan yang diajukan kepada siswa pada dasarnya bertujuan agar siswa lebih meningkatkan belajarnya dan berfikir terhadap pokok bahasan yang sedang dipelajari.
Piet A. sahertian dan Ida Alaeida sahertian menyimpulkan bahwa keterampilan bertanya adalah keterampilan yang berisi ucapan verbal yang diminta respon dari seseorang yang dikenal.[11]
Sedangkan respon yang dimaksud adalah dapat berupa pengetahuan sampai hasil pertimbangan. Jadi dapat disimpulkan bertanya adalah merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berfikir. Seorang guru yang mengajukan pertanyaan dengan menggunakan keterampilan bertanya secara tepat mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah :
1.   Mengbangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu pokok bahasan.
2.   Memusatkan perhatian siswa terhadap suatu pokok bahasan.
3.   Mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang mengahmbat siswa belajar.
4.   Mengembangkan cara belajar siswa aktif
5.   Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasimilasikan informasi.
6.   M endorong siswa mengemukakan pandangannya dalam diskusi.
7.   Menguji dan mengukur hasil belajar siswa.[12]

 Dalam usaha mencapai tujuan diatas, ada beberapa hal yang mendapat perhatian guru waktu menggunakan keterampilan bertanya dasar maupun keterampilan bertanya lanjut misalnya, kehangatan dan keantusiasan, mengulangi pertanyaan sendiri, menjawab pertanyaan sendiri, menentukan siswa tertentu untuk menjawab, pertanyaan ganda.
Keterampilan dibedakan atas keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan, keterampilan bertanya dasar perlu diterapkan dalam mengajukan segala jenis pertanyaan, sedangkan keterampilan bertanya lanjutan merupakan lanjutan dari pada keterampilan bertany dasar yang lebih mengutamakan usaha mengembangkan kemampuan berfikir siswa, memperbeser partisipasi dan mendorong siswa agar berinisiatif sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus dapat membedakan antara keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan, karena keduanya memiliki kaitan dalam menguji siswa terhadap pelajaran-pelajaran yang telah disampaikan dikelas dalam proses belajar mengajar.
Menurut Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian mengemukakan komponen keterampilan bertanya :
1.   Keterampilan dasar
a.   Pengungkapan pertanyaan jelas dan singkat
b.   Pemberian acuan
c.   Pemindahan giliran
d.   Penyebaran pertanyaan
e.   Pemberian waktu berfikir
f.     Pemusatan kearah jawaban yang diminta
2.   Keterampilan lanjutan
a.   Mengubah tuntunan tingkat kognitif pertanyaan
b.   Urutan pertanyaan harus ada urutan logis
c.   Melacak
d.   Keterampilan mendorong adanya interaksi antar siswa.[13]

Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa penguasaan keterampilan bertanya bagi guru sangat penting, karena dengan penggunaan keterampilan bertanya yang efektif dan efisien dalam proses belajar mengajar diharapkan timbul perubahan sikap pada guru dan siswa, misalnya perubahan pada guru, banyak memberikan informasi, banyak menggunakan interaksi, pada siswa lebih banyak mendengarkan informasi serta menjadi lebih banyak berpartisipasi.

b. Keterampilan memberi penguatan
Dalam proses belajar mengajar, penghargaan atau pujian terhadap perbuatan yang baik dari siswa merupakan hal yang sangat diperlukan, sehingga dengan penghargaan atau pujian itu diharapkan siswa akan terus berusaha berbuat lebih baik.
Soetomo menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemberian penguatan adalah : ”Suatu respon positif dari guru kepada anak yang telah melakukan suatu perbuatan baik”.[14]
Sebagaimana diketahui bahwa penghargaan yang positif terhadap seseorang akan memperbaiki tingkah laku serta meningkatkan usahanya. Oleh karena itu penguatan terhadap siswa dan segala aktifitasnya sangat dibutuhkan dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan proses belajar. Memberi penguatan dalam kegiatan mengajar kelihatannya sederhana saja yaitu antara lain dinyatakan dalam bentuk kata-kata membenarkan, kata-kata pujian, senyuman atau anggukan, padahal pemberian penguatan dalam kelasakan mendorong siswa meningkatkan usahanya dalam kegiatan belajar mengajar dan mengembangkan hasil belajarnya. Pemberianpenguatan dalam proses belajar mengajar mempunyai tujuan diantaranya:
1.   Meningkatkan perhatian siswa.
2.   Memudahkan proses belajar.
3.   Membangkitkan dan mempertahankan motivasi.
4.   Mengontrol dan mengubah sikap yang mengganggu kearah sikap tingkah laku belajar yang produktif.
5.   Mengatur diri sendiri cara berfikir yang baik dan inisiatif pribadi.[15]


Mengingat sangat pentingnya peranan pemberian penguatan dalam proses belajar mengajar, maka perlulah guru melatih diri secara teratur dan terarah tentang keterampilan memberi penguatan terdiri dari beberapa komponen yang perlu difahami dan dikuasai penggunaannya oleh guru agar ia dapat memberikan penguatan secara bijaksana dan sistematis komponenitu adalah sebagai berikut :
1.  Penguatan Verbal
Biasanya digunakan atau atau diutarakan dengan menggunakan kata-kata pujian, penghargaan, persetujuan, dan sebagainya, misalnya bagus, bagus sekali, betul, pintar, sertatus buat kamu.
2.  Penguatan non verbal
a.   Penguatan gerak isyarat, misalnya anggukan kepala, senyuman, acungan jempol, wajah cerah, sorot mat yang sejuk bersahabat atau tajam menantang.
b.   Penguatan pendekatan: guru mendekati siswa untuk menyatakan perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku, atau penampilan siswa misalnya guru berdiri disamping siswa, menuju siswa, duduk dengan siswa atau sekelompok siswa.
c.   Penguatan dengan sentuhan, guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap usaha penampilan siswa dengan cara menepuk-nepuk bahu atau berjabat tangan mengangkat tangan siswa yang menang dalam pertandingan.
d.   Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang disenangi siswa sebagai penguatan.misalnya siswa yang menunjukan kemajuan dalam pelajaran musik ditunjuk sebagai pemimpin paduan suara.
e.   Penguatan berupa simbol atau benda. Penguatan ini dilakukan dengan cara menggunakan sebagai simbol berupa benda kartu bergamba, komentar tertulis pada siswa, bintang plastik, lencana.
f.     Jika siswa mwmberikan jawaban yang hanya sebagian saja benar, guru hendaknya tidak menyalahkan siswa. Dalam keadaan ini hendaklah guru memberi penguatan tak penuh misalnya: ya, jawabanmu sudah baik tapi masih perlu disempurnakan.
c. Keterampilan mengadakn variasi
Memberi variasi dalam proses belajar mengajar merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan oleh guru, karena semakin banyak guru memberikan variasi dalam proses mengajar maka semakin berhasillah pengajarannya. Sebaliknya guru yang terus menerus mengajar dengan memberikan ceramah dari awal sampai akhir akan menimbulkan kebosanan pada siswa.
Soetomo mengemukakan pemberian variasi dalam proses belajar mengajar diartikan sebagai perubahan pengajaran dari yang satu kepada yang lain, dengan tujuan untuk menghilangkan kebosanan dan kejenuhan siswa dalam menerima bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa dapat aktif lagi dan berpartisipasi dalam belajarnya.[16]
Sedangkan menurut piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian menyimpulkan bahwa : menggunakan variasi adalah perubahan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga ada rasa ketekunan, antusiasme, serta berperan secara aktif.[17]
Dari definisi memberi variasi yang dikemukakan oleh kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian variasi itu mempunyai arti suatu kegiatan guru dalam kontek proses belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam situasi belajar mengajar murid yang bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa, senantisa menunjukan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi. Kebosanan merupakan masalah yang selalu terjadi dimana-mana dan orang selalu berusaha menghilangkan atau setidak-tidaknya mencoba menguranginya. Oleh sebab itu, murid menginginkan adanya variasi dalam proses belajarnya, sehingga belajar itu sendiri lebih menarik dan lebih hidup. Dengan demikian lebih dapat memusatkan perhatian mereka, dan belajar lebih berhasil. Pemberian variasi tepat dalam proses belajar mengajar akan dapat memberi manfaat bagi  siswa yaitu:
1)   Untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek belajar mengajar yang relevan
2)   Untuk memberikan kesempatan bagi perkembangannya bakat ingin mengetahui menyelidiki pada siswa tentang hal-hal yang baru.
3)   Untuk memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbekal cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.
4)   Guna memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pelajaran yang disenangi.[18]

Dengan adanya tujuan tersebut. Seorang guru hendaknya mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar baik itu variasi dalam gaya mengajar, variasi pola interaksi dan kegiatan siswa. Berikut ini akan diuraikan komponen-komponen keterampilan mengadakan variasi :
1)   Variasi dalam gaya mengajar
-   Variasi suara, keras lemah
-   Pemusatan perhatian siswa
-   Kesenyapan atau kebisuan guru
-   Kontak pandang
-   Gerak bedan dan mimik
-   Perubahan posisi guru

2)   Variasi penggunaan media dan bahan pengajaran
-   Media dan bahan yang dapat didengar misalnya rekaman suara, radio, musik, sosiodrama.
-   Variasi alat atau bahan yang dapat dilihat misalnya grafik, bagan, poster, diodrama film, slide.
-   Variasi alat atau bahan yang dapat diraba, dimanipulasi dan digerakkan misalnya boneka, topeng, pantung.
-   Variasi alat atau bahan yang dapat didengar dan diraba, misalnya televisi, radio, slide proyektor yang diiringi penjelasan baru.

3)   Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa
Perubahan interaksi antara kedua kutud tadi akan berakibat pola-pola kegiatan yang dilakukan siswa.
Uzer Usman mengemukakan jenis pola interaksi, gaya interaksi dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pola murid guru
Komunikasi sebagai aksi (satu arah)

b. Pola guru-murid-murid
Ada balikan (feed back) bagi guru tidak ada interaksi antara siswa (komunikasi sebagai interaksi)

c. Pola guru-guru-murid
Ada balikan bagi guru, siswa saling belajar satu sama lain

d. Pola guru-murid, murid-guru, murid
Interaksi optimal antara guru dengan murid dan antara murid dengan murid (komunikasi sebagai transaksi, multiarah)

e. Pola Melingkar
Setiap siswa mendapat giliran untuk mengemukakan sambutan atau jawaban, tidak diperkenankan berbicara dua kali apabila siswa belum mendapat giliran

Penggunaan variasi pola interaksi dimaksud agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan murid dalam mencapai tujuan. Dengan mengubah pola interaksi ini guru dengan sendirinya mengubah belajar murid, tingkat dominasi guru dan keterlibatan murid, tingkat tuntutan kognitif, serta susunan kelas.

d. Keterampilan Menjelaskan
Kegiatan menjelaskan dalam proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan oleh guru, karena apapun yang disampaikan, apapun jenis sekolah, dan bagaimanapun yang disampaikan, apapun jenis sekolah, dan bagaimanapun tingkat umur siswa, maka kegiatan menjelaskan selalu harus dilaksanakan oleh guru, hanya saja cara penyampaiannya dan kualitasnya yang berbeda-beda melihat semua komponen diatas dan menyesuaikan dengan situasi pada waktu itu.
Uzer Usman mengemukakan yang dimaksudkan dengan keterampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lain, misalnya antara sebab dan akibat, definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui.[19]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan menjelaskan adanya suatu penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik yang menunjukkan hubungan yang harus dikuasai oleh guru secara efektif dan efisien agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai guru dalam memberikan penjelasan didalam kelas :
1.   Untuk membimbing siswa memahami hukum dengan jelas jawaban pertanyaan “mengapa” yang meraka sajikan ataupun yang dikemukakan oleh guru.
2.   Menolong siswa mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-prinsip umum secara objektif dan bernalar.
3.   Melibatkan murid untuk berfikir dengan memecahkan masalah-masalah atau pertanyaan.
4.   Untuk  mendapatkan balikan dari siswa mengenai tingkat pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahan pengertian mereka.
5.   Menolong siswa untuk menghayati dan mendapatkan proses penalaran dan penggunaan bukti dalam menyelasaikan keadaan yang meragukan.[20]

Memberikan penjelasan merupakan salah satu aspek yang amat penting dari kegiatan guru dalam interaksi dengan siswa kelas. Oleh sebab itu, hal ini haruslah dibenahi untuk ditingkatkan keefektifannya agar tercapai hasil yang optimal dari penjelasan dan pembicaraan guru tersebut sehingga bermakna bagi murid. Dengan demikian seorang guru harus mengetahui komponen keterampilan menjelaskan yaitu :
a.   Merencanakan, penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.
b.   Menyajikan penjelasan. Yang perlu diperhatikan :
-         Kejelasan : Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.
-         Penggunaan contoh dan ilustrasi : dalam memberikan penjelasan sebaiknya digunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
-         Pemberian tekanan : guru harus memusatkan perhatian siswa kepada masalah pokok yang mengurangi informasi yang tidak begitu penting.
-         Penggunaan balikan : guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan pemahaman, keraguan, atau ketidak mengertian ketika penjelasan itu diberikan.

e. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
1.   Membuka pelajaran
Membuka pelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar untuk menciptakan suasana yang menjadikan siswa siap mental dan menimbulkan perhatian siswa terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari sehingga usaha itu akan dapat terpengaruh positif terhadap kegiatan dan hasil belajar siswa.
Soetomo mengutip sabda Rasulullah dalam haditsnya yang berbunyi :

“Dari Abi Hurairah ra. Berkata Rasulullah SAW bersabda : setiap perkataan yang mengandung kebaikan yang tidak dimulai dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang maka terputus (tidak membawa barokah)[21]


Dengan kata lain membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prakondisi bagi murid agar mental dan perhatiannya terpusat pada apa yang akan dipelajarinyasehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar.
Kegiatan membuka pelajaran semacam ini tidak saja harus dilakukan pada awal jam pelajaran tetapi juga pada awal setiap penggal kegiatan dari inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu. Sehingga muris diharapkan akan dapat terdorong untuk mengikuti materi pelajaran yang akan disampaikan.
Uzer Usman menjelaskan komponen keterampilan membuka pelajaran sebagai berikut :
1.   Menarik perhatian siswa, antara lain dengan:
                ii.    Gaya mengajar guru
               iii.    Penggunaan alat bantu pelajaran
              iv.    Pola interaksi yang bervariasi
b)   Menumbulkan motivasi dengan cara:
               v.    Kehangatan dan kentusiasan
              vi.    Menumbulkan rasa ingin tahu
             vii.    Mengemukakan ide yang bertentangan
           viii.    Memperhatikan minat siswa
c)   Memberi acuan melalui berbagai usaha :
              ix.    Mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas
               x.    Menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan
              xi.    Mengingatkan masalah pokokyang akan dibahas
             xii.    Membuat pertanyaan-pertanyaan
d)   Membuat kaitan atau hubungan diantara meteri-meteri yang akan dipelajari dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasi oleh siswa.[22]

Dari berbagai hal yang dilakukan diatas dengan tujuan agar anak dapat memusatkan perhatian kepada materi yang akan disampaikan guru dan telah siap untuk menerima materi itu.

a.                           Menutup pelajaran
 Menutup pelajaran adalah “kegiatan guru untuk mengakhiri proses belajar mengajar”.[23]
Dengan demikian dapat disimpulkan usaha menutup pelajaran tersebut dimaksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dicapai siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan komponen menutup pelajaran guru adalah :
a.   Meninjau kembali penguasaan inti pelajaran dengan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan.
b.   Mengevaluasi, dengan bentuk antara lain :
           xiii.    Mendemontrasikan keterampilan
           xiv.    Mengaplikasikan ide baru pada situasi lain
            xv.    Mengeksplorasikan ide baru pada situasi lain
           xvi.    Memberikan soal-soal tertulis[24]

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam Haditsnya yang berbunyi :


“Dari Abi Hurairah ra. Berkata Rasulullah SAW bersabda : setiap perkataan yang mengandung kebaikan yang tidak dimulai dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang maka terputus (tidak membawa barokah)[25]
      
Dengan demikian kegiatan membuka dan menutup pelajaran tidak mencakup urutan-irutan kegiatan rutin, seperti menertibkan siswa, mengisi daftar hadir, memberi tugas rumah, sebaiknya yang menjadi pusat perhatian dalam membuka dan menutup pelajaran adalah kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya langsung denganpenyampaian pelajaran. Sedangkan tujuan pokok dari membuka pelajaran adalah untuk menyiapkan mental siswa dan menimbulkan minat serta permusatan perhatian siswa terhadap apa yang akan dibicarakan dalam proses belajar mengajak, dan menutup pelajaran supaya dapat mengetahui tingkat keberhasilan dalam mempelajari pelajaran itu.

b.   Keterampilan Mebimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah.[26]
Dengan kata lain diskusi kelompok adalah merupakan salah satu strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui suatu proses yang memberi kesempatan untuk berfikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Pengertian diskusi kelompok dalam kegiatan belajar mengajar tidak jauh berbeda dengan pengertian diatas. Siswa berdiskudi didalam kelompok-kelompok kecil, dibawah pimpinan guru atau temannya, untuk berbagai informasi dan mengambil suatu keputusan.
Komponen keterampilan membimbing diskusi yang dikemukakan Uzer Usman adalah :
a.   Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, caranya adalah sebagai berikut :
         xvii.    Rumusan tujuan dan topik yang akan dibahas pada awal diskusi.
        xviii.    Kemukakan masalah-masalah khusus
           xix.    Catat perubahan atau penyimpangan diskusi dari tujuan
            xx.    Rangkuman hasil pembicaraan dalam diskusi
b.       Memperjelas masalah atau urunan pendapat, dengan cara :
           xxi.    Menguraikan kembali atau merangkum ulang tersebut hingga menjadi jelas
         xxii.    Meminta komentar siswa dan mengajukan pertanyaan
        xxiii.    Menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi
c.   Menganalisa pandangan siswa
       xxiv.    Meneliti apakah alasan tersebut mempunyai dasar yang kuat dan memperjelas hal-hal yang disepakati
d.   Meningkatkan urunan siswa
         xxv.    Mengajukan pertanyaan, memberikan contoh-contoh
       xxvi.    Memberikan waktu berfikir dan memberikan dukungan
e.   Menutup diskusi
      xxvii.    Membuat rangkuman hasil diskusi
     xxviii.    Memberi gambaran tentang tindak lanjut
       xxix.    Mengajak siswa untuk menilai proses hasil diskusi[27]

c.   Keterampilan Mengelola Kelas
Islam prose belajar mengajar didalam kelas perlu sekaliadanya penciptaan lingkungan yang memungkinkan anak dapat belajar dengan tenang tanpa ada gangguan-gangguan, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai
Keterampilan menelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal, dan keterampilan untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal, apabila terdapat gangguan kecil dan sementara maupun yang bersifat gangguan yang berlanjutan.
Dengan kondisi demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengelola kelas adalah kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar. Yang dimaksud kedalam hal ini adalah misalnya penghentian tingkah laku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas oleh siswa, atau penetapan norma kelompok yang produktif.
Menurut Syaiful Bakri Djamarah keterampilan mengelola kelas adalah meliputi :
a.   Menunjukkan sikap tanggap; memandang secara seksama gerak mendekati, memberikan pertanyaan, dan memberi reaksi terhadap gangguan dan kekacauan siswa.
b.   Memberikan perhatian, secara visual, secara verbal dan gabungan secara verbal dan visual.
c.   Memusatkan perhatian kelompok; menyiagakan siswa dan menuntut tanggung jawab.
d.   Menegur; tegas dan jelas, jangan kasar, menyakitkan dan menghina, menghindari ejekan dan sebagainya.
e.   Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas
f.     Memberikan penguatan; menangkap siswa yang salah dan kemudian menegurnya, mengambil siswa yang bertingkah laku kurang ajar sebagai contoh.[28]

d.   Keterampilan Mengjar Kelompok Kecil dan Perorangan
Secara fisik yang menandai bentuk pengajaran ini adalah jumlah siswa yang dihadapi oleh guru berkisar antara 3-8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang perseorang. Ini tidak berarti bahwa guru hanya menghadapi satu kelompok atau seorang siswa saja sepanjang waktu belajar. Guru menghadapi banyak siswa yang terdiri dari beberapa kelompok yang dapat bertatap muka baik secara perseorangan maupun kelompok. Sedangkan hakikat pengajaran ini adalah :
xxx.    Terjadinya hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan juga siswa dengan siswa
xxxi.    Siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing
xxxii.    Siswa mendapatkan bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhan belajar mengajar
Komponen keterampilan dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan :
a.   Keterampilan mengadakan pendekatan pribadi menunjukan kehangatan, memberi respon, kesiapan membantu siswa, mendengarkan secara simpati
b.   Keterampilan mengorganisasi
c.   Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar
d.   Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.[29]
Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu kebutuhan yangesensial bagi setiap guru yang ingin meningkatkan kemampuan profesionalnya. Pengajaran perorangan adalah merupakan satu cara belajar yang dapat memenuhi kebutuhan secara optimal, sekaligus juga memberikan tanggung jawab belajar lebih besar kepada siswa.



4.   Faktor-faktor Keterampilan Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan belajar terarah kepada tujuan pendidikan. Pengawasan yang dilakukan terhadap lingkungan itu turut menentukan sejauh mana menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan.
Kualitas dan kuantitas belajar sisiwa didalam proses belajar mengajar tergantung pada banyak faktor antara lain siswa didalam kelas, bahan-bahan pelajaran, perlengkapan belajar, kondisi dan suasana dalam proses belajar mengajar. Adapun faktor lain yang penting dalam proses belajar yang harus dilaksanakan oleh guru, meliputi :
a.   Perencanaan instruksional
b.   Organisasi belajar
c.   Menggerakkan peserta didik
d.   Pengawasan
e.   Penelitian.[30]

B. Pembahasan Tentang Aspek Afektif (Sikap) Siswa Pada Pendidikan Agama Islam
a.   Pengertian Aspek Sikap Pendidikan Agama
Sebelum kita merumuskan pengertian aspek afektif maka terlebih dahulu kita akan berbicara tentang pendidikan agama.
Pengertian pendidikan agama Islam tidak hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan saja yang bersifat Islamologi, melainkan lebih menekankan aspek pendidikan dengan arah pembentukan kepribadian muslim yang taat, berilmu dan beramal sholeh.
Pengertian tersebut didasarkan kepada beberapa rumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya yaitu :
a.   Prof. Dr. Moh. Athiyah Al-Abrasyi, dalam bukunya Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam menegaskan bahwa pendidikan agama ialah :
Untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan) membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur.[31]

b.   Prof. Dr. Oemar Mahmud Al-Taumy Al-Syaebany terjemahan Dr. Hasan Langgulung, Mengatakan :
Ialah perubahan yang diingini yang diusahakan dalam proses pendidikan atau kehidupan masyarakat serta pada alam sekitar dimana individu hidup atau pada proses pendidikan itu sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu kegiatan asasi dan sebagai kegiatan proporsi diantara profesi asas dalam masyarakat.[32]

Berdasarkan definisi pendidikan agama Islam diatas, jelaskan bahwa program pendidikan agama Islam sekalipun konteksnya sebagai bidang studi, tidak sekedar menyangkut pemberian ilmu pengetahuan agama kepada siswa melainkan yang lebih utama adalah menyangkut pembentukan, pembinaan, dan pengembangan kepribadiaan muslim yang taat beragama.
Istilah pengajaran agama sebagaimana telah disinggung diatas, hanyalah merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama. Sebab melaksanakan pendidikan agama disekolah sudah barang tentu akan memakai pengajaran agama sebagai alat, sedangkan tujuannya tetap adalah mendidik agama. Sehubungan dengan itu, istilah bidang studi hanyalah istilah kurikulum dan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan program pendidikan agama Islam dalam kegiatan proses belajar mengajar.
Sedangkan tujuan pendidikan agama itu sendiri identik dengan tujuan hidup setiap muslim. Sebagaimana pendapat M. Arifin yang mengatakan :
Tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran untuk membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi lihur menurut ajaran Islam.

Tujuan pendidikan Islam ialah mengarahkan dan membimbing manusia melalui proses kependidikan. Sehingga menjadi oranng dewasa yanng berkepribadian muslim yang taqwa serta berilmu pengetahuan dan berketerampilan, melaksanakan ibadah kepada Tuhannya sesuai denngan nilai-nilai ajaran Islam.[33]


Setelah kita merumuskan pendidikan agama serta tujuan maka selanjutnya kita akan memprediksi hasil yang akan dicapai. Hasil belajar dalam aspek ini diperoleh melalui proses internalisasi, yaitu suatu proses kearah pertumbuhan batiniah dan rohaniah siswa. Pertumbuhan itu terjadi ketika siswa menyadari suatu nilai yang terkandung dalam pengajaran agama dan kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu sistem nilai diri, sehingga menuntun segenap pertanyaan sikap, tingkah laku dan perbuatan moralnya dalam menjalani kehidupan ini.
Untuk mengetahui tingkah laku manusia adalah adanya aspek-aspek psikologis sebagai penggerak tingkah laku tersebut. Aspek ini dikenal dengan teori Taksonomi Bloom yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga asoek inni disebut juga dengan komponen sebagai berikut :
1.   Kognitif : artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya, terlepas pengetahuan itu benar atau salah
2.   Afektif : artinya dalam bersikap akan selalu mempunyai evaluasi emosional (setuju-tidak setuju) mengenai objek sikapnya
3.   Konotatif : artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya,mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) sampai pada yanng sangat aktif (tindakan agresif).[34]
Bimo Walgito memberikan pendapat secara umum bahwa sikap itu mengandunng tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu :
1.   Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2.   Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasaa tidak senang merupakan hal yang negatif.
3.   Komponen konotatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap. Komponen ini memungkinkan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap obyek sikap.[35]

 Dalam pendidikan itu, komponen kehidupan emosional mempunyai pengertian sebagai berikut :
Zakiah Darajat, mengatakan bahwa aspek afektif adalah bersangkut paut dengan sikap mental, perasaan, dan kesadaran siswa.[36]
Nana Sudjana juga mengatakan bahwa aspek afektif adalah berkaitan dengan sikap dan nilai, bahkan bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi maka sikap seseorang tersebut dapat diramalkan perubahannya.[37]
Berkaitan dengan hal tersebut maka yang diharapkan oleh pendidik adalah setelah siswa mengikuti pelajaran agama hendaknya mempunyai kesadaran bahwa apa yang telah diajarkan oleh guru atau pendidik itu adalah benar dan dapat dipakai sebagai pedoman dalam menentukan perbuatan setiap hari dalam kehidupannya.

b.   Tujuan aspek afektif (sikap).
Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkatan yang tertinggi yaitu :
1.   Penerimaan.
Yang dimaksud dengan penerimaan adalah kesediaan siswa untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh terhadap bahan pengajaran agama, tanpa melakukan penilaian berprasangka atau menyatakan suatu sikap terhadap pengajaran itu.[38]
Penerimaan tersebut merupakan suatu usaha yang sungguh dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran terhadap obyek di hadapannya, yaitu usaha seorang pendidik dalam melaksanakan proses pengajaran agama sehingga mampu mempengaruhi jiwa anak didik yang mendengarkannya.


Adapun hal-hal yang mencakup penerimaan ini adalah meliputi :
1)   Penyadaran, artinya siswa menyadari akan segala sesuatu yang sedang diberikan, sehingga ia menarik perhatian penuh terhadapnya.
2)   Kemauan untuk menerima, artinya siswa mau menerima berbagai kenyataan dalam pengajaran agama.
3)   Perhatian yang terarah, artinya setelah siswa memiliki persepsi, perhatianya terarah kepada sesuatu rangsangan tertentu yang baru.
 
Dari berbagai komponen penerimaan tersebut secara garis besar adalah usaha yang dilakukan secara sadar dalam menerima rangsangan dari luar. Keadaan sadar inilah akan menimbulkan gairah/kemauan dalam menerima kegiatan yang ada, dan tentunya dengan perhatian yang terarah pada obyek yang diterimanya.
Sehingga pada akhirnya tujuan penerimaan dari pendidikan tersebut dapat benar-benar diterima oleh siswa dalam menentukan sikap sekaligus membenarkan apa yang terdapat dalam kandungan isi Al-Qur’an.
2.   Memberikan respon.
Berkenaan dengan respon yang terjadi karena menerima atau mempelajari pelajaran agama. Dalam hal ini siswa diberi motivasi agar menerima secara aktif, ada partisipasi atau keterlibatan siswa dalam menerima pelajaran yang merupakan pangkal dari belajar sambil berbuat.[39]
Merespon ini menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a.   Persetujuan untuk menjawab, artinya siswa berkemauan untuk menyesuaikan diri dan mengamati berbagai ajaran dalam islam.
b.   Keikutsertaan dalam menjawab, artinya ikut serta menjawab dengan kemauan sendiri dalam berbagai kegiatan keagamaan dan tahu bilamana harus diam atau ikut berbicara menyumbangkan pikiran.
c.   Keputusan dalam menjawab, artinya siswa dapat memilih dan menentukan kepuasan dalam melakukan berbagai kegiatan dan senang terhadap kebajikan dan keindahan sesuai dengan ajaran Islam.[40]

Dari uraian tersebut difahami bahwa usaha merespon atau menjawab tersebut adalah kelanjutan dari proses penerimaan yang kita terima yakni pengajaran agama. Disamping itu siswa diberi kepercayaan dalam mengungkapkan gagasan/ide dalam menyumbangkan pikirannya sehingga siswa dapat menemukan kepuasan karena merasa diperhatikan sekaligus dihargai tentunya dengan berpedoman pendidikan agama sehingga siswa akhirnya dapat merasakan senang terhadap kebajikan dan keindahan yang sesuai dengan ajaran islam.

3.   Penghargaan
Jika hadiah adalah ganjaran yang berupa barang maka penghargaan adalah kebalikannya. Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan kegunaan barang-barang tersebut, seperti halnya pada hadiah. Melainkan, tanda penghargaan dinilai dari segi “kesan” atau ”nilai” kenangannya. Pada umumnya ganjaran simbolis ini lebih besar pengaruhnya terhadap kehidupan jiwa anak. Tanda-tanda penghargaan yang diperoleh anak ini akan merupakan sumber pendorong bagi perkembangan anak selanjutnya. Semua tanda penghargaan yang diperoleh anak, akan merupkan kenang-kenanganj abadi selama hidupnya, merupakan kekayaan batin yang tidak ternilai harganya.[41]
4.   Menemukan Nilai
Sebagai pelajar yang telah mencoba menginternalkan nilai-nilai dalam kehidupan nyata ia sering menghadapi situasi yang relevan dengan banyak nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya didalam dirinya telah efektif mengontrol tingkah laku pemikilnya dan mempengaruhi emosinya. Disini siswa tersebut dikatakan (a) karakteristiknya yang unik ialah dasar orientasinya telah diperhitungkan berdasarkan rentang tingkah lakunya yang luas tetapi tidak terpecah, dan (b) pandangan hhidupnya berupa keyakinan dirinya sendiri yang mampu menghasilkan kesatuan dan konsistensi dalam berbagai aspek kehidupan.[42]

5.   Menciptakan makna hidup
Makna hidup adalah hal-hal yang oleh seseorang dipandang penting,  dirasakan berharga dan diyakini sebagai suatu yang benar dan dapat dijadikan tujuan hidupnya. (hana djumhana bastaman, 1997 : 194)
Menurut frankl, manusia dapat menemukan makna tidak hanya dari agama atau melalui realisasi nilai-nilai keagamaan, tetapi juga bisa melalui realisasi nilai-nilai manusiawi yang mencakup nilai kreatif, nilai estisis, nilai etis, dan nilai pengalaman (experimental value). (E. Koeswara, 1987 : 41)
Ini berarti bahwa manusia, disamping melalui kehidupan keagamaan, bisa menemukan atau menciptakan makna hidup melalui bekerja, melalui pertemuan dan keindahan dan kebenaran, melalui pertemuan dan cinta dengan sesama, dan pengalaman-pengalaman.
Frankl menyimpulkan bahwa hidup bisa dibuat bermkna melalui tiga jalan, pertama, melalui apa yang kita berikan (kerja kreatif). Kedua, melalui apa yang kita ambil dari hidup (menemui keindahan, kebenaran dan cinta). Ketiga, melalui sikap yang kita berikan terhadap ketentuan atau nasib yang tidak bisa kita ubah. (E Koeswara, 1987 : 41)
c.   Pembinaan sikap siswa.
Salah satu faktor yang paling menentukan berhasilnya suatu pendidikan ialah guru. Guru merupakan pendidikyang tidak sedikit perannya terhadap pendidikan anak terutama dalam membina pribadi, moral, akhlak, dan sikap.
Pembinaan sikap, moral, dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Pendidikan atau pembina pertama adalah orang tau kemudian guru. Semua pengalaman yang dilalui siswa waktu kecilnya merupakan unsur penting dalam pribadinya. Sikap siswa terhadap agama dibentuk pertama kali di rumah, melalui pengalaman-pengalaman yang didapatkan dari orang tuanya yang kemudian disempurnakan atau diperbaiki oleh guru disekolah. Apabila guru agama dapat membuat dirinya disayangi atau dicintai oleh siswanya, maka pembiasaan sikap positif terhadap agama akan mudah terjadi. Akan tetapi apabila guru agama tidak disukai oleh siswa, maka akan sulit sekali baginya dalam membina sikap positif sisiwa terhadap agama. Guru agama akan disenangi oleh siswa didiknya, apabila guru itu dapat memahami perkembangan jiwa dan kebutuhan-kebutuhanya lalu melaksanakan pendidikan agama itu dengan cara yang sesuai dengan tingkat usia anak itu sendiri.
Sehubungan denga tugas sebagai pembina atau pendidik dan ia juga merupakan bagian dari faktor pendidikan selain faktor tujuan, anak didik, dan alat pendidikan, dimana satu faktor dengan faktor yang lainnya mempunyai pengaruh dalam rangka mencapai tujuan dari pendidikan, maka guru hendaknya dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku yang positif terhadap siswanya oleh karena itu, guru harus memiliki sifat yang dapat ditiru dan dapat mencerminkan ajaran-ajaran agama dalam hidupnya.
Dibawah ini akan disebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh guru sebagai pembina atau pendidik yaitu sebagai berikut :
1.   Ikhlas
Pendidikan hendaknya mencanangkan niatnya semata-mata untuk Allah dalam seluruh pekerjaan edukatifnya, baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan atau hukuman.
Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan adalah sebagai dari iman dan keharusan Islam. Allah tidak akan menerima perbuatan tanpa dikerjakan secara ikhlas. Perintah untuk ikhlas tercantum dalam Al-Qur’an :




“Padahal mereka tidak disusruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (dengan ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus. (fotnote) ;;;;;;;;;;;;;;


Kerananya, pendidikan hendaknya memurnikan niatnya dan bermaksud mendapatkan keridhoan Allah dalam setiap amal perbuatan yang dikerjakan, agar diterima oleh Allah, dicintai anak-anak dan muridnya. Disamping itu, apa yang dinasehatkan bisa membekas pada diri mereka.
2.   Taqwa
Sifat terpenting lainnya yang harus dimiliki pendidik adalah taqwa, yang didefinisikan oleh para ulama yaitu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan larangannya.
Oleh karena itu banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan dan menganjurkan untuk bertaqwa :


“Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya >>>>>>>>>>>


“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu dan katakanlah perkataan yang benar ……………..

Para pendidik, sudah barang tebtu termasuk orang-orang yang terkena perintah dan pengarahan diatas, disamping orang yang harus melakukannya. Sebab,  pendidikan adalah penuntun yang akan diikuti dan ditiru, disamping penanggung jawab pertama dalam pendidikan anak berdasarkan iman dan ajaran Islam.
3.   Ilmu
Suatu hal yang telah disepakati bersama, bahwa pendidik harus memiliki ilmu pengetahuan, perihal pokokpokok pendidikan yang dibawa oleh syari’at Islam, menguasai hukum-hukum halal dan haram, mengetahui prinsip-prinsip etika Islam, memahami secara global peraturan-peraturan Islam dan kaidah-kaidah syari’at Islam.
Karenanya, syari’at islam sangat besar memberikan perhatiannya terhadap ilmu pengeatahuan, sebesar perhatian dalam pembentukan sikap ilmiah. Banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang memerintahkan kaum muslim untuk mencari ilmu. Diataranya seperti tersebut dibawah ini :


“Katakanlah : Adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilumu pengetahuan) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu pengetahuan).         ……………



“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ………..

Karenanya, setelah mendapatkan arahan Al-Qur’an dan wasiat Rasulullah SAW. kini para pendidik hendaknya membekali dirinya dengan segala ilmu pengetahuan yang bermanfaat dengan metode-metode pendidikan yang sesuai untuk memdidik generasi muslim
4.   Sabar
Dari sifat-sifat pokok yang menolong keberhasilan pendidikan dalam tugas pendidikannya, disamping tanggung jawabnya membentuk dan memperbaiki, adalah sifat sabar, yang dengan sifat itu anak akan tertarik kepada pendidiknya. Dengan kesabaran pendidiknya, sang anak berhias dengan akhlak yang terpuji dan terjauh dari perangai tercela. Ia akan menjadi malaikat dalam wujud manusia
Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian besar kepada sifat sabat ini, menganjurkan untuk mendapatkan sifat itu didalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, agar orang-orang khususnya pendidik dan juru dakwah mengetahui bahwa kesabaran merupakan keutamaan moral dan spiritual yang paling besar, yang mengantarkan manusia kepuncak keluhuran akhlak. Sebagian dari ayat-ayat itu adalah seperti tersebut dibawah ini :


“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah akan menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.   ………..



“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. ………..

Karenanya pendidik,  hendaknya menghiasi dirinya dengan kesabaran, kelemah lembutan, umatnya menginginkan kebaikan dan perbaikan, petunjuk bagi generasi muslim dan perbaikan anak-anaknya.
5.   Rasa tanggung jawab
Hal ini yang harus diketahui pendidik dan hatinya adalah rasa tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak, baik segi iman, perangai, pembentukan jasmani dan rohaninya, maupun mempersiapkan mental dan sosialnya. Rasa tanggung jawab ini selamanya akan mendorong secara keseluruhan dalam upaya mengawasi anak dan memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasakan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kita dapatkan Islam meletakkan masalah tanggung jawab pendidikan diatas pundak orang tua dan pendidik. Dan Allah, diahari kemudian akan menuntut pertanggungjawaban itu.
Dibawah ini apa yang dikatakan Al-Qur’an tentang tanggung jawab tersebut :


“Dan perintahkan kepada keluargamu mendiriksn shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. ……………….



“Hai orang-orang yangberiman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. ………….

Bertitik tolak dari perintah Al-Qur’an dan pengarahan Nabawi ini, bagi setiap pendidik muslim, berakal sehat dan bijak, wajib untuk menunaikan tanggung jawab ini sesempurna mungkin, dengan kesadaran bahwa Allah akan murka bila menyia-nyiakan, dan azab jahannam adalah balasannya.
Zuhairini mengatakan bahwa untuk menjadi seorang guru harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut antara lain ialah mempunyai ijazah formal, sehat jasmani dan rohani, dan berakhlak baik. Bagi guru agama disamping harus mempunyai syarat-syarat tersebut masih harus ditambah dengan syarat-syarat lain, yang oleh pihak direktorat pendidikan agama telah ditetapkan sebagai berikut : memiliki pribadi mukmin, muslim serta muhsin, taat untuk melaksanakan agama, memiliki jiwa pendidikan, memiliki rasa kasih sayang kepada anak didik serta ikhlas, mengetahui metodik, menguasai ilmu pengetahuan agama dan tidak cacat rohaniah dan jasmaniah pada dirinya.
Jadi pembinaan sikap siswa dapat dilakukan melalui pendidikan agama yang diberikan oleh guru agama yang memiliki kriteria sebagaimana yang tersebut diatas. Pendidikan agama yang diberikan itu mencakup pemberian pengetahuan agama, pemahaman tentang ajaran agama dan keterampilan yang bersifat keagamaan atau yang disebut dengan proses kognitif, afektif, dan psikomotorik.


C. Pengaruh Keterampilan Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Terhadap Aspek Afekti (Sikap) Siswa pada Bidang Studi Pendidikan Agama Islam

Setelah dibahas panjang lebar masing-masing variabel yang ada, dalam kesempatan ini akan mencoba untuk mengkaitan kedua variabel tersebut, sehingga permasalahan adanya keterampilan guru dalam proses belajar mengajar dan pengaruhnya terhadap aspek afektif (sikap) siswa dapat terjawab.
Sebenarnya jika diperhatikan antara keterampilan guru dalam proses belajar mengajar dan aspek sikap siswa adalah merupakan dua unsur pembelajaran yang berkaitan.
Proses pengajaran dipandang sebagai suatu usaha untuk mengubah tingkah laku atau sikap siswa. Dan hasil belajar atau bentuk tingkah laku yang diharapkan itu diantaranya aspek sikap.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan masing-masing faktor keterampilan guru dalam proses belajar mengajar dan pengaruhnya terhadap aspek afektif (sikap) siswa pada bidang studi Pendidikan Agama Islam.
1.   Pengaruh perencanaan instruksional dalam proses belajar mengajar terhadap aspek afektif/sikap siswa
Sebagaimana diketahui bahwa tugas seorang guru sebelum melaksanakan proses pengbelajaran adalah merencanakan tujuan  yang akan dicapai. Dan dalam perencanaan ini selalu berkenaan dengan perkiraan mengenai apa-apa yang dicapai sebagai hasil dari proses kegiatan belajar.
Dengan demikian jelaslah, jika perencanaan instruksional dirumuskan secara proporsional maka akan dapat mempengaruhi perilaku atau sikap siswa setelah mengalami proses pembelajaran.
Oemar Hamalik mengatakan bahwa aspek tujuan instruksional adalah yang paling utama, yang harus dirumuskan secara jelas dan spesifik karena menentukan arah tindakan dan mengajar. Tujuan-tujuan instruksional harus berpusat pada perubahan perilaku atau sikap siswa yang diinginkan dan karenanya harus dirumuskan secara operasional, dapat diukur dan dapat daiamti ketercapaiannya. …..
Jadi jelaslah dengan perencanaan instruksional yang dirumuskan secara operasional maka akan dapat mengarahkan siswa sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.

2.   Pengaruh pengorganisasian belajar dalam proses belajar mengajar terhadap aspek afektif/sikap siswa
Setelah perencanaan instruksional dirumuskan secara operasional sebagai salah satu keterampilan guru dalam proses belajar mengajar, pengorganisasian belajar juga sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini sesuai dengan pendapat, bahwa pengorganisasian belajar adalah :
Pengorganisasian belajar berarti penataan interaksi belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya proses belajar pada diri anak didik. Keberhasilan pengorganisasian belajar amat tergantung pada pandangan penata dalam menyusun unsur-unsur yang relevan dengan tujuan-tujuan dan kemampuan serta keterampilannya untukmeramu bagian-bagian yang dapat menjamin selangsungan belajar secara efektif danefisien. …………..

Jadi dapat dipertegas bahwa keberhasilan pengorganisasian belajar ini sangat bergantung pada tujuan pembelajaran, sebagaimana pendapat Oemar Hamalik diatas bahwa tujuan pembelajaran harus berpusat pada perubahan sikap siswa sebagai wujud akhir yang dapat diamati sebagai arah tindakan belajar yang efektif dan efisien.

3.   Pengaruh menggerakkan peserta didik dalam proses belajar mengajar terhadap aspek afektif/sikap siswa
Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar sesuai dengan tujuan. Dan dikatakan keseluruhan karena pada umumnya ada beberapa motiv yang bersama menggerakkan siswa untuk belajar. ……….
Kemudian dalam kegiatan belajar mengajar, yang penting adalah bagaimana menciptakan kondisi atau proses yang mengarahkan siswa melakukan aktivitas belajar. Hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting dalam usaha menumbuhkan agar anak didik melakukan aktivitas dengan baik.
Ngalim Purwanto dalam buku Psikologi Pendidikan mengatakan :
Untuk pengembangan motivasi yang baik pada anak didik kita, disamping kita harus menjauhkan sugesti negatif yang dilarang agama atau yang bersifat asosial dan asusila, yang lebih penting lagi adalah membina pribadi agar dalam diri anak didik terbentuk motiv yang mulia, luhur, dan diterima masyarakat.

Berpijak pada pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi yang baik perlu dibina dan dikembangkan sehingga terbentuk motiv yang mulia dan tidak menyimpang dari norma-norma yang baik. Pada akhirnya motivasi tersebut dapat menuntun siswa pada suatu perubahan dalam pribadinya.

4.   Pengaruh pengawasan dalam proses belajar mengajar terhadap aspek afektif/sikap siswa
Dalam Islam, proses belajar mengajar, pengawasan ini bertujuan untuk memonitor kemajuan yang telah dicapai bila terjadi penyimpangan segera dapat dibetulkan atau diperbaiki.
Dan dalam pengawasan ini langkah yang ditempuh untuk mengetahui hasil belajar adalah dengan mengadakan tindakan evaluasi. Dengan kata lain, evaluasi memungkinkan kita sebagai guru mengerjakan fungsi kontrol atau pengawasan.
Pada umumnya terdapat tiga hal pokok sebagai sasaran didalam evaluasi, yaitu :
a.   Segi tingkah laku murid, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian sebagai akibat dari proses belajar mengajar
b.   Segi isi pendidikan, artinya penguasaan materi pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar
c.   Segi-segi yang menyangkut proses belajar mengajar itu sendiri, yaitu bahwa proses belajar mengajar tersebut perlu diberi penilaian secara objektif dari guru sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya belajar yang dicapai oleh siswa. ……..

Ketiga sasaran diatas harus dievaluasi dengan menyeluruh, yaitu jangan hanya dinilai dari segi penguasaan materi semata-mata, tetapi juga harus dinilai dari segi-segi perubahan tingkah laku atau sikap dalam proses belajar mengajar.

5.   Pengaruh penelitian dalam proses belajar mengajar terhadap aspek afektif/sikap siswa
Setelah evaluasi kita berikan selanjutnya kita tahu apakah hasil tersebut telah sesuai dengan apa yang diinginkan atau belum. Untuk itu seorang guru dituntut untuk mengadakan penelitian lebih lanjut agar mendapatkan kebenaran yang baru. Hal ini berkaitan dengan hakikat manusia yang selalu berkembang sejalan denga ilmu dan pengetahuan.
Penilaian sangat penting dalam upaya membantu mengembangkan perilaku atau sikap siswa, sehingga kepuasan akan dirasakan sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan tentunya hal ini berkaitan dengan kegiatan belajar yang dipimpin dan diarahkan oleh guru. Dengan pengalaman belajar tersebut akan tampak pada perubahan perilaku anak atau pola kepribadiannya.
Penilaian adalah program untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau faidah suatu pengalaman. Adapun yang dimaksud dengan pengalaman disisi adalah pengalaman yang diperoleh berkat proses pendidikan, pengalaman itu jelas tampak pada perubahan itu adalah berkat kegiatan belajar. Jadi pengelaman  yang diperoleh anak adalah pengalaman sebagai hasil belajar disekolah. Dalam hal ini pennilaian adalah usaha untuk memeriksa sejauhmana anak mengalami kemajuan belajat atau telah mencapai tujuan belajar. …………
Jadi berdasarkan uraian tentang masing-masing aspek keterampilan guru dalam proses belajar mengejar dan pengaruhnya terhadap aspek afektif/sikap siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa dapat berprilaku atau bersikap dengan baik dalam kegiatan pembelajaran yang dibina dan diarahkan oleh guru dalam pendidikan disekolah sehingga dapat diharapkan penerapannya dalam khidupan sehari-hari.





[1] Amstrong, Supervisi Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal. 33
[2] M. Ali, Guru Dalam Proses belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 1987, hal. 12
[3] S. Nasution, Didaktik  Asas-asas Mengajar, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, hal. 4
[4] Roestiyah N. K, Didaktik Metodik, Jakarta, Bumi Aksara, 1989, hal. 2
[5] Cecep Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengjar,Bandung, Remaja Rosdakarya, 1991, hal. 1
[6] M. Ali, Guru Dalam Proses belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 1987, hal. 14
[7] Mahfud Salahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, Surabaya, Bina Ilmu, 1990, hal. 30
[8] Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Rja Grafindo Persada, 1987, hal. 46
[9] Ibid, hal. 47
[10] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 1987, hal. 13.
[11] Piet Sahertian, Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal. 100.
[12] Fakultas Tarbiyah IKAHA, Keterampilan Dasar Mengajar, USB, Fak. Tarbiyah IKAHA, 1994, hal. 2
[13] Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal. 100
[14] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha Nasional, 1993, hal. 95
[15] Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal. 102
[16] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha Nasional, 1993, hal. 100
[17] Piet A. Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal. 103
[18] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990, hal. 77
[19] Ibid, hal. 81.
[20] Fakultas Tarbiyah IKAHA, Keterampilan Dasar Mengajar, USB, Fak. Tarbiyah IKAHA, 1996, hal. 24
[21] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha Nasional, 1993, hal. 106
[22] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990, hal. 85
[23] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha Nasional, 1993, hal. 107
[24] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990, hal. 85
[25] Soetomo, Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya, Usaha Nasional, 1993, hal. 106
[26] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990, hal. 86
[27] Ibid, hal. 87
[28] Syaiful Bahri Dajamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Syrabaya, Usaha Nasional, 1991, hal. 112
[29] Piet Sahertian dan Ida Alaeida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education, Jakarta, Bineka Cipta, 1992, hal. 105
[30] A. Tabrani Rusyan dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Remaja Karya, 1990, hal. 182-183
[31] M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1970, hal. 10-11
[32] Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaebany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979, 399
[33] M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1977, hal. 9
[34]  M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, Bandung, Eresco, 1993, hal. 235
[35]  Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Yogyakarta, Andi Offset, 1994, hal. 110
[36] Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, hal. 201
[37] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1989, hal. 29
[38] Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, hal. 202

[39] Ibid, hal. 203
[40] Ibid, hal. 203
[41] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional, 1995, hal. 161
[42] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1991, hal. 53



No comments:

Post a Comment