Breaking

Monday, January 23, 2023

Tinjauan Teoritis Pengeloaan Kelas

  Pengelolaan Kelas

1.    Kompetensi Dasar Guru
Guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pendidikan. Oleh karena itu guru harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga yang professional. Sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang dalam arti bahwa setiap diri guru itu terletak tanggungjawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan dan taraf kematangan tertentu. Di dalam proses belajar mengajar guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang "transfer of knowlwdgw" tetapi juga sebagai pendidik yang "transfer of values" dan juga sebagai pembimbingan yang memberikan pengarahan kepada siswanya.[1]
Sebagai tenaga professional, guru juga dapat dibedakan dari seorang teknisi atau profesi lainnya, seorang guru juga ditandai adanya informasi responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan. Hal ini bahwa seorang guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakanpekerjaannya. Kalau kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat memetingkan kecermatan, sedangkan kompetensi seorang guru sebagai tenaga professional kependidikan ditandai dengan serentetan diagnosa, rediagnosa dan penyesuaian yang terus menenus. Dalam hal ini di samping kecermatan untuk menentukan langkah, guru harus sadar, ulet dan telaten serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga akan membuahkan hasil yang baik.[2]
Perbedaan pokok tadi terletak dalam tugas dan tanggungjawabnya, yang erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk profesi tersebut, kemampuan dasar itu tidak lain ialah kompetensi guru. Kompetensi guru dapat diartikan sebagai suatu tugas yang memadai atau pemilik pengetahuan, keterampilan, dan kemampunan yang dituntut oleh jabatan seseorang.
Cooper mengemukakan empat kompetensi guru, sebagai berikut :
a.   Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia
b.   Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya
c.   Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya.
d.   Mempunyai keterampilan teknik mengajar.[3]

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Glasser, ada empat hal yang harus dikuasai guru yakni :
a.   Menguasai bahan pelajaran
b.   Kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa
c.   Kemampuan melaksanakan proses pengajaran
d.   Kemampuan mengukur hasil belajar siswa.[4]

Bertolak belakang dari pendapat di atas, maka kompetensi dasar guru dapat dibagi menjadi tiga bidang yakni,
a.   Kompenensi bidang kognitif artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, mengenal cara mengajar, belajar dan tingkah laku individu, administrasi kelas, cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan kemasyarakatan.
b.   Kompetensi bidang sikap artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya, seperti : sikap mengghargai, mencintai, memiliki dan merasakan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi serta memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
c.   Kompetensi prilaku atau performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berperilaku seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa dapat menumbuhkan semangat belajar para siswa dan keterampilan melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain.[5]

Dari ketiga bidang kompetensi di atas (kognitif, sikap dan prilaku) saling mempengaruhi dan mempunyai hubungan hierarkis artinya saling mendasari satu sama lain.
Pendidikan guru adalah suatu sarana untuk menyiapkan siapa saja yang ingin melaksanakan tugas dalam profesi guru. Karena pada semua profesi persiapan itu mengikut sertakan seseorang dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan atau kemampuan yang dilaksanakan nanti.[6]
Ada 10 (sepuluh) kompetansi dasar guru yang dirumuskan, sebagai berikut :
a.   Mengusai bahan
b.   Mengelola program belajar mengajar
c.   Mengelola kelas
d.   Menggunakan media atau sumber
e.   Menguasai landasan-landasan kependidikan
f.     Mengelola interaksi belajar mengajar
g.   Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
h.   Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah
i.     Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
j.     Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna kperluan pengajaran.[7]  

Kompetensi guru dikembangkan berdasarkan pada analisis tugas-tugas yang harus dilakukan guru. Oleh karena itu 10 kompetensi tersebut secara operasional akan mencerminkan fungsi dan peran guru dalam membelajarkan anak didik. Kompetensi itu pula akan menunjuk kepada suatu perbuatan yang bersifat rasional dan memiliki spesifikasi tertentu. Oleh karena itu kesiapan guru yang dimaniprestasikN dalam bentuk performance sebenarnya bukan semata-mata penampilan lahiriyah, tetapi juga menyangkut persoalan-persolan sikap mental sehingga menunjukkan kepribadian guru itu sendiri.

2.    Pengertian pengelolaan (mengelola) kelas 
Pengertian pengelolaan (mengelola) kelas terdiri dari dua kata, yaitu mengelola dan kelas. Mengelola itu sendiri akar katanya adalah "kelola", ditambah awalan ”me". Sedangkan istilah lain dari kata mengelola adalah manajemen yang berasal dari bahasa Inggris yaitu management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.[8] Menurut sumanto, mengelola kelas adalah "berbagai jenis kegiatan yang sengaja dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar".[9]
Tim Dosen FIP-UPI mengemukakan bahwa "mengelola adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan. Sedangkan kelas diartikan sebagai sekelompok siswa yang sama menerima pelajaran dari guru yang sama pula. Dengan demikian, mengelola kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar secara efektif dan menyenangkan serta dapat memotifasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan".[10]
Hal senada juga dikemukakan oleh Arikunto, bahwa mengelola kelas merupakan "upaya guru dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif, memaksimalkan pemanfaatan sarana, menjaga ketertiban siswa dan sebagainya, dengan tujuan memberikan layanan agar tercipta situasi kelas yang kondusif untuk terjadinya proses pengajaran yang kondusif."[11]
Pengertian di atas beriorentasi kepada usaha sadar yang dilakukan oleh guru untuk mengatur kegiatan belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar tersebut mengarah kepada penyiapan bahan belajar, sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi atau kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Sementara itu Burhanuddin menjelaskan bahwa, mengelola kelas adalah "segenap usaha pengelolaan kegiatan yang ada hubungannya dengan pekerjaan guru dan semua tugas atau kewajiban mengenai pengaturan material dalam suat kelas".[12] Sedangkan menurut Usman, mengelola kelas adalah "keterampilan guru untuk mencitakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya jika terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar "[13]
Kedua pengartian di atas mengarah kepada kegiatan menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar. Yang termasuk kedalam kegiatan ini misalnya penghentian tindakan tingkah laku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran atau hokum, penetapan norma kelompok dan sebagainya.
Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru denagan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya adalah syarat keberhasilan pengalolaan kelas. Pengelolaan kelas yang dilaksanakan secara optimal merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif dan efesien.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa mengelola kelas merupakan kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terselenggaranya proses belajar mengajar didalam kelas. Ketika kelas terganggu, guru berusha mengembalikannya agar tidak menjadi penghalang bagi proses belajar mengajar.
Kondisi belajar yang optimal akan tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan lingkungan kelas serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenagkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Di samping itu, hubungan antar personal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa yang satu dan siswa yang lainnya merupakan syarat keberhasilan penelolaan kelas. Singkatnya, mengelola kelas dimaksudkan untuk tercapainya tujuan pengajaran secara efektif dan efesien.

3.    Ruang Lingkup Pengelolaan (Mengelola) Kelas
a.   Tujuan
Pengelolaan (mengelola) kelas yang dilakukan guru bukan tanpa tujuan, karena adanya tujuan itulah guru dituntut mampu mengelola kelas walaupun kadang kelelahan fisik maupun pikiran ia rasakan. Dalam hal ini. Guru hendaknya memiliki kesadaran bahwa tanpa mengelola kelas dengan baik, maka kegiatan belajar di kelas akan terhambat. Dengan kata lain, hal tersebut sama halnya dengan membiarkan jalannya proses pembelajaran tanpa membawa hasil yang optimal.
Tujuan utama mengelola kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan dan secara umum tujuan mengelola kaealas adalah "penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosiaonal dan intelektual di dalam kelas".[14] Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya situasi sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa.
Senada dengan pendapat di atas, Arikunto menyebutkan bahwa tujuan mengelola kelas adalah agar siswa dapat bekerja dengan tertib, sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efesien. Menurutnya, sebagai indikator dari sebut kelas yang tertib adalah apabila:
1)   Setiap anak terus bekerja, tidak macet, dalam artian tidak ada anak yang berhenti karena tidak tahu ada tugas yang harus di lakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang di berikan kepadanya.
2)   Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, dalam artian setiap anak akan bekerja secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang di berikan  kepadanya. Apabila ada anak yang walaupun tidak tahu dan dapat melaksanakan tugas, tetapi mengerjakannya kurang bergairah serta mengulur waktu bekerja, maka kelas tersebut dapat di katakana tidak tertib.[15]


Untuk melaksanakan suasana tertib di dalam kelas mengharuskan guru selalu mengutamakan kegiatan yang dapat mengikut sertakan seluruh personil kelas. Dengan kata lain bahwa kegiatan kelas harus di arahkan pada kepentingan bersama dan sedikit Mungkin kegiatan yang bersifat personal. Selain itu, guru juga di tuntut untuk membentuk dan mengaktifkan siswa, bahkan juga dirinya untuk bekerja sama dalam kelompok.
Secara lebih spesifik, Dirjen Dikdasmen sebagaimana di kutip oleh Tim Dosen FIP-UPI, mengemukakan tujuan mengelola kelas, yaitu:
1)   Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2)   Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi  terwujudnya interaksi pembelajaran.
3)   Menyediakan dan mengatur  fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional dan intelektual siswa dalam kelas.
4)   Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi dan budaya serta sifat-sifat individunya.[16]

Menurut penulis, tindakan terpenting yang harus dilakukan guru agar tujuan-tujuan di atas tercapai secara optimal adalah terciptanya iklim komunikasi interpersonal dan pembinaan rasa tanggung jawab sosial serta perasaan bahwa dirinnya berarti. Tanggung jawab sosial dan perasaan bahwa dirinya berarti itu merupakan hasil hubungan yang baik antara siswa dengan orang lain, baik dengan teman sebaya maupun dengan guru itu sendiri.
Sementara itu, untuk memecahkan berbagai tingkah laku menyimpang yang terjadi di dalam kelas, dapat dilakukan dengan mengarahkan potensi seluruh personil kelas di bawah bimbingan guru. Jikla setiap siswa dapat bimbingan untuk menyadari bahwa masing-masing mereka adalah anggota suatu kelompok kerja yang sama-sama sedang memecahkan suatu masalah sehingga mereka memiliki tanggung jawab, baik yang bersifat pribadi maupun tanggung jawab sosial.

b.   Prinsip dan Komponen
Sebagai pengelolaan kelas (learning administrator), guru hendaknya menjadikan kelas sebagai lingkungan belajar agar kegiatan kegiatan-kegiatan terarah kapada tujuan pendidikan. Guru juga bertanggung jaawab memelihara lingkungan fisik kelas agar senantiasa menyenangkan dan mengarahkan serata membimbing proses-proses intelektual dan sosial di di dalam kelasnya. Sebagai administrator, guru juga dituntut mewujudkan suasana belajar yang efektif dan mnyenagnkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar.
Seorang guru hendaknya memiliki kompetensi performance (prilaku), artinya seorang guru dintuntut memiliki berbagai keterampilan, seperti berbagai keterampilan dalam mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi, menumbuhkan semangat belajar siswa, keterampilan menyusun persiapan mengajar, termasuknya di dalamnya keterampilan mengelola kelas.[17] Usaha lain yang harus dilaksanakan oleh guru ialah dengan menyiapkan bahan belajar, sarana dan alat peraga, pengaturan ruang kelas, mewujudkan situasi dan kondosi proses belajar mengajar, mengatur waktu agar proses belajar pembelajaran berjalan dengan baik dan sebagainya. Kemampuan seorang guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pengajaran dan keberasilan belajar siswa.
Masalah pengelolaaan kelas bukanlah  tugas yang ringan. Berbagai faktorlah yang menyebabkan kerumitan itu. Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas di bagi menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan ekstern siswa itu sendiri.
“Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran dan perilaku. Kepeeribadian siswa dengan cirri khas nya masing – masing menyebabkan siswa yang satu berbeda dengan siswa yang lainnya secara individual ini dapat dilihat dari aspek perbedaan biologis, intelektual dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal siswa terkait dengan masalah ligkungan belajar, penempatan, pengelompokan, jumlah siswa di kelas dan sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin banyak jumlah siswa di kelas cenderung ebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya semakin sedikit jumlah siswa di kelas cendeung lebih kecil terjadi konflik".[18]

Menurut penulis, merupakan mustahil jika masalah yang terjadi dan berkembang di kelas tidak dapat di atasi. Selama ada usaha dari guru, masalah tersebut pasti dapat di pecahkan. Memang di akui bahwa kelas dari waktu ke waktu selalu menujukan suasana yang berbeda. Dalam rangka memperkecil masalah-masalah tersebut, perinsip-perinsip pengelolaan kelas dapat di pergunakan. Oleh sebab itu guru hendaknya menerapkan perinsip-perinsip tesebut dalam rangka peruses belajar.
Secara umum, kegiatan mengelola kelas di bedakan dalam dua komponen, yaitu:
1)   Mengatur tata ruang kelas; yaitu mengatur dan mendesain ruangan kelas sedemikian rupa sehingga guru dan anak didik menjadi kreatif dan “kerasan” belajar di ruangan itu. Termasuk dalam kegiatan ini ialah pengaturan letak meja dan tempat duduk siswa, penempatan papan tulis, meja uru, bahkan bagaimana pula harus hiasan di dalam kelas.
2)   Menciptakan iklim belajar yang serasi; yaitu guru harus mampu menangani dan mengarahkan tingkah laku siswa agar tidak merusak suasana kelas. Misalnya, terdapat tingkah laku siswa yang kurang serasi, seperti ramai, nakal, mengantuk dan mengganggu teman siswa yang lain, guru hendaknya mengambil tindakan yang tepat, menghentikan tingkah laku siswa dan mengerahkannya untuk melakukan hal-hal yang lebih produktif.[19]

Apa yang terjadi did ala kelas pada umumnya adalah soal gaya mengajar. Ini terutama berlaku dalam hal  tentang kontrol atau pengendalian kelas. Kadang seorang guru di anggap benar-benar telah menguasai situasi kelas apabila di dalam kelas itu terdapat kebebasan bergerak dan berbiacara. Tak jarang pula, seorang guru di anggap  benar-benar telah menguasai situasi kelas apabila ia dapat mendominasi semua kegiatan di kelas. Sementara siswa tidak di perbolehkan memotong pembicaraan, bahkan mengeluarkan pendapat ketika berdiskusi atau kegiatan lainnya. Dengan demikian, persepsi yang muncul dalam diri siswa adalah “penderitaan” bukan kegiatan belajar mengajar, jika kondisi kelass sudah terjadi demikian. Tugas guru seperti mengontrol, mengatur atau mendisiplinkan siswa adalah tindakan yang kurang tepat lagi untuk saat ini. Aktivitas guru yang terpenting adalah memenej, mengorganisir dan mengkoordinasikan segala aktivitas siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas, prinsip dan komponen  yang harus di terapkan guru, sebagai berikut:
1)   Prinsip penggunaan
a)   Kehangatan dan keantusiasan
Kehangatan dan keantusiasan guru dapatmemudahkan terciptanya iklim kelas yang menyenangkan, sebagai salah satu syarat bagi kegiatan nelajar mengajar yang optimal. Guru yang bersikap hangat dan akrab serta antusias terhadap tugas, tanggung jawab juga terhadap siswa akan lebih mudah pula melaksanakan kegiatannya.

b)   Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan bahkan bahan ajar yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar, sehingga mengurangi kemungkinan tingkah laku yang menyimpang.

c)   Bervariasi
Penggunaan alat atau media, gaya dan intraksi belajar mengajar yang bervariasi merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.

d)   Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru akan mengubah strategi mengajarnya akan dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar yang efektif.

e)   Penekanan kepada hal-hal yang positif
Pada dasarnya dalam hal mengajar dan mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal yang negative. Cara-cara memelihara hal-hal atau suasana yang posiif, antara lain :
(1) Memberi aksentuasi terhadap tingkah laku yang positif dan mencela tingkah laku yang negative (kurang wajar).
(2) Memberi penguatan tingkah laku yang diharapkan.
(3) Menyadari akan kemungkinan kesalahan-kesalahan yang dapat dibuatnya sehingga akan mengganggu kelancaran belajar siswa.

f)    Penanaman disiplin diri
Pengembangan disiplin diri sendiri oleh siswa merupakan tujuan akhir dari pengelolaan kelas. Untuk itu gur harus mendorong siswa untuk melaksanakan disiplin diri dan guru sendiri hendaknya menjadi contoh atau teladan tentang pengemdalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab.[20]

Menurut penulis implementasi prinsip-prinsip di atas menuntut kesungguhan dan sikap demokratis guru, karena tingkah laku dan keberhasilan belajar siswa tergantung pada suasana demokratis yang ada di dalam kelas. Semangat yang benar-benar produktif hanya akan terwujud dalam suasana kelas, dimana guru dan siswa sama-sama membagi tanggung jawab.
Dalam suasana kelas yang demokratis siswa diperlukan sebagai individu yang bertanggungjawab, berharga dan mampu mengambil keputusan serta pemecahan masalah. Guru yang ingin berhasil dalam mengelola kelas tidak boleh menjadikan dirinya sebagai penguasa atau melepaskan tanggungjawabnya, sebaliknya ia harus mampu membimbing, mengarahkan dan menunjukan jalan keluar terbaik bagi siswa yang mendapat masalah.
2)   Komponen keterampilan
a)   Preventif (yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yangoptimal)
(1) Sikap tanggap
keterampilan ini menggambarkan tingkah laku guru yang nampak kepada siswa bahwa ia sadar serta tanggap akan perhatian mereka terhadap keterlibatan mereka dalam tugas-tugas kelas. Siswa akan merasa bahwa guru hadir bersama mereka dan tahu apa yang mereka perbuat. Kesan ketanggapan ini dapat ditunjukan dengan jalan memandang secara seksama, gerak mendekati, memberi pernyaaan serta memberi reaksi terhadap gangguan dan ketidak acuan siswa.
(2) Memberi perhatian
Pengelolaan kelas yang efektif  yang terjadi bila guru mampu memberi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Memberi perhatia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
(a) Visual; mengalihkan pandangan dari perbuatan yang satu kepada perbuatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok siswa atau seorang siswa (secara individual).
(b) Verbal; guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pernyataan dan sebagainya terhadap aktivitas seorang siswa, sementara ia memimpin siswa yang lain.
(3) Memusatkan perhatian kelompok
Kegiatan siswa dalam belajar dapat dipertahankan apabila dari waktu kewaktu guru mampu memusatkan perhatian kelompok terhadap tugas-tugas yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyiagakan siswa dan menuntut tanggung jawab siswa.
(4) Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas
Hal ini berhubungan dengan cara guru dalam memberikan petunjuk agar jelas dan singkat dalam pelajaran, sehingga tidak terjadi kebingungan terhadap diri siswa.
(5) Menegur
Apabila terjadi tingkah laku yang mengganggu kelas atau kelompok di dalam kelas, guru harus menegurnya secara verbal. Teguran verbal yang efektif ialah teguran yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
(a) Tegas dan tertuju kepada siswa yang mengganggu serta kepada tingkah laku yang menyimpang.
(b) Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang mengandung penghinaan.
(c) Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan.
(6) Memberi pengutan
Dalam hal ini guru dapat menggunakan dua macam cara sebagai berikut :
(a) Memberikan pengutan penguatan kepada siswa yang menggangu yaitu dengan jalan “menangkap” siswa tersebut ketika ia sedang melakukan tingkah laku yang tidak wajar, kemudian menegurnya.
(b) Memberikan penguatan kepada siswa yang bertingkah laku wajar dan dengan demikian menjadi contoh atau teladan tentang tingkah laku positif bagi siswa yang suka mengganggu.[21]

Keterampilan di atas pada dasarnya berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengemdalikan proses belajar mengajar serta kegiatan-kegiatan yang terkandung di dalamnya.

b)   Represip (yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal).
(1) Modifikasi tingkah laku
Guru hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami masalah atau kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
(2) Pemecahan masalah kelompok
Dalam hal ini guru dapat menggunakan pendekatan masalah kelompok dengan cara memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan-kegiatan kelompok .
3)   Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.[22]

Dalam hal ini guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul dan ia mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidak patutan tingkah laku tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahannya.

Menurut penulis, berbagai keterampilan diatas pada dasarnya merupakan sikap tanggap guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan dengan maksud agar ia dapat mengadakan tindakan remedial (perbaikan) untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal. Apabila terdapat siswa yang menimbulkan gangguan berulang-ulang walaupun guru telah mengguanakan tingkah laku dan tanggapan yang sesuai (meminta bantuan kepada sekolah,konselor atau orang tua anak didik) untuk membantu mengatasinya.
Bukanlah kesalahan profesional guru jika ia tidak dapat menangani setiap masalah siswa didalam kelas.namun pada tingkat tertentu ia dapat menggunakan seperangkat strategi untuk tindakan perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang terus menerus menimbulkan gangguan dan tidak mau terlibat dalam tugas atau kegiatan dikelas. Akan tetapi dilain hal, keberhasialan dalam kegiatan tersebut akan memberi kepuasan kepada para siswa dan bila hal tersebut sudah dilakukan secara optimal,maka akan terciptalah suasana kondusip,adanya intraksi dinamis dan diharapkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, kemampuan serta sikap sebagaimana dikehendaki oleh pengajaran. 


4.    Masalah-masalah dalam mengelola kelas
Mengelola kelas merupakan kegiatan yang cukup kompleks. Gagalnya seorang guru mencapai tujuan pembelajaran sejalan dengan ketidak mampuan guru dalam mengelola kelas. Indikatornya dari kegagalan tersebut adalah rendahnya prestasi belajar siswa yang tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Oleh karena itu, mengelola kelas merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru dalam kerangka keberhasilan proses belajar mengajar.
Kegiatan mengelola kelas terkadang menjadi beban berat yang harus carikan jalan keluarnya. Apalagi jika kelas yang akan dikelola terdiri dari banyak siswa, yang di dalamnya terkumpul berbagai karakteristik dan perilaku yang bervariasi. Keanekaragaman masalah perilaku siswa itu menimbulkan beberapa masalah pengelolaan kelas.
Masalah mengelola kelas dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu masalah individual dan kelompok. Penggolongan masalah individual didasarkan atas tanggapan bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan.setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna.jika individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga,maka ia akan bertingkah laku menyimpang.[23]
Masalah individu siswa dikelas muncul karena ada kebutuhan ingin diterima kelompok dan mencapai harga diri. Apabila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi cara-cara yang lumrah dikelas, maka individu yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara lain.
Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang tidak baik, digolongkan menjadi empat kategori,yaitu:
a.   Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain (attention getting behaviors), misalnya membadut dikelas atau berbuat lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra.
b.   Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors), misalnya selalu mendebat, kehilangan kendali emosional (marah-marah, menangis) atau selalu lupa pada aturan aturan-penting penting  dikelas.
c.   Tingkah laku yang ingin menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors),misalnya menyakiti orang lain dengan mengatai,memukul,mengigit dan sebagainya.
d.   Tingkah laku yang menunjukan ketidak mampuan (passive behaviors),yaitu sama sekali menolak untuk mencoba melakukan sesuatu karena menganggap apapun yang dilakukannya akan mengalami kegagalan.[24]

Keempat tingkah laku tersebut dirasakan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain maka ia akan mengejar perhatian. Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang biasanya saling menerima, baik secara aktif maupun pasif bertingkah laku mencari perhatian orang lain.
Siswa yang memperlihatkan ketidak mampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya, misalnya rasa memiliki dan bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya, bahkan ia akan menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanya kegagalan yang terus menerus. Perasaan semacam ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengisolasi diri. Guru ditekankan agar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa tersebut.
Adapun masalah-masalah kelompok dibedakan menjadi tujuh kategori, yaitu:
a.   Kurangnya kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok dan pertentangan jenis kelamin.
b.   Tidak ada standar prilaku dalam kerja kelompok, misalnya rebut, bercakap-cakap, pergi kesana kemari dan sebagainya.
c.   Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, misalnya bermusuhan, mengucilkan, merendahkan kelompok bodoh dan sebagainya.
d.   Kelas mentoleransi kekeliruan-kekeliruan temannya, misalnya menerima dan mendorong perilaku yang keliru.
e.   Mudah mereaksi negatif (merasa terganggu), misalnya bila didatangi petugas monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah dan sebagainya.
f.     Moral rendah, pemusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga dengan alat-alat belajar yang kurang, kekurangan uang dahn sebagainya.
g.   Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah seperti tugas-tugas tambahan, anggpota kelas yang baru dan sebagainya.[25]

Kekurang kompakan kelompok biasanya ditandai dengan adanya konflik diantara anggota kelompok. Penerimaan kelompok atas tingkah laku uang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial kelas yang berlaku pada umumnya.

Masalah kelompok yang dianggap paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal tersebut dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan secara terus-menerus tentang suatu tugas, lupa atau kehilangan alat tulis, lupa mengerjakan tugas rumah  dan sebagainya merupakan contoh kecil keenggananbekerja.
Menurut Pidarta, kondisi tersebut mengakibatkan munculnya hal-hal sebagai berikut:
a.   Kelas kurang kondusif
b.   Kelas mereaksi negatif terhadap tingkah laku anggotanya.
c.   Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok.
d.   Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang sedang dilaksanakan.
e.   Semangat kerja rendah.
f.     Kelas kurang sesuai menyesuaikan diri dengan keadaan diri.[26]

Dalam rangka menyikapi hal tersebut, guru harus melakukan berbagai tindakan agar suasana kelas menjadi kondusif. Tindakan tersebut dapatberupa tindakan yang bersifat prevevtif (pencegahab) dan korektif (koreksi)
a.   Tindakan preventif (pencegahan) dilakukan dengan menyediakan kondisi, baik kondisi fisik maupun emosional sehingga dalam diri siswa terasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Adapun langkah-langkah pencegahan, sebagai berikut:
1)    Peningkatan kesadaran guru sebagai pendidik
2)    Peningkatan kesadaran peserta didik
3)    Sikap polos dan tulus dari guru
4)    Mengenal alternatif pengelolaan
5)    Menciptakan kontrak sosial

b.   Tindakan korektif (koreksi), merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Hal ini berupa tindakan yang seharusnya segera diambil guru pad asst terjadi gangguan dan penyembuhan (kuratif) terhadap tingkah laku menyimpang yng terlanjur terjadi agar tidak berlarut-larut. Langkah-langkah harus ditempuh adalah mengidentifikasi dan menganalisis masalah, menilai alternatif-alternatif pemecahan serta mendapat balikan.[27]

Menurut penulis, kedua tindakan tersebut amat penting untuk dilakukan guru, karena dimensi tindakan sudah seharusnya ditempuh. Guru yang bersangkutan di tuntut untuk berbuat sesuatu dalam menghentikan tingkah laku siswa secepay dan setepat mungkin. Tindakan guru hendaknya lebih tegas dan berwibawa serta menghindarkan hal-hal yang akan menyebabkan siswa merasa malu bahkan terhina didepan teman-temannya.
Sementara sikap demokratis guru akan mencairkan kondisi bagi terciptanya suasana keakraban di kelas. Sikap demokratis guru juga akan memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut terlibat dalam menegakkan disiplin, bertanggung jawab dan mempertahankan aturan yang ada. Intinya, tindakan –tindakan pengelolaan kelas yang di lakukan guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.             





[1] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 123
[2] Ibid., h. 131
[3] Ibid., h. 132
[4] loc. cit.
[5] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), h. 18
[6] Ny. Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), h. 5
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 147-148
[8] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-2,h.196
[9] Sumanto, et al., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1996), Cet. Ke-2, h.3 
[10] Tim Dosen FIP-UPI, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan, 2002), h. 56
[11] Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993), Cet. Ke-2, h. 195
[12] Burhanuddin, Analisis Asministrasi dan Kepemimpinan Dalam Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 48
[13] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Propesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-11, h. 97
[14] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., h. 200
[15] Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 89
[16] Tim Dosen FIP-UPI, loc. cit.
[17] Nana Sudjana, op. cit., h. 18
[18] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., h. 206-2007
[19] Sardiman AM., op. cit., h. 169
[20] Moh. Uzer Usman, op. cit., h. 97-98
[21] Ibid., h. 98-99
[22] Ibid., h. 100
[23] Sumanto, et. al. op. cit., h. 5
[24] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 119
[25] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., h.218
[26] Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-2, h. 126
[27]Tim Dosen FIP-UPI, op. cit, h.60-62



No comments:

Post a Comment