Guru
merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut
berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang
pendidikan. Oleh karena itu guru harus berperan serta secara aktif dan
menempatkan kedudukannya sebagai tenaga yang professional. Sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang dalam arti bahwa setiap diri guru
itu terletak tanggungjawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan
dan taraf kematangan tertentu. Di dalam proses belajar mengajar guru memiliki
peranan yang unik dan sangat kompleks. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar
yang "transfer of knowlwdgw" tetapi juga sebagai pendidik yang
"transfer of values" dan juga sebagai pembimbingan yang
memberikan pengarahan kepada siswanya.[1]
Sebagai
tenaga professional, guru juga dapat dibedakan dari seorang teknisi atau
profesi lainnya, seorang guru juga ditandai adanya informasi responsiveness
terhadap implikasi kemasyarakatan. Hal ini bahwa seorang guru harus memiliki
persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam
menyikapi dan melaksanakanpekerjaannya. Kalau kompetensi seorang teknisi lebih
bersifat mekanik dalam arti sangat memetingkan kecermatan, sedangkan kompetensi
seorang guru sebagai tenaga professional kependidikan ditandai dengan
serentetan diagnosa, rediagnosa dan penyesuaian yang terus menenus. Dalam hal
ini di samping kecermatan untuk menentukan langkah, guru harus sadar, ulet dan
telaten serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga akan membuahkan hasil
yang baik.[2]
Perbedaan pokok tadi terletak dalam tugas dan
tanggungjawabnya, yang erat kaitannya dengan kemampuan yang disyaratkan untuk
profesi tersebut, kemampuan dasar itu tidak lain ialah kompetensi guru.
Kompetensi guru dapat diartikan sebagai suatu tugas yang memadai atau pemilik
pengetahuan, keterampilan, dan kemampunan yang dituntut oleh jabatan seseorang.
Cooper
mengemukakan empat kompetensi guru, sebagai berikut :
a. Mempunyai pengetahuan
tentang belajar dan tingkah laku manusia
b. Mempunyai pengetahuan
dan menguasai bidang studi yang dibinanya
c. Mempunyai sikap yang
tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang
dibinanya.
d. Mempunyai
keterampilan teknik mengajar.[3]
Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Glasser, ada empat hal yang harus dikuasai
guru yakni :
a. Menguasai bahan pelajaran
b. Kemampuan mendiagnosa
tingkah laku siswa
c. Kemampuan
melaksanakan proses pengajaran
d. Kemampuan mengukur
hasil belajar siswa.[4]
Bertolak
belakang dari pendapat di atas, maka kompetensi dasar guru dapat dibagi menjadi
tiga bidang yakni,
a.
Kompenensi
bidang kognitif artinya kemampuan intelektual seperti penguasaan mata
pelajaran, mengenal cara mengajar, belajar dan tingkah laku individu,
administrasi kelas, cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan
kemasyarakatan.
b.
Kompetensi
bidang sikap artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang
berkenaan dengan tugas dan profesinya, seperti : sikap mengghargai, mencintai,
memiliki dan merasakan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap
toleransi serta memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil
pekerjaannya.
c.
Kompetensi
prilaku atau performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan
atau berperilaku seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, bergaul
dan berkomunikasi dengan siswa dapat menumbuhkan semangat belajar para siswa
dan keterampilan melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain.[5]
Dari
ketiga bidang kompetensi di atas (kognitif, sikap dan prilaku) saling
mempengaruhi dan mempunyai hubungan hierarkis artinya saling mendasari satu
sama lain.
Pendidikan
guru adalah suatu sarana untuk menyiapkan siapa saja yang ingin melaksanakan
tugas dalam profesi guru. Karena pada semua profesi persiapan itu mengikut
sertakan seseorang dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan atau kemampuan
yang dilaksanakan nanti.[6]
Ada
10 (sepuluh) kompetansi dasar guru yang dirumuskan, sebagai berikut :
a. Mengusai bahan
b. Mengelola program
belajar mengajar
c. Mengelola kelas
d. Menggunakan media
atau sumber
e. Menguasai
landasan-landasan kependidikan
f. Mengelola interaksi
belajar mengajar
g. Menilai prestasi
siswa untuk kepentingan pengajaran
h. Mengenal fungsi dan
program bimbingan dan penyuluhan di sekolah
i. Mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah
j. Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna kperluan
pengajaran.[7]
Kompetensi
guru dikembangkan berdasarkan pada analisis tugas-tugas yang harus dilakukan
guru. Oleh karena itu 10 kompetensi tersebut secara operasional akan
mencerminkan fungsi dan peran guru dalam membelajarkan anak didik. Kompetensi
itu pula akan menunjuk kepada suatu perbuatan yang bersifat rasional dan
memiliki spesifikasi tertentu. Oleh karena itu kesiapan guru yang
dimaniprestasikN dalam bentuk performance sebenarnya bukan semata-mata
penampilan lahiriyah, tetapi juga menyangkut persoalan-persolan sikap mental
sehingga menunjukkan kepribadian guru itu sendiri.
2. Pengertian pengelolaan (mengelola)
kelas
Pengertian pengelolaan (mengelola)
kelas terdiri dari dua kata, yaitu mengelola dan kelas. Mengelola itu sendiri
akar katanya adalah "kelola", ditambah awalan ”me". Sedangkan
istilah lain dari kata mengelola adalah manajemen yang berasal dari bahasa Inggris
yaitu management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan,
pengelolaan.[8] Menurut
sumanto, mengelola kelas adalah "berbagai jenis kegiatan yang sengaja
dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar".[9]
Tim
Dosen FIP-UPI mengemukakan bahwa "mengelola adalah proses penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan. Sedangkan kelas diartikan
sebagai sekelompok siswa yang sama menerima pelajaran dari guru yang sama pula.
Dengan demikian, mengelola kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk
mewujudkan suasana belajar mengajar secara efektif dan menyenangkan serta dapat
memotifasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan".[10]
Hal
senada juga dikemukakan oleh Arikunto, bahwa mengelola kelas merupakan
"upaya guru dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif, memaksimalkan
pemanfaatan sarana, menjaga ketertiban siswa dan sebagainya, dengan tujuan
memberikan layanan agar tercipta situasi kelas yang kondusif untuk terjadinya
proses pengajaran yang kondusif."[11]
Pengertian di atas beriorentasi kepada usaha
sadar yang dilakukan oleh guru untuk mengatur kegiatan belajar mengajar secara
sistematis. Usaha sadar tersebut mengarah kepada penyiapan bahan belajar,
sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi atau kondisi
proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga proses pembelajaran
berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Sementara itu Burhanuddin menjelaskan bahwa, mengelola
kelas adalah "segenap usaha pengelolaan kegiatan yang ada hubungannya
dengan pekerjaan guru dan semua tugas atau kewajiban mengenai pengaturan
material dalam suat kelas".[12] Sedangkan
menurut Usman, mengelola kelas adalah "keterampilan guru untuk mencitakan
dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya jika terjadi
gangguan dalam proses belajar mengajar "[13]
Kedua pengartian di atas mengarah kepada
kegiatan menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya
proses belajar mengajar. Yang termasuk kedalam kegiatan ini misalnya
penghentian tindakan tingkah laku siswa yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran atau hokum, penetapan norma kelompok dan sebagainya.
Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai
jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya
dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Juga
hubungan interpersonal yang baik antara guru denagan siswa dan antara siswa
dengan siswa lainnya adalah syarat keberhasilan pengalolaan kelas. Pengelolaan
kelas yang dilaksanakan secara optimal merupakan prasyarat mutlak bagi
terjadinya proses belajar mengajar yang efektif dan efesien.
Berdasarkan definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa mengelola kelas merupakan kegiatan guru untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terselenggaranya proses belajar
mengajar didalam kelas. Ketika kelas terganggu, guru berusha mengembalikannya
agar tidak menjadi penghalang bagi proses belajar mengajar.
Kondisi belajar yang optimal akan tercapai
jika guru mampu mengatur siswa dan lingkungan kelas serta mengendalikannya
dalam suasana yang menyenagkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Di samping
itu, hubungan antar personal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa yang
satu dan siswa yang lainnya merupakan syarat keberhasilan penelolaan kelas. Singkatnya,
mengelola kelas dimaksudkan untuk tercapainya tujuan pengajaran secara efektif
dan efesien.
3. Ruang Lingkup Pengelolaan (Mengelola)
Kelas
a. Tujuan
Pengelolaan (mengelola)
kelas
yang dilakukan guru bukan tanpa tujuan, karena adanya tujuan itulah guru dituntut
mampu mengelola kelas walaupun kadang kelelahan fisik maupun pikiran ia
rasakan. Dalam hal ini. Guru hendaknya memiliki kesadaran bahwa tanpa mengelola
kelas dengan baik, maka kegiatan belajar di kelas akan terhambat. Dengan kata
lain, hal tersebut sama halnya dengan membiarkan jalannya proses pembelajaran
tanpa membawa hasil yang optimal.
Tujuan utama mengelola kelas pada hakikatnya
telah terkandung dalam tujuan pendidikan dan secara umum tujuan mengelola
kaealas adalah "penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar
siswa dalam lingkungan sosial, emosiaonal dan intelektual di dalam kelas".[14] Fasilitas
yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya situasi
sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin perkembangan intelektual,
emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa.
Senada dengan pendapat di atas, Arikunto
menyebutkan bahwa tujuan mengelola kelas adalah agar siswa dapat bekerja dengan
tertib, sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efesien.
Menurutnya, sebagai indikator dari sebut kelas yang tertib adalah apabila:
1) Setiap anak terus bekerja, tidak macet, dalam
artian tidak ada anak yang berhenti karena tidak tahu ada tugas yang harus di
lakukan atau tidak dapat melakukan tugas yang di berikan kepadanya.
2) Setiap anak terus
melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, dalam artian setiap anak akan bekerja
secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang di berikan kepadanya. Apabila ada anak yang walaupun
tidak tahu dan dapat melaksanakan tugas, tetapi mengerjakannya kurang bergairah
serta mengulur waktu bekerja, maka kelas tersebut dapat di katakana tidak
tertib.[15]
Untuk melaksanakan suasana tertib di dalam
kelas mengharuskan guru selalu mengutamakan kegiatan yang dapat mengikut
sertakan seluruh personil kelas. Dengan kata lain bahwa kegiatan kelas harus di
arahkan pada kepentingan bersama dan sedikit Mungkin kegiatan yang bersifat
personal. Selain itu, guru juga di tuntut untuk membentuk dan mengaktifkan
siswa, bahkan juga dirinya untuk bekerja sama dalam kelompok.
Secara lebih spesifik, Dirjen Dikdasmen
sebagaimana di kutip oleh Tim Dosen FIP-UPI, mengemukakan tujuan mengelola
kelas, yaitu:
1) Mewujudkan situasi
dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok
belajar yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan semaksimal
mungkin.
2) Menghilangkan
berbagai hambatan yang dapat menghalangi
terwujudnya interaksi pembelajaran.
3) Menyediakan dan
mengatur fasilitas serta perabot belajar
yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial,
emosional dan intelektual siswa dalam kelas.
4) Membina dan membimbing siswa sesuai dengan
latar belakang sosial, ekonomi dan budaya serta sifat-sifat individunya.[16]
Menurut penulis, tindakan terpenting yang
harus dilakukan guru agar tujuan-tujuan di atas tercapai secara optimal adalah
terciptanya iklim komunikasi interpersonal dan pembinaan rasa tanggung jawab
sosial serta perasaan bahwa dirinnya berarti. Tanggung jawab sosial dan
perasaan bahwa dirinya berarti itu merupakan hasil hubungan yang baik antara
siswa dengan orang lain, baik dengan teman sebaya maupun dengan guru itu
sendiri.
Sementara itu, untuk memecahkan berbagai
tingkah laku menyimpang yang terjadi di dalam kelas, dapat dilakukan dengan
mengarahkan potensi seluruh personil kelas di bawah bimbingan guru. Jikla
setiap siswa dapat bimbingan untuk menyadari bahwa masing-masing mereka adalah
anggota suatu kelompok kerja yang sama-sama sedang memecahkan suatu masalah
sehingga mereka memiliki tanggung jawab, baik yang bersifat pribadi maupun
tanggung jawab sosial.
b. Prinsip dan Komponen
Sebagai pengelolaan kelas (learning
administrator), guru hendaknya menjadikan kelas sebagai lingkungan belajar
agar kegiatan kegiatan-kegiatan terarah kapada tujuan pendidikan. Guru juga
bertanggung jaawab memelihara lingkungan fisik kelas agar senantiasa
menyenangkan dan mengarahkan serata membimbing proses-proses intelektual dan
sosial di di dalam kelasnya. Sebagai administrator, guru juga dituntut
mewujudkan suasana belajar yang efektif dan mnyenagnkan serta dapat memotivasi
siswa untuk belajar.
Seorang guru hendaknya memiliki kompetensi performance
(prilaku), artinya seorang guru dintuntut memiliki berbagai keterampilan,
seperti berbagai keterampilan dalam mengajar, membimbing, menilai, menggunakan
alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi, menumbuhkan semangat belajar
siswa, keterampilan menyusun persiapan mengajar, termasuknya di dalamnya
keterampilan mengelola kelas.[17]
Usaha lain yang harus dilaksanakan oleh guru ialah dengan menyiapkan bahan
belajar, sarana dan alat peraga, pengaturan ruang kelas, mewujudkan situasi dan
kondosi proses belajar mengajar, mengatur waktu agar proses belajar
pembelajaran berjalan dengan baik dan sebagainya. Kemampuan seorang guru dalam
mengelola kelas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas
pengajaran dan keberasilan belajar siswa.
Masalah pengelolaaan kelas bukanlah tugas yang ringan. Berbagai faktorlah yang
menyebabkan kerumitan itu. Secara umum faktor yang mempengaruhi pengelolaan
kelas di bagi menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan ekstern siswa itu
sendiri.
“Faktor intern siswa berhubungan dengan
masalah emosi, pikiran dan perilaku. Kepeeribadian siswa dengan cirri khas nya
masing – masing menyebabkan siswa yang satu berbeda dengan siswa yang lainnya
secara individual ini dapat dilihat dari aspek perbedaan biologis, intelektual
dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal siswa terkait dengan masalah
ligkungan belajar, penempatan, pengelompokan, jumlah siswa di kelas dan
sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas akan mewarnai dinamika kelas. Semakin
banyak jumlah siswa di kelas cenderung ebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya
semakin sedikit jumlah siswa di kelas cendeung lebih kecil terjadi
konflik".[18]
Menurut penulis, merupakan mustahil jika
masalah yang terjadi dan berkembang di kelas tidak dapat di atasi. Selama ada
usaha dari guru, masalah tersebut pasti dapat di pecahkan. Memang di akui bahwa
kelas dari waktu ke waktu selalu menujukan suasana yang berbeda. Dalam rangka
memperkecil masalah-masalah tersebut, perinsip-perinsip pengelolaan kelas dapat
di pergunakan. Oleh sebab itu guru hendaknya menerapkan perinsip-perinsip
tesebut dalam rangka peruses belajar.
Secara umum, kegiatan mengelola kelas di
bedakan dalam dua komponen, yaitu:
1) Mengatur tata ruang
kelas; yaitu mengatur dan mendesain ruangan kelas sedemikian rupa sehingga guru
dan anak didik menjadi kreatif dan “kerasan” belajar di ruangan itu. Termasuk
dalam kegiatan ini ialah pengaturan letak meja dan tempat duduk siswa,
penempatan papan tulis, meja uru, bahkan bagaimana pula harus hiasan di dalam
kelas.
2) Menciptakan iklim
belajar yang serasi; yaitu guru harus mampu menangani dan mengarahkan tingkah
laku siswa agar tidak merusak suasana kelas. Misalnya, terdapat tingkah laku
siswa yang kurang serasi, seperti ramai, nakal, mengantuk dan mengganggu teman
siswa yang lain, guru hendaknya mengambil tindakan yang tepat, menghentikan
tingkah laku siswa dan mengerahkannya untuk melakukan hal-hal yang lebih
produktif.[19]
Apa yang terjadi did ala kelas pada umumnya
adalah soal gaya mengajar. Ini terutama berlaku dalam hal tentang kontrol atau pengendalian kelas.
Kadang seorang guru di anggap benar-benar telah menguasai situasi kelas apabila
di dalam kelas itu terdapat kebebasan bergerak dan berbiacara. Tak jarang pula,
seorang guru di anggap benar-benar telah
menguasai situasi kelas apabila ia dapat mendominasi semua kegiatan di kelas.
Sementara siswa tidak di perbolehkan memotong pembicaraan, bahkan mengeluarkan
pendapat ketika berdiskusi atau kegiatan lainnya. Dengan demikian, persepsi
yang muncul dalam diri siswa adalah “penderitaan” bukan kegiatan belajar
mengajar, jika kondisi kelass sudah terjadi demikian. Tugas guru seperti
mengontrol, mengatur atau mendisiplinkan siswa adalah tindakan yang kurang
tepat lagi untuk saat ini. Aktivitas guru yang terpenting adalah memenej,
mengorganisir dan mengkoordinasikan segala aktivitas siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Dalam melaksanakan keterampilan mengelola
kelas, prinsip dan komponen yang harus
di terapkan guru, sebagai berikut:
1) Prinsip penggunaan
a)
Kehangatan
dan keantusiasan
Kehangatan dan keantusiasan guru
dapatmemudahkan terciptanya iklim kelas yang menyenangkan, sebagai salah satu
syarat bagi kegiatan nelajar mengajar yang optimal. Guru yang bersikap hangat
dan akrab serta antusias terhadap tugas, tanggung jawab juga terhadap siswa
akan lebih mudah pula melaksanakan kegiatannya.
b)
Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan bahkan bahan
ajar yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar, sehingga
mengurangi kemungkinan tingkah laku yang menyimpang.
c)
Bervariasi
Penggunaan alat atau media, gaya dan intraksi
belajar mengajar yang bervariasi merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas
yang efektif dan menghindari kejenuhan.
d)
Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru akan mengubah
strategi mengajarnya akan dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa
serta menciptakan iklim belajar yang efektif.
e)
Penekanan
kepada hal-hal yang positif
Pada dasarnya dalam hal mengajar dan
mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan
perhatian siswa pada hal-hal yang negative. Cara-cara memelihara hal-hal atau
suasana yang posiif, antara lain :
(1) Memberi aksentuasi
terhadap tingkah laku yang positif dan mencela tingkah laku yang negative
(kurang wajar).
(2) Memberi penguatan
tingkah laku yang diharapkan.
(3) Menyadari akan
kemungkinan kesalahan-kesalahan yang dapat dibuatnya sehingga akan mengganggu
kelancaran belajar siswa.
f)
Penanaman
disiplin diri
Pengembangan disiplin diri sendiri oleh siswa
merupakan tujuan akhir dari pengelolaan kelas. Untuk itu gur harus mendorong
siswa untuk melaksanakan disiplin diri dan guru sendiri hendaknya menjadi
contoh atau teladan tentang pengemdalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab.[20]
Menurut penulis implementasi prinsip-prinsip
di atas menuntut kesungguhan dan sikap demokratis guru, karena tingkah laku dan
keberhasilan belajar siswa tergantung pada suasana demokratis yang ada di dalam
kelas. Semangat yang benar-benar produktif hanya akan terwujud dalam suasana
kelas, dimana guru dan siswa sama-sama membagi tanggung jawab.
Dalam suasana kelas yang demokratis siswa
diperlukan sebagai individu yang bertanggungjawab, berharga dan mampu mengambil
keputusan serta pemecahan masalah. Guru yang ingin berhasil dalam mengelola
kelas tidak boleh menjadikan dirinya sebagai penguasa atau melepaskan tanggungjawabnya,
sebaliknya ia harus mampu membimbing, mengarahkan dan menunjukan jalan keluar
terbaik bagi siswa yang mendapat masalah.
2) Komponen keterampilan
a) Preventif (yang berhubungan
dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yangoptimal)
(1) Sikap tanggap
keterampilan
ini menggambarkan tingkah laku guru yang nampak kepada siswa bahwa ia sadar
serta tanggap akan perhatian mereka terhadap keterlibatan mereka dalam
tugas-tugas kelas. Siswa akan merasa bahwa guru hadir bersama mereka dan tahu
apa yang mereka perbuat. Kesan ketanggapan ini dapat ditunjukan dengan jalan
memandang secara seksama, gerak mendekati, memberi pernyaaan serta memberi
reaksi terhadap gangguan dan ketidak acuan siswa.
(2) Memberi perhatian
Pengelolaan
kelas yang efektif yang terjadi bila
guru mampu memberi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam
waktu yang sama. Memberi perhatia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
(a) Visual; mengalihkan
pandangan dari perbuatan yang satu kepada perbuatan yang lain dengan kontak
pandang terhadap kelompok siswa atau seorang siswa (secara individual).
(b) Verbal; guru dapat
memberikan komentar, penjelasan, pernyataan dan sebagainya terhadap aktivitas
seorang siswa, sementara ia memimpin siswa yang lain.
(3) Memusatkan perhatian
kelompok
Kegiatan
siswa dalam belajar dapat dipertahankan apabila dari waktu kewaktu guru mampu
memusatkan perhatian kelompok terhadap tugas-tugas yang dilakukan. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara menyiagakan siswa dan menuntut tanggung jawab
siswa.
(4) Memberi
petunjuk-petunjuk yang jelas
Hal
ini berhubungan dengan cara guru dalam memberikan petunjuk agar jelas dan
singkat dalam pelajaran, sehingga tidak terjadi kebingungan terhadap diri
siswa.
(5) Menegur
Apabila
terjadi tingkah laku yang mengganggu kelas atau kelompok di dalam kelas, guru
harus menegurnya secara verbal. Teguran verbal yang efektif ialah teguran yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
(a) Tegas dan tertuju
kepada siswa yang mengganggu serta kepada tingkah laku yang menyimpang.
(b) Menghindari
peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang mengandung penghinaan.
(c) Menghindari ocehan
atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan.
(6) Memberi pengutan
Dalam
hal ini guru dapat menggunakan dua macam cara sebagai berikut :
(a) Memberikan pengutan
penguatan kepada siswa yang menggangu yaitu dengan jalan “menangkap” siswa
tersebut ketika ia sedang melakukan tingkah laku yang tidak wajar, kemudian
menegurnya.
(b) Memberikan penguatan
kepada siswa yang bertingkah laku wajar dan dengan demikian menjadi contoh atau
teladan tentang tingkah laku positif bagi siswa yang suka mengganggu.[21]
Keterampilan di atas pada dasarnya berkaitan
dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengemdalikan proses
belajar mengajar serta kegiatan-kegiatan yang terkandung di dalamnya.
b) Represip (yang berhubungan
dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal).
(1) Modifikasi tingkah
laku
Guru
hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami masalah atau kesulitan
dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan
pemberian penguatan secara sistematis.
(2) Pemecahan masalah
kelompok
Dalam
hal ini guru dapat menggunakan pendekatan masalah kelompok dengan cara
memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan-kegiatan kelompok .
3) Menemukan dan memecahkan
tingkah laku yang menimbulkan masalah.[22]
Dalam hal ini guru dapat menggunakan
seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul dan ia
mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidak patutan tingkah laku
tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahannya.
Menurut penulis, berbagai keterampilan diatas
pada dasarnya merupakan sikap tanggap guru terhadap gangguan siswa yang
berkelanjutan dengan maksud agar ia dapat mengadakan tindakan remedial (perbaikan)
untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal. Apabila terdapat siswa yang
menimbulkan gangguan berulang-ulang walaupun guru telah mengguanakan tingkah
laku dan tanggapan yang sesuai (meminta bantuan kepada sekolah,konselor atau
orang tua anak didik) untuk membantu mengatasinya.
Bukanlah kesalahan profesional guru jika ia
tidak dapat menangani setiap masalah siswa didalam kelas.namun pada tingkat
tertentu ia dapat menggunakan seperangkat strategi untuk tindakan perbaikan
terhadap tingkah laku siswa yang terus menerus menimbulkan gangguan dan tidak
mau terlibat dalam tugas atau kegiatan dikelas. Akan tetapi dilain hal,
keberhasialan dalam kegiatan tersebut akan memberi kepuasan kepada para siswa
dan bila hal tersebut sudah dilakukan secara optimal,maka akan terciptalah suasana
kondusip,adanya intraksi dinamis dan diharapkan siswa mampu memperoleh
pengetahuan, kemampuan serta sikap sebagaimana dikehendaki oleh
pengajaran.
4. Masalah-masalah dalam
mengelola kelas
Mengelola
kelas merupakan kegiatan yang cukup kompleks. Gagalnya seorang guru mencapai
tujuan pembelajaran sejalan dengan ketidak mampuan guru dalam mengelola kelas.
Indikatornya dari kegagalan tersebut adalah rendahnya prestasi belajar siswa
yang tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Oleh karena
itu, mengelola kelas merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru
dalam kerangka keberhasilan proses belajar mengajar.
Kegiatan
mengelola kelas terkadang menjadi beban berat yang harus carikan jalan
keluarnya. Apalagi jika kelas yang akan dikelola terdiri dari banyak siswa,
yang di dalamnya terkumpul berbagai karakteristik dan perilaku yang bervariasi.
Keanekaragaman masalah perilaku siswa itu menimbulkan beberapa masalah
pengelolaan kelas.
Masalah
mengelola kelas dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu masalah individual dan
kelompok. Penggolongan masalah individual didasarkan atas tanggapan bahwa
tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan.setiap individu
memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna.jika
individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga,maka ia
akan bertingkah laku menyimpang.[23]
Masalah
individu siswa dikelas muncul karena ada kebutuhan ingin diterima kelompok dan
mencapai harga diri. Apabila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi
cara-cara yang lumrah dikelas, maka individu yang bersangkutan akan berusaha
mencapainya dengan cara lain.
Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan
dengan cara yang tidak baik, digolongkan menjadi empat kategori,yaitu:
a.
Tingkah
laku yang ingin mendapat perhatian orang lain (attention getting behaviors),
misalnya membadut dikelas atau berbuat lamban sehingga perlu mendapat
pertolongan ekstra.
b.
Tingkah
laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors), misalnya
selalu mendebat, kehilangan kendali emosional (marah-marah, menangis) atau
selalu lupa pada aturan aturan-penting penting dikelas.
c.
Tingkah
laku yang ingin menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors),misalnya
menyakiti orang lain dengan mengatai,memukul,mengigit dan sebagainya.
d.
Tingkah
laku yang menunjukan ketidak mampuan (passive behaviors),yaitu sama
sekali menolak untuk mencoba melakukan sesuatu karena menganggap apapun yang
dilakukannya akan mengalami kegagalan.[24]
Keempat
tingkah laku tersebut dirasakan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak
yang gagal menarik perhatian orang lain maka ia akan mengejar perhatian.
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana
hubungan sosial yang biasanya saling menerima, baik secara aktif maupun pasif
bertingkah laku mencari perhatian orang lain.
Siswa
yang memperlihatkan ketidak mampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu
berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya, misalnya rasa memiliki dan
bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya, bahkan ia akan
menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanya kegagalan yang terus menerus.
Perasaan semacam ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengisolasi diri.
Guru ditekankan agar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah
laku siswa tersebut.
Adapun
masalah-masalah kelompok dibedakan menjadi tujuh kategori, yaitu:
a. Kurangnya kesatuan,
dengan adanya kelompok-kelompok dan pertentangan jenis kelamin.
b. Tidak ada standar
prilaku dalam kerja kelompok, misalnya rebut, bercakap-cakap, pergi kesana
kemari dan sebagainya.
c. Reaksi negatif
terhadap anggota kelompok, misalnya bermusuhan, mengucilkan, merendahkan
kelompok bodoh dan sebagainya.
d. Kelas mentoleransi
kekeliruan-kekeliruan temannya, misalnya menerima dan mendorong perilaku yang
keliru.
e. Mudah mereaksi
negatif (merasa terganggu), misalnya bila didatangi petugas monitor, tamu-tamu,
iklim yang berubah dan sebagainya.
f. Moral rendah,
pemusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga dengan alat-alat belajar yang
kurang, kekurangan uang dahn sebagainya.
g. Tidak mampu
menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah seperti tugas-tugas tambahan, anggpota
kelas yang baru dan sebagainya.[25]
Kekurang
kompakan kelompok biasanya ditandai dengan adanya konflik diantara anggota
kelompok. Penerimaan kelompok atas tingkah laku uang menyimpang terjadi apabila
kelompok itu mendorong dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku
menyimpang dari norma-norma sosial kelas yang berlaku pada umumnya.
Masalah
kelompok yang dianggap paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes
dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal tersebut dinyatakan secara terbuka
maupun terselubung. Permintaan penjelasan secara terus-menerus tentang suatu
tugas, lupa atau kehilangan alat tulis, lupa mengerjakan tugas rumah dan sebagainya merupakan contoh kecil
keenggananbekerja.
Menurut Pidarta, kondisi tersebut
mengakibatkan munculnya hal-hal sebagai berikut:
a.
Kelas
kurang kondusif
b.
Kelas
mereaksi negatif terhadap tingkah laku anggotanya.
c.
Membesarkan
hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok.
d.
Kelompok
cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang sedang dilaksanakan.
e.
Semangat
kerja rendah.
f.
Kelas
kurang sesuai menyesuaikan diri dengan keadaan diri.[26]
Dalam
rangka menyikapi hal tersebut, guru harus melakukan berbagai tindakan agar
suasana kelas menjadi kondusif. Tindakan tersebut dapatberupa tindakan yang
bersifat prevevtif (pencegahab) dan korektif (koreksi)
a.
Tindakan
preventif (pencegahan) dilakukan dengan menyediakan kondisi, baik kondisi fisik
maupun emosional sehingga dalam diri siswa terasa kenyamanan dan keamanan untuk
belajar. Adapun langkah-langkah pencegahan, sebagai berikut:
1)
Peningkatan
kesadaran guru sebagai pendidik
2)
Peningkatan
kesadaran peserta didik
3)
Sikap
polos dan tulus dari guru
4)
Mengenal
alternatif pengelolaan
5)
Menciptakan
kontrak sosial
b.
Tindakan
korektif (koreksi), merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang
dan merusak kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung. Hal ini berupa tindakan yang seharusnya segera diambil guru pad
asst terjadi gangguan dan penyembuhan (kuratif) terhadap tingkah laku
menyimpang yng terlanjur terjadi agar tidak berlarut-larut. Langkah-langkah
harus ditempuh adalah mengidentifikasi dan menganalisis masalah, menilai alternatif-alternatif
pemecahan serta mendapat balikan.[27]
Menurut
penulis, kedua tindakan tersebut amat penting untuk dilakukan guru, karena
dimensi tindakan sudah seharusnya ditempuh. Guru yang bersangkutan di tuntut
untuk berbuat sesuatu dalam menghentikan tingkah laku siswa secepay dan setepat
mungkin. Tindakan guru hendaknya lebih tegas dan berwibawa serta menghindarkan
hal-hal yang akan menyebabkan siswa merasa malu bahkan terhina didepan
teman-temannya.
Sementara
sikap demokratis guru akan mencairkan kondisi bagi terciptanya suasana
keakraban di kelas. Sikap demokratis guru juga akan memberi kesempatan kepada
siswa untuk ikut terlibat dalam menegakkan disiplin, bertanggung jawab dan
mempertahankan aturan yang ada. Intinya, tindakan –tindakan pengelolaan kelas
yang di lakukan guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan
tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat
memilih strategi penanggulangan yang tepat pula.
[1] Sardiman, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2000), h. 123
[2] Ibid.,
h. 131
[3] Ibid.,
h. 132
[4] loc. cit.
[5] Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, (Bandung :
Sinar Baru Algensindo, 2000), h. 18
[6] Ny. Roestiyah, Masalah-masalah
Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), h. 5
[7] Syaiful Bahri
Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : Rineka Cipta,
2000), h. 147-148
[8] Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2002), Cet. Ke-2,h.196
[9] Sumanto, et al., Strategi
Belajar Mengajar, (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan,
1996), Cet. Ke-2, h.3
[10] Tim Dosen FIP-UPI, Pengelolaan
Pendidikan, (Bandung :
Jurusan Administrasi Pendidikan, 2002), h. 56
[11] Suharsimi Arikunto, Manajemen
Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993), Cet.
Ke-2, h. 195
[12] Burhanuddin, Analisis
Asministrasi dan Kepemimpinan Dalam Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
1994), h. 48
[13] Moh. Uzer Usman,
Menjadi Guru Propesional, (Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-11, h. 97
[14] Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., h. 200
[15] Suharsimi Arikunto, op.
cit., h. 89
[16] Tim Dosen FIP-UPI, loc.
cit.
[17] Nana Sudjana, op.
cit., h. 18
[18] Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., h. 206-2007
[19] Sardiman AM., op.
cit., h. 169
[20] Moh. Uzer Usman, op.
cit., h. 97-98
[21] Ibid.,
h. 98-99
[22] Ibid.,
h. 100
[23] Sumanto, et. al. op.
cit., h. 5
[24] Ahmad Rohani dan Abu
Ahmadi, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Di Sekolah,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 119
[25] Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., h.218
[26] Ahmad Rohani, Pengelolaan
Pengajaran, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-2, h. 126
[27]Tim
Dosen FIP-UPI, op. cit, h.60-62
No comments:
Post a Comment