A. Prestasi Belajar Siswa
Banyak kegiatan yang
bisa dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan prestasi. Semuanya tergantung
dari profesi dan kesenangan masing-masing individu, kegiatan mana yang akan
digeluti untuk mendapatkan prestasi tersebut. Konsekuensinya kegiatan itu harus
digeluti secara optimal agar menjadi bagian dari diri secara pribadi.
Dari kegiatan
tertentu yang digeluti untuk mendapatkan prestasi, maka muncullah berbagai
pendapat dari para ahli sesuai dengan keahlian mereka masing-masing untuk
memberikan pengertian mengenai kata “prestasi”. Namun secara umum mereka
sepakat, bahwa “prestasi” adalah hasil dari suatu kegiatan.
1. Pengertian prestasi belajar siswa
Untuk memperoleh
gambaran serta pemahaman yang jelas tentang pengertian prestasi belajar,
terlebih dahulu penulis akan mencoba untuk mengungkapkan beberapa pendapat dari
para tokoh tentang pengertian dari prestasi dan belajar. Prestasi belajar
merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar,
dan kedua kata tersebut masing-masing mempunyai arti dan makna yang berbeda.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia kata prestasi berarti hasil yang telah dicapai (dari yang
telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya).[1] Prestasi adalah
hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara
individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama
seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan untuk mendapatkan
prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan
berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya.[2]
Sedangkan menurut
Mas’ud hasan Qohar prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil
pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.[3] Sementara Nasrun
Harahap memberikan batasan bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang
perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan
pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam
kurikulum.[4]
Prestasi atau hasil belajar merupakan sesuatu yang
dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dari sisi siswa dan dari sisi guru. Lebih
lanjut Dimyati dan Mudjiono menjelaskan sebagai berikut :
“Hasil belajar
dipandang dari sisi siswa merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat pra belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, efektif dan psikomotorik. Hasil
belajar, sebagai hasil dari proses pembelajaran terkait dengan bahan pelaharan.
Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Hal ini terkait juga penggal-penggal pengajaran. Hasil belajar dinilai dengan
ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran
tersebut, seorang siswa yang keluar dapat digolongkan kedalam kategori lulus
atau tidak lulus. Dari segi proses belajar, keputusan tentang hasil belajar
berpengaruh pada tingkah laku siswa dan guru.[5]
Keputusan tentang hasil belajar
merupakan feed back (umpan balik) dan reinforcement (penguatan) bagi siswa dan
guru, serta menjadi puncak harapan siswa. Secara kejiwaan, proses belajar siswa
akan dipengaruhi oleh hasil belajar yang telah diperolehnya, oleh sebab itu
sekolah dan guru diharapkan berlaku arif dan bijaksana dalam menetapkan serta
menyampaikan hasil belajar siswa.
Dari beberapa
pengertian tentang prestasi yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas,
penulis dapat memahami bahwa prestasi adalah hasil usaha atau kerja seseorang
yang dicapai dari suatu kegiatan yang telah dilakukan.
Rumusan tentang
belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik untuk menuju
perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta,
rasa dan karsa, ranah kognitif, efektif dan psikomotorik.[6]
Abu Ahmadi dan Widodo
Supriyono berpendapat mengenai pengertian belajar secara psikologis ialah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingjah
laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungan.[7]
Kemudian Nana Sudjana
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditentukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya,
sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya
reaksinya, daya menerimanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.[8]
Sedangkan Muhibbin
Syah berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi
dalam diri organisme (manusia atau hewan) yang disebabkan oleh pengalaman yang
dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.[9]
Dari beberapa
perumusan belajar yang telah disebutkan di atas, walapun terdapat
perbedaan-perbedaan tetapi secara prinsip mempunyai arti dan tujuan yang sama
yaitu bahwa belajar adalah suatu proses usaha atau interaksi yang dilakukan
individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan keseluruhan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman itu sendiri.
Belajar dapat
dikatakan berhasil apabila dalam diri individu telah terjadi perubahan,
begitupun sebaliknya, apabila dalam diri individu tidak atau belum terjadi
suatu perubahan maka belajar tersebut bisa dikatan tidak atau belum berhasil
dengan baik. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk, seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya sikap dan tingkah
lakunya, keterampilannya dan lain-lain yang ada pada individu.
Seseorang yang
melakukan perbuatan belajar dapat melakukan apa yang sebelumnya tidak dapat
dilakukannya, tingkah laku akan berbeda dari pada sebelum ia melakukan kegiatan
belajar, perubahan meliputi kebiasaan, keterampilan, sikap dan lain-lain.
Setelah mengetahui beberapa pendapat dari para ahli tentang prestasi dan
belajar, maka akan diketahui pengertian dari prestasi belajar itu sendiri.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran. Lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.[10] Sedangkan menurut
Syaiful Bahri Djamarah prestasi belajar yaitu hasil yang diperoleh beupa
kesan-kesan yang membangkitkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari
kreativitas belajar.[11]
Kemudian Nana
Sudjana, prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya.[12] Sedangkan menurut
Muhibbin Syah prestasi belajar adalah segenap ranah psikologis yang berubah
sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian,
pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa
siswa sangat sulit. Hal ini karena perubahan hasil belajar itu yang tidak dapat
diraba.[13]
Berdasarkan
pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
hasil atau perubahan dari apa yang diserap oleh siswa dalam belajar. Dengan
kata lain prestasi belajar berarti pnguasaan siswa terhadap materi pelajaran
tertentu yang diperoleh dari hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk scaore
setelah mengikuti kegiatan belajar.
2. Macam-macam
Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang
dicapai oleh siswa sangat erat kautannya dengan tujuan instruksional yang
direncanakan oleh guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh kemampuan guru
sebagai perancang belajar mengajar. Prestasi belajar yang dicapai siswa
dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu prestasi bidang kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Prestasi bidang
kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek yakni :
a)
Ingatan, mengacu kepada kemampuan mengenal atau
mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada
teori-teori yang sukar.
b)
Pemahaman, mengacu kepada kemampuan memahami makna
materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupkan tingkat
berpikir yang rendah.
c)
Penerapan, mengacu kepada kemampuan menggunakan atau
menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut
penggunaan aturan, prinsip.
d)
Analisis, mengacu kepada kemampuan menguraikan materi
ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan
di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya
dapat lebih dimengerti.
e)
Sintesis, mengacu kepada kemampuan memadukan konsep
atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru.
Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan
tingkat berpikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
f)
Evaluasi, mengacu kepada kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi
merupakan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi.[14]
Prestasi bidang
afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek sebagai berikut :
a)
Penerimaan, mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan
memperhatikan dan memberikan respon terhadap stimulasi yang tepat.
b)
Pemberian respon, reaksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap stimulasi yang dating dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi,
perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulasi dari luar yang datang kepada
dirinya.
c)
Penilaian, mengacu kepada nilai atau pentingnya kita
menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti
menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi ‘sikap’ dan ‘apresiasi’.
d)
Pengorganisasian, mengacu kepada penyatuan nilai, yakni
pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu
nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah
dimilikinya.
e)
Karakterisasi, mengacu kepada karakter dan gaya hidup
seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku
menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujun dalam kategori ini
bisa ada hubungannya dengan ketentua pribadi, sosial, dan emosi siswa.[15]
Hasil belajar
psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu. Ada enam tingkatan keterampilan , yakni :
a)
Gerakan
refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar
b)
Keterampilan
pada gerakan-gerakan dasar
c)
Kemampuan
perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif,
motoris, dan lain-lain
d)
Kemapuan
di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan
e)
Gerakan-gerakan
skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks
f)
Kemampuan
yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan
interprestatif.[16]
Ketiga kategori
tersebut tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang
hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah
yang nampak dari perubahan tingkah laku yang secara teknis dirumuskan dalam
sebuah pernyataan verbal melalui tujuan instruksional (pengajaran).
Dalam proses belajar
mengajar di sekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih doniman jika
dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik.
Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotorik diabaikan
sehingga tak perlu dilakukan penilaian.
Muhibbin Syah, secara
rinci memberikan gambaran tentang indikator prestasi belajar (kognitif, afektif
dan psikomotorik) dan cara melakukan evaluasi terhadap ketiga kategori
tersebut, sebagaimana tertera pada tabel berikut :
Tabel 1
Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi
Ranah/Jenis Prestasi
|
Indikator
|
Cara Evaluasi
|
1
|
2
|
3
|
a) Kognitif
1. Pengamatan
|
1.
Menunjukkan
2.
Membandingkan
3.
Menghubungkan
|
1.
Tes lisan
2.
Tes tertulis
3.
Observasi
|
2. Ingatan
|
1.
Menyebutkan
2.
Menunjukkan kembali
|
1.
Tes lisan
2.
Tes tertulis
3.
Observasi
|
3. Pemahaman
|
1.
Menjelaskan
2.
mendefinisikan
|
1.
Tes lisan
2.
Tes tertulis
|
4. Penerapan
|
1.
Memberikan contoh
2.
Mendefinisikan
|
1.
Tes lisan
2.
Pemberian tugas
3.
Observasi
|
5. Analisis
|
1.
Menguraikan
2.
Mengklasifikasikan
|
1.
Tes tertulis
2.
Pemberian tugas
|
6. Sintesis
|
1.
Menghubungkan
2.
Menyimpulkan
3.
Menggenerasasikan
|
1.
Tes tertuli
2.
Pemberian tugas
|
b) Afektif
1. Penerimaan
|
1.
Sikap menerima
2.
Sikap menolak
|
1.
Tes tertulis
2.
Tes skala sikap
3.
Observasi
|
2. Sambutan
|
1.
Berpartisipasi
2.
Memanfaatkan (peluang)
|
1.
Tes tertulis
2.
Tes skala sikap
3.
Observasi
|
3. Apresiasi
|
1.
Menganggap penting dan bermanfaat
2.
Menganggap indah dan harmonis
3.
Mengagumi
|
1.
Tes skala sikap
2.
Pemberian tugas
3.
Observasi
|
4. Internalisasi
|
1.
Mengakui dan meyakini
2.
Mengingkari
|
1.
Tes skala sikap
2.
Pemberian tugas
3.
Observasi
|
5. Karakterisasi
|
1.
Melembagakan/meniadakan
2.
Menjelmakan dalam perilaku
|
1.
Pemberian tugas
2.
Observasi
|
1
|
2
|
3
|
c) Psikomotorik
1.
Keterampilan bergerak dan bertindak
|
1.
Mengkoordinasikan gerak anggota tubuh
|
1.
Observasi
2.
Tes tindakan
|
2.
Kecapanan ekspresi verbal dan non verbal
|
1.
Mengucapkan
2.
Membuat mimik dan gerakan jasmani
|
1.
Tes lisan
2.
Observasi
3.
Tes tindakan [17]
|
Indikator-indikator
pada tabel di atas merupakan pedoman bagi guru dalam menerapkan batas mnimal
keberhasilan belajar siswa. Hal ini amat penting, karena mempertimbangkan batas
minimal keberhasilan siswa bukanlah perkara mudah. Mengingat ranah-ranah
psikologis walapun berkaitan sama laian, kenyataannya sukar diungkap sekaligus
bila hanya melihat perubahan yang terjadi hanya pada ranah tertentu saja.
Oleh karena itu, guru
hendaklah dapat bertindak secara bijak dalam memberikan penilaian, agar siswa
pun merasa puas terhadap hasil belajar yang mereka tempuh selama jangka waktu
tertentu.
Adapun indikator
keberhasilan belajar siswa pada bidang studi pendidikan agama Islam, yaitu
sebagai berikut :
a)
Siswa
memiliki pengetahuan fungsional tentang agama Islam dan mengamalkannya
b)
Siswa
meyakini kebenaran ajaran agama Islam dan menghormati orang lain meyakini
agamanya pula
c)
Siswa
bergairah dalam melaksanakan ibadah
d)
Siswa
memiliki sifat kepribadian muslim (akhlak mulia)
e)
Siswa
mampu membaca dan memahami kitab suci Al-Qur’an
f)
Siswa
rajin dan giat belajar serta gemar membaca buku
g)
Siswa
mampu mensyukuri nikmat yang diberikan Allah
h)
Siswa
memahami, menghayati dan mengambil manfaat dari tarikh Islam
i)
Siswa
mampu menciiptakan suasana kerukunan beragama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.[18]
Indikator-indikator
di atas memberikan gambaran bahwa keberhasilan belajar siswa dimulai dari aspek
kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran dan nilai-nilai agama
Islam, selanjutnya mengarah kepada aspek afeksi, yakni internalisasi ajaran dan
nilai-nilai agama ke dalam diri siswa. Tahapan ini terkait erat dengan aspek
kognisi, dengan asumsi bahwa penghayatan dan pemahamannya terhadap ajaran dan
nilai-nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut, diharapkan tumbuh
motivasi dalam diri siswa dan bergerak mengamalkan serta mentaati ajaran islam
(psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian,
akan terbentuk manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah serta
berakhlak mulia.
3. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar
siswa dapat dikatakan sebagai hasil belajar siswa setelah mereka mengikuti dan
mempelajari mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah dalam kurun waktu
yang telah ditentukan dan sudah tentu tercapainya hasil belajar tersebut tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut.
Menurut Wasty
Soemanto, faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu :
a)
Faktor
stimuli belajar
Yang di maksud dengan
stimuli belajar di sini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang
individu itu untuk mengadakan reaksi atau perubahan belajar. Stimuli dalam hal
ini mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus
diterima atau dipelajari oleh si pelajar.[19]
b)
Faktor
metode belajar
Metode belajar yang
digunkan oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh si
pelajar. Dengan kata lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan
yang berarti bagi proses belajar.[20]
c)
Faktor
individu
Kecuali faktor
stimuli dan metode belajar, faktor individu sangat besar pengaruhnya terhadap
belajar seseorang. Adapun faktor-faktor individu ini menyangkut : kematangan,
faktor usia kronologis, faktor oerbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya,
kapasitas mental, kondisi kesehatan rohani, motivasi.[21]
Sementara itu menurut
Muhibbin Syah, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa secara umum itu
ada tiga macam, yaitu :
a)
Faktor
internal (faktor di luar siswa) yakni keadaan (kondisi jasmani dan rohani
siswa)
b)
Faktor
eksternal (faktor dari luar siswa) yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
c)
Faktor
pendekatan belajar (approach to learning) jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pelajaran.[22]
a)
Faktor
internal meliputi dua aspek, yaitu :
1)
Aspek
fisiologis (yang bersifat jasmani)
Kondisi umum jasmani
dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya juga kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat
kesehatan, indra penglihatan dan pendengaran yang sangat mempengaruhi semangat
dan intensitas siswa serta kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan
pengetahuan.[23]
2)
Aspek
psikologis
Faktor-faktor rohani
yang termasuk aspek psikologis dan dapat mempengaruhi juantitas dan kualitas
pembelajaran siswa adalah sebagai berikut yaitu : tingkat kecerdasan atau
intelegebsi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.[24]
b)
Faktor
eksternal terdiri atas tiga macam :
1)
Faktor
keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi orang tua, pengertian orang tua dan latar
belakang kebudayaan.
2)
Faktor
sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa lainnya, disiplin sekolah, sarana dan prasarana
pembelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, metode belajar dan tugas rumah,
(PR).
3)
Faktor
masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, media
massa dan budaya hidup masyarakat.[25]
Ketiga
lingkungan di atas (keluarga, sekolah dan masyarakat) merupakan bagian dari
kehidupan anak didik. Dalam lingkungan itulah anak didik hidup dan berinteraksi
dalam mata rantai kehidupan yang kompleks, yang di dalamnya juga terdapat
proses interdependensi (ketergantungan). Dari ketiga faktor tersebut mempunyai
pangaruh sukup signifikan terhadap kegiatan belajar anak didik.
c)
Faktor
pendekatan belajar
Faktor
pendektan belajar ini juga sangat mempengaruhi hasil belajar siswa, maka
semakin baik pula hasilnya. Faktor ini dapat dibagi ke dalam tiga macam
tingkatan, yaitu pendekatan tinggi, pendekatan sedang, dan pendekatan renah.[26]
Berdasarkan berbagai
pendapat yang telah penulis kemukakan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
prestasi belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, akan tetapi
secara umum faktor-faktor tersebut dapat di klasifikasikan menjadi dua bagian
yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang dalam istilah psikologi
pendidikan lebih dikenal dengan istilah faktor instrinsik dan ekstrinsik. Dan
salah satu faktor yang dipandang cukup dominan terhadap pencapaian prestasi
belajar siswa ialah faktor keluarga, dimana keluarga merupakan peranan penting
dalam pencapaian hasil belajar.
B. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian pendidikan
agama Islam
Pendidikan berasal
dari kata ‘didik’, lalu kata ini mendapat awalan ‘me’ sehingga menjadi
‘mendidik’, artinya memelihara dan memberikan latihan. Pengertian pendidikan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan.[27]
Pendidikan menurut UU
No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab I pasal 1 adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.[28]
Secara terminologis,
pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulanya dengan anak-anak
untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.[29]
Dari beberapa
definisi pendidikan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar membina pertumbuhan dan perkembangan anak agar
mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan meliki kepribadian yang sesuai
dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.
Di dalam masyarakat
Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai
konsep pendidikan, yaitu : ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.[30] Ketiga kata tersebut
akan penulis jabarkan sebagai berikut :
a)
Ta’lim
( تعليم ), sesuai dengan
firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi :
وَعَلَّمَ
آدَمَ اْلاَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى اْلمَلاَئِكَةِ فَقَالَ
اَنْبِئُوْنِيْ بِاَسْمَآءِ هؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ {البقرة : 31}
Artinya
: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : “sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”.
(Al-Baqarah : 31).[31]
b)
Tarbiyah
( تربية ), sesuai dengan
firman Allah dalam QS. Al-Isra’ ayat 24 yang berbunyi :
... رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَينِيْ صَغِيْرًا {الاسراء : 24}
Artinya
: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik ak waktu kecil. (Al-Israa’ : 24).[32]
c)
Ta’dib
( تأديب ), sesuai dengan
hadits Rasulullah SAW yaitu :
َلأَنْ يُؤَدِّبَ
الرَّجُلُ وَلَدَهُ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ {رواه الترميذ}
Artinya : Pendidikan seorang laki-laki
(ayah) kepada anaknya lebih baik dari pada bersedekah dengan satu sho (HR.
Tarmizi)[33]
Walaupun ketiga kata
tersebut bisa digunakan dalam bahasa Arab yang menunjukkan pengertian
pendidikan, namun kata ta’lim yang berarti pelajaran lebih sempit dari pada
pendidikan, dengan kata lain ta’lim hanya sebagaian dari pendidikan. Sedangkan
kata tarbiyah yang lebih luas digunakan di negara-negara yang berbahasa Arab
sekarang.
Kata “agama” dalam
pendidikan agama di maksudkan adalah agama Islam, dengan demikian secara
etimologi, pendidikan agama itu dapat diartikan sebagai kegiatan memberikan
ajaran atau latihan mengenai akhlak dan kecerdasan yang berlandasan pada ajaran
Islam. Sedangkan kata “Islam” dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna
pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang
Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Pendidikan agama
Islam ialah uraian secara sistematis dan ilmiah tentang bimbingan atau tuntunan
pendidikan kepada anak didik dalam perkembangannya agar tumbuh secara wajar
berpribadi muslim, sebagai anggota masyarakat yang hidup selaras dan seimbang
dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat.[34]
Sedangkan menurut
Ahmad Tafsir pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang
kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam,
atau dengan kata lain Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar
ia menjadi muslim semaksimal mungkin.[35]
Zakiah darajat
mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan dan aturan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghaayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang telah di yakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya
demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat.[36]
Pendidikan agama
Islam menurut M. Arifin adalah orang
dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan
serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam
kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[37]
Dari beberapa
pengertian pendidikan agama Islam di atas, menunjukkan hakikat yang sama yaitu
usaha sadar untuk membimbing, mengajar dan mengasuh anak didik dalam
pertumbuhan jasmani dan rahani untuk mencapai tingkat kedewasaan sesuai dengan
ajaran Islam dan pada akhirnya dapat mengamalkannya, serta menjadikan ajaran
agama Islam sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan
dan kebahagian di dunia dan di akhirat. Atau dengan kata lain pendidikan agama
Islam adalah bimbngan yang dilakukan oleh seorang dewasa dalam masa pertumbuhan
ajgar ia memiliki kepribadian muslim ke arah titik maksimal pertumbuhan dan
perkembangannya.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Suatu usaha atau
kegiatan yang tidak mempunyai tujuan, tidak akan mempunyai arti apa-apa, dan
pada umumnya suatu usaha akan dikatakaaan berhasil atau berakhir apabila tujuan
akhir dari suatu usaha atau kegiatan telah tercapai. Tujuan adalah batas akhir
yang di cita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk di capai
melalui usaha.
M. Arifin
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah menanamkan taqwa dan
akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang
berpribadian dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.[38]
Ahmad D. Marimba,
sebagaimana dikutip oleh Nur Uhbiyati mengemukakan dua macam tujuan yaitu :
a)
Tujuan
sementara, artinya sasaran sementara yang harus di capai oleh umat Islam yang
melaksanakan pendidikan agama Islam. Tujuan sementara di sini yaitu tercapainya
berbagai kemampuan, seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis
dan lain-lain.
b)
Tujuan
akhir pendidikan agama Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim yang seluruh
aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam baik tingkah laku,
kegiatan jiwanya maupun filsafat hidupnya dan menunjukkan pengabdian kepada
Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya.[39]
Tujuan pendidikan
agama Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan idealis islami,
sedangkan idealias islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai
prilaku manusia yang dicari atau di jiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah
sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati.
Adapun
Zakiah Daradjat mengemukakan beberapa macam tujuan pendidikan agama Islam
sebagai berikut :
a)
Tujuan
umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik
dengan cara pengajaran atau cara lain. Tujuan umum pendidikan agama Islam harus
dikaitkan pula dengan tujuan nasional negara tempat pendidikan agama Islam itu
dilaksanakan dan harus dikaitkan dengan tujuan institusional lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan itu.
b)
Tujuan
akhir adalah untuk membentuk insani kamil dengan pola taqwa dapat menjalani
perubahan naik turun, bertambah, berkurang dalam perjalan hidup seseorang.
c)
Tujuan
sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
d)
Tujuan
operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan
pendidikan tertentu merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam
unit-unit kegiatan pengajaran.[40]
Dalam tujuan pendidikan agama Islam
tidak hanya mengarah perhatian pada segi keagamaan atau keduniaan saja, akan
tetapi pada keduanya sekaligus dan ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan
sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi kehidupan, sebagaimana firman Allah
dalam QS. Al-Baqarah : 201 sebagai berikut :
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً
{البقرة : 201}
Artinya
: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. (Al-Baqarah
: 201).[41]
Tujuan akhir
pendidikan Islam dengan pola taqwa sesuai dengan firman Allah dalam QS.
Ali-Imran : 102, sebagai berikut :
اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ {ال عمران : 102}
Artinya
: Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali-Imran :
102).[42]
Dengan demikian maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Agama Islam adalah menanamkan
nilai-nilai yang Islami kedalam pribadi seseorang serta mengembangkan agar
sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan menjadi seseorang yang bertaqwa sehingga
tercapai pribadi muslim yang kelak akan mampu memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
3. Ruang
lingkup pendidikan agama Islam
Ruang lingkup
pendidikan agama Islam mencakup kegiatan-kegiatan kependidikan yang dilakukan
secara konsisten dan berkesinambbungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia
yang meliputi :
a)
Lapangan
hidup beragama
b)
Lapangan
hidup berkewarga
c)
Lapangan
hidup ekonomi
d)
Lapangan
hidup kemasyarakatan
e)
Lapangan
hidup politik
f)
Lapangan
hidup seni dan budaya
g)
Lapangan
hidup ilmu pengetahuan.[43]
Adapun ruang lingkup
bahan pelajaran pendidikan agama Islam meliputi tujuh unsur pokok, yaitu :
keimanan, ibadah, Al-Qur’an, akhlak, muamalah, syariah dan tarikh. Dalam
membahas ruang lingkup pendidikan agama Islam yang sangat luas, maka
pengajarannya tergantung kepada jenia lembaga pendidikan yang bersangkutan,
tingkatan kelas, tujuan dan tingkat kemampuan anak didik sebagai konsumennya.
Pada tingkat SD
penekanan diberikan kepada empat unsur pokok yaitu keimanan, ibadah, Al-Qur’an
dan akhlak. Sedangkan pada SLTP dan AMU di samping keempat unsur pokok tersebut
di atas maka unsur muamalah dan syari’ah semakin dikembangkan. Unsur pokok
tarikh diberikan secara seimbang pada setiap satuan pendidikan.
4.
Faktor-faktor
pendidikan agama Islam
Pendidikan Islam sebagai ilmu yang mempunyai
ruang lingkup yang sangat luas, karena di dalamnya banyak segi-segi atau
pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung maupun tak langsung. Adapun
segi-segi atau pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan Islam sekaligus
menjagi ruang lingkup pendidikan Islam ialah :
a)
Perbuatan
mendidik itu sendiri
Maksudnya
ialah seluruh keggiatan-kegiatan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh
pendidik sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didik. Jadi para pendidik ini
membimbing dan memberikan pertolongan kepada abak didik agar tercapai kepada
tujuan pendidikan Islam dan terarah.
b)
Anak
didik
Anak
didik adalah orang yang sedang menuntut ilmu dan merupakan obyek didik, yang
juga harus diperlakukan sebagai subyek didik melalui berbagai kesempatan yang
tepat. Oleh karena itu peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam
pelaksanaan pendidikan, sehingga mereka dapat berkembang sesuai fitrahnya dan
dapat bertindak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
c)
Dasar
dan tujuan pendidikan Islam
Yaitu
suatu landasan yang menjadi dasar serta sumber dari segala kegiatan pendidikan
Islam dilakukan artinya pelaksanaan pendidikan Islam harus bersumber dari dasar
tersebut. Secara singkat, tujuan pendidikan islam yaitu ingin membentuk anak
didik menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah mempunyai kepribadian
muslim serta memiliki akhlak yang baik.
d)
Pendidik
Pendidik
adalah orang yang bertanggung jawab dalam pemberian ilmu pengetahuan. Pendidik
harus mampu mengarahkan anak didiknya pada hal-hal yang positif. Ia juga bukan
hanya mentransfer pengetahuan yang diperlukan anak didik saja, tetapi juga
menstranformasikan nilai-nilai Islami ke dalam pribadinya.
e)
Materi
pendidikan Islam
Yaitu
bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun
sedemikian rupa, untuk disampaikan kepada anak didik, materi yang disampaikan
harus jelas dan singkat. Apabila terdapat suatu kesalahan dalam penyampaian
materi, maka anak didik akan merasa kesulitan untuk menerima dan memahami
materi tersebut.
f)
Metode
pendidikan Islam
Yaitu
suatu cara yang paling tepat yang dapat dilakukan oleh pendidikan untuk
menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. Metode ini
menjelaskan bagaimana mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan
Islam, agar materi tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak
didik.
g)
Evaluasi
pendidikan
Yaitu
isinya bagaimana caranya mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil
belajar anak didik. Tujuan pendidikan Islam pada umunya tidak dapat dicapai
sekaligus, melainkan melalui proses pendidikan tahapan tertentu. Apabila tujuan
ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan sudah dapat dilanjutlan pada
tahap berikutnya dan dapat berakhir dengan terbentuknya kepribadian muslim.
h)
Alat-alat
pendidikan Islam
Alat
pendidik merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam mencapai tujuan
pendidikan. Dengan demikian, dalam konteks pendidikan Islam, alat pendidikan
berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam. Alat pendidikan Islam ini mencakup apa saja yang dapat digunakan
termasuk di dalamnya metode pendidikan. Istilah lain dari alat pendidikan yang
dikenal hingga saat ini adalah media pendidikan baik audio visual aids (AID),
alat peraga, sarana atau prasarana pendidikan dan sebagainya, yang dapat
membantu proses pencapaian tujuan pendidikan
i)
Lingkungan
sekitar pendidikan Islam
Yaitu
keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan
Islam, baik dan buruj lingkungan kita akan berpengaruh kepada hasil pendidikan
yang akan kita laksanakan, terkadang dari lingkungan sekitar itulah kita bisa
menentukan hasil belajar kita.
C. Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri I Kasemen
Pendidikan Agama
Islam merupakam salah satu materi pokok yang diberikan lembaga kepada para
siswa di SMP Negeri I Kasemen. Bidang studi yang mempunyai alokasi waktu dua
jam perminggu ini dimaksudkan untuk membekali siswa dengan berbagai pengetahuan
yang berhubungan dengan syariat islam dan diharapkan dapat menanamkan
nilai-nilai Islami kedalam pribadi mereka sehingga tercipta kepribadian muslim
yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam baik
tingkah laku, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidupnya dan menunjukkan
pengabdian dan penyerahan diri kepada sang pencipta.
Proses belajar
mengajar pada materi pendidikan agama Islam di SLTP Negeri I Kasemen tidak jauh
beda dengan pengajaran materi-materi yang lain, yaitu meliputi guru sebagai
pedidik, siswa sebagai pihak terdidik, materi pelajaran sebagai bahan ajaran
dan metode sebagai media untuk mencapai keberhasilan pengajaran.
Materi pendidikan
Islam yang diberikan kepada siswa SLTP Negeri I Kasemen bersumber dari
buku-buku ang diterbitkan oleh Departemen Agama RI yang isinya meliputi
teori-teori dan pengalaman belajar perihal hukum dan syariat Islam yang
bersumber dari alquran dan hadits.
Keberhasilan atau
kegagalan guru dalam menjalankan proses belajar mengajar banyak ditentukan oleh
kecakapannya dalam memilih dan meggunakan metode mengajar. Adapun metode yang
digunakan guru dalam menyampaikan materi pendidikan agama Islam di SLTP Negeri
I Kasemen meliputi metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, tugas
belajar dan resitasi, dan kerja kelompok. Berdasarkan tujuan kurikulim berbasis
kompetensi (KBK) yang mengutamakan pada kemampuan siswa dalam mnguasai materi
secara teoriris maupun praktis, maka metode yang acapkali digunakan dalam
pengajaran materi pendidikan agama islam adalah diskusi. Metode ini mengandung
unsur-unsur demokratis dan tidak banyak melibatkan pengarahan guru. Pelajar
diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri dan diharapkan
memberikan pndapatnya sesingga sampai pada paham terakhir sebagai hasil karya
bersama. Dan akhirnya siswa mempunyai kompetensi dalam menguasai materi
pendidikan agama Islam dan memiliki keberanian dalam menyampaikan setiap ide
yang ada pada dirinya.
[1]
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 1999), h. 768
[2]
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,
(Surabaya : Usaha Nasional, 1994), h. 19
[3]
Ibid., h. 20
[4]
Ibid., h. 21
[5]
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1995), h. 251-252
[6]
Sardiman, A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), h. 21
[7]
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta :
Rineka Cipta, 1991), h. 121
[8]
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung :
Sinar Baru, 1998), h. 28
[9]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 90
[10]
W. J. S. Poerwadarminta, Op. Cit., h. 787
[11]
Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., h. 23
[12]
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2004), h. 22
[13]
Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 150
[14]
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 35
[15]
Ibid., h. 36
[16]
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op. Cit., h. 31
[17]
Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 151-152
[18]
Departemen Agama RI., Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum / GBPP Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, 1994), h. 5-9
[19]
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta,
1990), h. 108
[20]
Ibid., h. 110
[21]
Ibid., h. 113
[22]
Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 132
[23]
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta
: Rineka Cipta, 1995), h. 56
[24]
Ibid., h. 57
[25]
Ibid., h. 69-71
[26]
Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 134
[27]
Ibid., h. 10
[28]
Anonimus, UU Sisdiknas, UU RI. No.
20 tahun 2003, (Jakarta : Harvarindo, 2003), h. 1
[29]
Ngalim Purwanto, Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1998), h. 10
[30]
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Bina Ilmu,
1999), h. 3
[31]
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha
Putra, 1989), h. 14
[32]
Ibid., h. 428
[33]
Abdullah Nashir Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta :
Pustaka Amani, 1999), h. 277
[34] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam,
(Bandung : Pustaka Setia, 1998), h. 12
[35]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2001), h. 27
[36]
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, dkk., (Jakarta : Bumi
Aksara, 2000), h. 86
[37]
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,
1994), h. 32
[38]
Ibid., h. 41
[39]
Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 30-31
[40]
Zakiah Daradjat, Op. Cit., h. 30-32
[41]
Departemen Agama RI., Op. Cit., h. 49
[42]
Ibid., h. 92
[43]
H. M. Arifin, Op. Cit., h. 17
No comments:
Post a Comment