Breaking

Monday, January 23, 2023

Tinjauan Teoritis Tentang Prestasi Belajar Siswa

Prestasi Belajar Siswa

A. Prestasi Belajar Siswa
Banyak kegiatan yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan prestasi. Semuanya tergantung dari profesi dan kesenangan masing-masing individu, kegiatan mana yang akan digeluti untuk mendapatkan prestasi tersebut. Konsekuensinya kegiatan itu harus digeluti secara optimal agar menjadi bagian dari diri secara pribadi.

Dari kegiatan tertentu yang digeluti untuk mendapatkan prestasi, maka muncullah berbagai pendapat dari para ahli sesuai dengan keahlian mereka masing-masing untuk memberikan pengertian mengenai kata “prestasi”. Namun secara umum mereka sepakat, bahwa “prestasi” adalah hasil dari suatu kegiatan.

1.   Pengertian prestasi belajar siswa
Untuk memperoleh gambaran serta pemahaman yang jelas tentang pengertian prestasi belajar, terlebih dahulu penulis akan mencoba untuk mengungkapkan beberapa pendapat dari para tokoh tentang pengertian dari prestasi dan belajar. Prestasi belajar merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar, dan kedua kata tersebut masing-masing mempunyai arti dan makna yang berbeda.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata prestasi berarti hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya).[1] Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya.[2]
Sedangkan menurut Mas’ud hasan Qohar prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.[3] Sementara Nasrun Harahap memberikan batasan bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.[4]
Prestasi  atau hasil belajar merupakan sesuatu yang dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dari sisi siswa dan dari sisi guru. Lebih lanjut Dimyati dan Mudjiono menjelaskan sebagai berikut :

“Hasil belajar dipandang dari sisi siswa merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, efektif dan psikomotorik. Hasil belajar, sebagai hasil dari proses pembelajaran terkait dengan bahan pelaharan. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Hal ini terkait juga penggal-penggal pengajaran. Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah dan tingkat nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut, seorang siswa yang keluar dapat digolongkan kedalam kategori lulus atau tidak lulus. Dari segi proses belajar, keputusan tentang hasil belajar berpengaruh pada tingkah laku siswa dan guru.[5]

Keputusan tentang hasil belajar merupakan feed back (umpan balik) dan reinforcement (penguatan) bagi siswa dan guru, serta menjadi puncak harapan siswa. Secara kejiwaan, proses belajar siswa akan dipengaruhi oleh hasil belajar yang telah diperolehnya, oleh sebab itu sekolah dan guru diharapkan berlaku arif dan bijaksana dalam menetapkan serta menyampaikan hasil belajar siswa.
Dari beberapa pengertian tentang prestasi yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, penulis dapat memahami bahwa prestasi adalah hasil usaha atau kerja seseorang yang dicapai dari suatu kegiatan yang telah dilakukan.
Rumusan tentang belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, efektif dan psikomotorik.[6]
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono berpendapat mengenai pengertian belajar secara psikologis ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingjah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.[7]
Kemudian Nana Sudjana mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditentukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya menerimanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.[8]
Sedangkan Muhibbin Syah berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.[9]
Dari beberapa perumusan belajar yang telah disebutkan di atas, walapun terdapat perbedaan-perbedaan tetapi secara prinsip mempunyai arti dan tujuan yang sama yaitu bahwa belajar adalah suatu proses usaha atau interaksi yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru dan perubahan keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman itu sendiri.

Belajar dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri individu telah terjadi perubahan, begitupun sebaliknya, apabila dalam diri individu tidak atau belum terjadi suatu perubahan maka belajar tersebut bisa dikatan tidak atau belum berhasil dengan baik. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya dan lain-lain yang ada pada individu.
Seseorang yang melakukan perbuatan belajar dapat melakukan apa yang sebelumnya tidak dapat dilakukannya, tingkah laku akan berbeda dari pada sebelum ia melakukan kegiatan belajar, perubahan meliputi kebiasaan, keterampilan, sikap dan lain-lain. Setelah mengetahui beberapa pendapat dari para ahli tentang prestasi dan belajar, maka akan diketahui pengertian dari prestasi belajar itu sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran. Lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.[10] Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah prestasi belajar yaitu hasil yang diperoleh beupa kesan-kesan yang membangkitkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari kreativitas belajar.[11]
Kemudian Nana Sudjana, prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.[12] Sedangkan menurut Muhibbin Syah prestasi belajar adalah segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa siswa sangat sulit. Hal ini karena perubahan hasil belajar itu yang tidak dapat diraba.[13]
Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil atau perubahan dari apa yang diserap oleh siswa dalam belajar. Dengan kata lain prestasi belajar berarti pnguasaan siswa terhadap materi pelajaran tertentu yang diperoleh dari hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk scaore setelah mengikuti kegiatan belajar.

2.   Macam-macam Prestasi Belajar

Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kautannya dengan tujuan instruksional yang direncanakan oleh guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh kemampuan guru sebagai perancang belajar mengajar. Prestasi belajar yang dicapai siswa dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu prestasi bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Prestasi bidang kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni :
a)   Ingatan, mengacu kepada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar.
b)   Pemahaman, mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupkan tingkat berpikir yang rendah.
c)   Penerapan, mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan, prinsip.
d)   Analisis, mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.
e)   Sintesis, mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berpikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
f)    Evaluasi, mengacu kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi.[14]

Prestasi bidang afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek sebagai berikut :
a)   Penerimaan, mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap stimulasi yang tepat.
b)   Pemberian respon, reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang dating dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulasi dari luar yang datang kepada dirinya.
c)   Penilaian, mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi ‘sikap’ dan ‘apresiasi’.
d)   Pengorganisasian, mengacu kepada penyatuan nilai, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e)   Karakterisasi, mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujun dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentua pribadi, sosial, dan emosi siswa.[15]

Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan , yakni :
a)   Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar
b)   Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
c)   Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain
d)   Kemapuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan
e)   Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks
f)    Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interprestatif.[16]

Ketiga kategori tersebut tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah yang nampak dari perubahan tingkah laku yang secara teknis dirumuskan dalam sebuah pernyataan verbal melalui tujuan instruksional (pengajaran).
Dalam proses belajar mengajar di sekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih doniman jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotorik diabaikan sehingga tak perlu dilakukan penilaian.
Muhibbin Syah, secara rinci memberikan gambaran tentang indikator prestasi belajar (kognitif, afektif dan psikomotorik) dan cara melakukan evaluasi terhadap ketiga kategori tersebut, sebagaimana tertera pada tabel berikut :

Tabel 1
Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi

Ranah/Jenis Prestasi

Indikator

Cara Evaluasi
1

2

3

a) Kognitif

1. Pengamatan


1.   Menunjukkan
2.   Membandingkan
3.   Menghubungkan

1.   Tes lisan
2.   Tes tertulis
3.   Observasi
2. Ingatan
1.   Menyebutkan
2.   Menunjukkan kembali
1.   Tes lisan
2.   Tes tertulis
3.   Observasi
3. Pemahaman
1.   Menjelaskan
2.   mendefinisikan
1.   Tes lisan
2.   Tes tertulis
4. Penerapan
1.   Memberikan contoh
2.   Mendefinisikan
1.   Tes lisan
2.   Pemberian tugas
3.   Observasi
5. Analisis
1.   Menguraikan
2.   Mengklasifikasikan
1.   Tes tertulis
2.   Pemberian tugas
6. Sintesis
1.   Menghubungkan
2.   Menyimpulkan
3.   Menggenerasasikan
1.   Tes tertuli
2.   Pemberian tugas

b) Afektif

1. Penerimaan

1.   Sikap menerima
2.   Sikap menolak

1.   Tes tertulis
2.   Tes skala sikap
3.   Observasi
2. Sambutan
1.   Berpartisipasi
2.   Memanfaatkan (peluang)
1.   Tes tertulis
2.   Tes skala sikap
3.   Observasi
3. Apresiasi
1.   Menganggap penting dan bermanfaat
2.   Menganggap indah dan harmonis
3.   Mengagumi
1.   Tes skala sikap
2.   Pemberian tugas
3.   Observasi
4. Internalisasi
1.   Mengakui dan meyakini
2.   Mengingkari
1.   Tes skala sikap
2.   Pemberian tugas
3.   Observasi
5. Karakterisasi
1.   Melembagakan/meniadakan
2.   Menjelmakan dalam perilaku
1.   Pemberian tugas
2.   Observasi
1
2
3

c) Psikomotorik

1.   Keterampilan bergerak dan bertindak
1.   Mengkoordinasikan gerak anggota tubuh

1.   Observasi
2.   Tes tindakan
2.   Kecapanan ekspresi verbal dan non verbal

1.   Mengucapkan
2.   Membuat mimik dan gerakan jasmani
1.   Tes lisan
2.   Observasi
3.   Tes tindakan [17]

Indikator-indikator pada tabel di atas merupakan pedoman bagi guru dalam menerapkan batas mnimal keberhasilan belajar siswa. Hal ini amat penting, karena mempertimbangkan batas minimal keberhasilan siswa bukanlah perkara mudah. Mengingat ranah-ranah psikologis walapun berkaitan sama laian, kenyataannya sukar diungkap sekaligus bila hanya melihat perubahan yang terjadi hanya pada ranah tertentu saja.
Oleh karena itu, guru hendaklah dapat bertindak secara bijak dalam memberikan penilaian, agar siswa pun merasa puas terhadap hasil belajar yang mereka tempuh selama jangka waktu tertentu.
Adapun indikator keberhasilan belajar siswa pada bidang studi pendidikan agama Islam, yaitu sebagai berikut :
a)   Siswa memiliki pengetahuan fungsional tentang agama Islam dan mengamalkannya
b)   Siswa meyakini kebenaran ajaran agama Islam dan menghormati orang lain meyakini agamanya pula
c)   Siswa bergairah dalam melaksanakan ibadah
d)   Siswa memiliki sifat kepribadian muslim (akhlak mulia)
e)   Siswa mampu membaca dan memahami kitab suci Al-Qur’an
f)    Siswa rajin dan giat belajar serta gemar membaca buku
g)   Siswa mampu mensyukuri nikmat yang diberikan Allah
h)   Siswa memahami, menghayati dan mengambil manfaat dari tarikh Islam
i)     Siswa mampu menciiptakan suasana kerukunan beragama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[18]

Indikator-indikator di atas memberikan gambaran bahwa keberhasilan belajar siswa dimulai dari aspek kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran dan nilai-nilai agama Islam, selanjutnya mengarah kepada aspek afeksi, yakni internalisasi ajaran dan nilai-nilai agama ke dalam diri siswa. Tahapan ini terkait erat dengan aspek kognisi, dengan asumsi bahwa penghayatan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai-nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut, diharapkan tumbuh motivasi dalam diri siswa dan bergerak mengamalkan serta mentaati ajaran islam (psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah serta berakhlak mulia.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa dapat dikatakan sebagai hasil belajar siswa setelah mereka mengikuti dan mempelajari mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan sudah tentu tercapainya hasil belajar tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut.

Menurut Wasty Soemanto, faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
a)   Faktor stimuli belajar
Yang di maksud dengan stimuli belajar di sini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau perubahan belajar. Stimuli dalam hal ini mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus diterima atau dipelajari oleh si pelajar.[19]
b)   Faktor metode belajar
Metode belajar yang digunkan oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh si pelajar. Dengan kata lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar.[20]
c)   Faktor individu
Kecuali faktor stimuli dan metode belajar, faktor individu sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang. Adapun faktor-faktor individu ini menyangkut : kematangan, faktor usia kronologis, faktor oerbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan rohani, motivasi.[21]


Sementara itu menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa secara umum itu ada tiga macam, yaitu :
a)   Faktor internal (faktor di luar siswa) yakni keadaan (kondisi jasmani dan rohani siswa)
b)   Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
c)   Faktor pendekatan belajar (approach to learning) jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.[22]

a)   Faktor internal meliputi dua aspek, yaitu :
1)   Aspek fisiologis (yang bersifat jasmani)
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya juga kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan, indra penglihatan dan pendengaran yang sangat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa serta kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan.[23]
2)   Aspek psikologis
Faktor-faktor rohani yang termasuk aspek psikologis dan dapat mempengaruhi juantitas dan kualitas pembelajaran siswa adalah sebagai berikut yaitu : tingkat kecerdasan atau intelegebsi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.[24]


b)   Faktor eksternal terdiri atas tiga macam :
1)   Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi orang tua, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
2)   Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa lainnya, disiplin sekolah, sarana dan prasarana pembelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, metode belajar dan tugas rumah, (PR).
3)   Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, media massa dan budaya hidup masyarakat.[25]

Ketiga lingkungan di atas (keluarga, sekolah dan masyarakat) merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Dalam lingkungan itulah anak didik hidup dan berinteraksi dalam mata rantai kehidupan yang kompleks, yang di dalamnya juga terdapat proses interdependensi (ketergantungan). Dari ketiga faktor tersebut mempunyai pangaruh sukup signifikan terhadap kegiatan belajar anak didik.

c)   Faktor pendekatan belajar
Faktor pendektan belajar ini juga sangat mempengaruhi hasil belajar siswa, maka semakin baik pula hasilnya. Faktor ini dapat dibagi ke dalam tiga macam tingkatan, yaitu pendekatan tinggi, pendekatan sedang, dan pendekatan renah.[26]

Berdasarkan berbagai pendapat yang telah penulis kemukakan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa prestasi belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, akan tetapi secara umum faktor-faktor tersebut dapat di klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang dalam istilah psikologi pendidikan lebih dikenal dengan istilah faktor instrinsik dan ekstrinsik. Dan salah satu faktor yang dipandang cukup dominan terhadap pencapaian prestasi belajar siswa ialah faktor keluarga, dimana keluarga merupakan peranan penting dalam pencapaian hasil belajar.


B.  Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian pendidikan agama Islam
Pendidikan berasal dari kata ‘didik’, lalu kata ini mendapat awalan ‘me’ sehingga menjadi ‘mendidik’, artinya memelihara dan memberikan latihan. Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.[27]
Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab I pasal 1 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[28]
Secara terminologis, pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulanya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.[29]
Dari beberapa definisi pendidikan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar membina pertumbuhan dan perkembangan anak agar mencapai kedewasaan jasmani dan rohani dan meliki kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.
Di dalam masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai konsep pendidikan, yaitu : ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.[30] Ketiga kata tersebut akan penulis jabarkan sebagai berikut :
a)   Ta’lim ( تعليم ), sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi :
وَعَلَّمَ آدَمَ اْلاَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى اْلمَلاَئِكَةِ فَقَالَ اَنْبِئُوْنِيْ بِاَسْمَآءِ هؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ {البقرة : 31}

Artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : “sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”. (Al-Baqarah : 31).[31]

b)   Tarbiyah ( تربية ), sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Isra’ ayat 24 yang berbunyi :

... رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَينِيْ صَغِيْرًا {الاسراء : 24}


Artinya : Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik ak waktu kecil. (Al-Israa’ : 24).[32]

c)   Ta’dib ( تأديب ), sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yaitu :
َلأَنْ يُؤَدِّبَ الرَّجُلُ وَلَدَهُ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ {رواه الترميذ}

Artinya : Pendidikan seorang laki-laki (ayah) kepada anaknya lebih baik dari pada bersedekah dengan satu sho (HR. Tarmizi)[33]

Walaupun ketiga kata tersebut bisa digunakan dalam bahasa Arab yang menunjukkan pengertian pendidikan, namun kata ta’lim yang berarti pelajaran lebih sempit dari pada pendidikan, dengan kata lain ta’lim hanya sebagaian dari pendidikan. Sedangkan kata tarbiyah yang lebih luas digunakan di negara-negara yang berbahasa Arab sekarang.
Kata “agama” dalam pendidikan agama di maksudkan adalah agama Islam, dengan demikian secara etimologi, pendidikan agama itu dapat diartikan sebagai kegiatan memberikan ajaran atau latihan mengenai akhlak dan kecerdasan yang berlandasan pada ajaran Islam. Sedangkan kata “Islam” dalam “pendidikan Islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.
Pendidikan agama Islam ialah uraian secara sistematis dan ilmiah tentang bimbingan atau tuntunan pendidikan kepada anak didik dalam perkembangannya agar tumbuh secara wajar berpribadi muslim, sebagai anggota masyarakat yang hidup selaras dan seimbang dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat.[34]
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam, atau dengan kata lain Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin.[35]
Zakiah darajat mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan dan aturan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghaayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang telah di yakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat.[36]
Pendidikan agama Islam menurut M. Arifin  adalah orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[37]
Dari beberapa pengertian pendidikan agama Islam di atas, menunjukkan hakikat yang sama yaitu usaha sadar untuk membimbing, mengajar dan mengasuh anak didik dalam pertumbuhan jasmani dan rahani untuk mencapai tingkat kedewasaan sesuai dengan ajaran Islam dan pada akhirnya dapat mengamalkannya, serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dan kebahagian di dunia dan di akhirat. Atau dengan kata lain pendidikan agama Islam adalah bimbngan yang dilakukan oleh seorang dewasa dalam masa pertumbuhan ajgar ia memiliki kepribadian muslim ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Suatu usaha atau kegiatan yang tidak mempunyai tujuan, tidak akan mempunyai arti apa-apa, dan pada umumnya suatu usaha akan dikatakaaan berhasil atau berakhir apabila tujuan akhir dari suatu usaha atau kegiatan telah tercapai. Tujuan adalah batas akhir yang di cita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk di capai melalui usaha.
M. Arifin mengemukakan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berpribadian dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.[38]
Ahmad D. Marimba, sebagaimana dikutip oleh Nur Uhbiyati mengemukakan dua macam tujuan yaitu :
a)   Tujuan sementara, artinya sasaran sementara yang harus di capai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan agama Islam. Tujuan sementara di sini yaitu tercapainya berbagai kemampuan, seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis dan lain-lain.
b)   Tujuan akhir pendidikan agama Islam yaitu terwujudnya kepribadian muslim yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam baik tingkah laku, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidupnya dan menunjukkan pengabdian kepada Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya.[39]

Tujuan pendidikan agama Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasikan idealis islami, sedangkan idealias islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai prilaku manusia yang dicari atau di jiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati.
Adapun Zakiah Daradjat mengemukakan beberapa macam tujuan pendidikan agama Islam sebagai berikut :
a)   Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan cara pengajaran atau cara lain. Tujuan umum pendidikan agama Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan nasional negara tempat pendidikan agama Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu.
b)   Tujuan akhir adalah untuk membentuk insani kamil dengan pola taqwa dapat menjalani perubahan naik turun, bertambah, berkurang dalam perjalan hidup seseorang.
c)   Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
d)   Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit-unit kegiatan pengajaran.[40]

Dalam tujuan pendidikan agama Islam tidak hanya mengarah perhatian pada segi keagamaan atau keduniaan saja, akan tetapi pada keduanya sekaligus dan ia memandang persiapan untuk kedua kehidupan sebagai tujuan tertinggi dan terakhir bagi kehidupan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah : 201 sebagai berikut :

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً {البقرة : 201}


Artinya : Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. (Al-Baqarah : 201).[41]

Tujuan akhir pendidikan Islam dengan pola taqwa sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ali-Imran : 102, sebagai berikut :

اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ {ال عمران : 102}


Artinya : Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali-Imran : 102).[42]

Dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan Agama Islam adalah menanamkan nilai-nilai yang Islami kedalam pribadi seseorang serta mengembangkan agar sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan menjadi seseorang yang bertaqwa sehingga tercapai pribadi muslim yang kelak akan mampu memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

3.   Ruang lingkup pendidikan agama Islam 

Ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup kegiatan-kegiatan kependidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambbungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi :
a)   Lapangan hidup beragama
b)   Lapangan hidup berkewarga
c)   Lapangan hidup ekonomi
d)   Lapangan hidup kemasyarakatan
e)   Lapangan hidup politik
f)    Lapangan hidup seni dan budaya
g)   Lapangan hidup ilmu pengetahuan.[43]

Adapun ruang lingkup bahan pelajaran pendidikan agama Islam meliputi tujuh unsur pokok, yaitu : keimanan, ibadah, Al-Qur’an, akhlak, muamalah, syariah dan tarikh. Dalam membahas ruang lingkup pendidikan agama Islam yang sangat luas, maka pengajarannya tergantung kepada jenia lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkatan kelas, tujuan dan tingkat kemampuan anak didik sebagai konsumennya.
Pada tingkat SD penekanan diberikan kepada empat unsur pokok yaitu keimanan, ibadah, Al-Qur’an dan akhlak. Sedangkan pada SLTP dan AMU di samping keempat unsur pokok tersebut di atas maka unsur muamalah dan syari’ah semakin dikembangkan. Unsur pokok tarikh diberikan secara seimbang pada setiap satuan pendidikan.

4.   Faktor-faktor pendidikan agama Islam
Pendidikan Islam sebagai ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena di dalamnya banyak segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung maupun tak langsung. Adapun segi-segi atau pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan Islam sekaligus menjagi ruang lingkup pendidikan Islam ialah :
a)   Perbuatan mendidik itu sendiri
Maksudnya ialah seluruh keggiatan-kegiatan atau perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didik. Jadi para pendidik ini membimbing dan memberikan pertolongan kepada abak didik agar tercapai kepada tujuan pendidikan Islam dan terarah.
b)   Anak didik
Anak didik adalah orang yang sedang menuntut ilmu dan merupakan obyek didik, yang juga harus diperlakukan sebagai subyek didik melalui berbagai kesempatan yang tepat. Oleh karena itu peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan, sehingga mereka dapat berkembang sesuai fitrahnya dan dapat bertindak sesuai dengan nilai-nilai Islam.

c)   Dasar dan tujuan pendidikan Islam
Yaitu suatu landasan yang menjadi dasar serta sumber dari segala kegiatan pendidikan Islam dilakukan artinya pelaksanaan pendidikan Islam harus bersumber dari dasar tersebut. Secara singkat, tujuan pendidikan islam yaitu ingin membentuk anak didik menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah mempunyai kepribadian muslim serta memiliki akhlak yang baik.

d)   Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab dalam pemberian ilmu pengetahuan. Pendidik harus mampu mengarahkan anak didiknya pada hal-hal yang positif. Ia juga bukan hanya mentransfer pengetahuan yang diperlukan anak didik saja, tetapi juga menstranformasikan nilai-nilai Islami ke dalam pribadinya.

e)   Materi pendidikan Islam
Yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama Islam yang disusun sedemikian rupa, untuk disampaikan kepada anak didik, materi yang disampaikan harus jelas dan singkat. Apabila terdapat suatu kesalahan dalam penyampaian materi, maka anak didik akan merasa kesulitan untuk menerima dan memahami materi tersebut.
f)    Metode pendidikan Islam
Yaitu suatu cara yang paling tepat yang dapat dilakukan oleh pendidikan untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik. Metode ini menjelaskan bagaimana mengolah, menyusun dan menyajikan materi pendidikan Islam, agar materi tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.

g)   Evaluasi pendidikan
Yaitu isinya bagaimana caranya mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap hasil belajar anak didik. Tujuan pendidikan Islam pada umunya tidak dapat dicapai sekaligus, melainkan melalui proses pendidikan tahapan tertentu. Apabila tujuan ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan sudah dapat dilanjutlan pada tahap berikutnya dan dapat berakhir dengan terbentuknya kepribadian muslim.

h)   Alat-alat pendidikan Islam
Alat pendidik merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, dalam konteks pendidikan Islam, alat pendidikan berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Alat pendidikan Islam ini mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk di dalamnya metode pendidikan. Istilah lain dari alat pendidikan yang dikenal hingga saat ini adalah media pendidikan baik audio visual aids (AID), alat peraga, sarana atau prasarana pendidikan dan sebagainya, yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan

i)     Lingkungan sekitar pendidikan Islam
Yaitu keadaan-keadaan yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan Islam, baik dan buruj lingkungan kita akan berpengaruh kepada hasil pendidikan yang akan kita laksanakan, terkadang dari lingkungan sekitar itulah kita bisa menentukan hasil belajar kita.

C.  Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri I Kasemen

Pendidikan Agama Islam merupakam salah satu materi pokok yang diberikan lembaga kepada para siswa di SMP Negeri I Kasemen. Bidang studi yang mempunyai alokasi waktu dua jam perminggu ini dimaksudkan untuk membekali siswa dengan berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan syariat islam dan diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai Islami kedalam pribadi mereka sehingga tercipta kepribadian muslim yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam baik tingkah laku, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidupnya dan menunjukkan pengabdian dan penyerahan diri kepada sang pencipta.
Proses belajar mengajar pada materi pendidikan agama Islam di SLTP Negeri I Kasemen tidak jauh beda dengan pengajaran materi-materi yang lain, yaitu meliputi guru sebagai pedidik, siswa sebagai pihak terdidik, materi pelajaran sebagai bahan ajaran dan metode sebagai media untuk mencapai keberhasilan pengajaran.
Materi pendidikan Islam yang diberikan kepada siswa SLTP Negeri I Kasemen bersumber dari buku-buku ang diterbitkan oleh Departemen Agama RI yang isinya meliputi teori-teori dan pengalaman belajar perihal hukum dan syariat Islam yang bersumber dari alquran dan hadits.
Keberhasilan atau kegagalan guru dalam menjalankan proses belajar mengajar banyak ditentukan oleh kecakapannya dalam memilih dan meggunakan metode mengajar. Adapun metode yang digunakan guru dalam menyampaikan materi pendidikan agama Islam di SLTP Negeri I Kasemen meliputi metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, tugas belajar dan resitasi, dan kerja kelompok. Berdasarkan tujuan kurikulim berbasis kompetensi (KBK) yang mengutamakan pada kemampuan siswa dalam mnguasai materi secara teoriris maupun praktis, maka metode yang acapkali digunakan dalam pengajaran materi pendidikan agama islam adalah diskusi. Metode ini mengandung unsur-unsur demokratis dan tidak banyak melibatkan pengarahan guru. Pelajar diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri dan diharapkan memberikan pndapatnya sesingga sampai pada paham terakhir sebagai hasil karya bersama. Dan akhirnya siswa mempunyai kompetensi dalam menguasai materi pendidikan agama Islam dan memiliki keberanian dalam menyampaikan setiap ide yang ada pada dirinya.





[1] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), h. 768
[2] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya : Usaha Nasional, 1994), h. 19
[3] Ibid., h. 20
[4] Ibid., h. 21
[5] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), h. 251-252
[6] Sardiman, A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), h. 21
[7] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), h. 121
[8] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru, 1998), h. 28
[9] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 90
[10] W. J. S. Poerwadarminta, Op. Cit., h. 787
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., h. 23
[12] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h. 22
[13] Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 150
[14] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), h. 35 
[15] Ibid., h. 36
[16] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,  Op. Cit., h. 31
[17] Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 151-152
[18] Departemen Agama RI., Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum / GBPP Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Binbaga Islam, 1994), h. 5-9
[19] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), h. 108
[20] Ibid., h. 110
[21] Ibid., h. 113
[22] Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 132
[23] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), h. 56
[24] Ibid., h. 57
[25] Ibid., h. 69-71
[26] Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 134
[27] Ibid., h. 10
[28] Anonimus, UU Sisdiknas,  UU RI. No. 20 tahun 2003, (Jakarta : Harvarindo, 2003), h. 1
[29] Ngalim Purwanto, Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998), h. 10
[30] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Bina Ilmu, 1999), h. 3
[31] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1989), h. 14
[32] Ibid., h. 428
[33] Abdullah Nashir Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta : Pustaka Amani, 1999), h. 277
[34]  Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 1998), h. 12
[35] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 27
[36] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, dkk., (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), h. 86
[37] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), h. 32
[38] Ibid., h. 41 
[39] Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 30-31
[40] Zakiah Daradjat, Op. Cit., h. 30-32
[41] Departemen Agama RI., Op. Cit., h. 49
[42] Ibid., h. 92
[43] H. M. Arifin, Op. Cit., h. 17



No comments:

Post a Comment