UNESCO Menetapkan Pantun sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda. Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang masih terkenal sampai sekarang. Teman-teman pun pasti setidaknya pernah mendengar pantun tidak hanya di dalam pelajaran bahasa Indonesia, melainkan juga di acara-acara hiburan adat sampai program hiburan komedi di stasiun televisi. Karena berbagai hal ini pulalah, tidak ada alasan untuk enggan untuk mempelajari pantun dan jenis-jenisnya.
Sidang UNESCO sesi
ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible
Cultural Heritage di Paris, Prancis, pada 17 Desember 2020,
menetapkan tradisi Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda. Nominasi
Pantun yang diajukan secara bersama oleh Indonesia dan Malaysia ini menjadi
tradisi budaya ke-11 Indonesia yang diakui oleh UNESCO. Sebelumnya, Pencak
Silat diinskripsi sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tanggal 12 Desember 2019
lalu.
Apa itu Pantun ? pantun
adalah jenis puisi lama yang tiap baitnya terdiri atas empak baris serta
memiliki sampiran dan isi. Sebelum mengenal apa saja jenis dari pantun, ada
baiknya teman-teman memahami dengan baik dulu ciri-ciri dari jenis puisi lama
yang satu ini. Tentu saja ini agar kalian dapat dengan mudah mengklasifikasikan
sebuah puisi lama itu layak disebut pantun atau tidak. Memahami ciri-ciri
pantun juga membuat kalian akan lebih mudah membuat jenis puisi yang satu ini.
Jenis puisi lama yang asal
bermula dari kata patuntun ini pada dasarnya diharapkan dapat menjadi penuntun
hidup bagi orang yang mendengar maupun membacanya. Tidak hanya sekadar berisi
nasihat dan imbauan, penyampaiannya pun memiliki cirri khas yang begitu kental,
seperti berikut ini.
1. Tiap Bait Terdiri atas
Empat Baris
Jika prosa mengenal ada
paragraf untuk tiap rangkaian kalimat yang berada dalam satu gagasan utama,
jenis puisi lebih akrab menyebutnya sebagai bait. Tiap bait biasanya berisi
untaian kata-kata yang berada dalam satu gagasan dan umumnya mempunyai ciri
khas tersendiri bergantung jenis puisinya. Khusus untuk pantun, puisi lama yang
satu ini memiliki ciri khas kuat, yaitu tiap baitnya selalu terdiri atas empat
baris. Barisan kata-kata pada pantun dikenal juga dengan sebutan larik.
2. 8-12 Suku Kata di Tiap
Baris
Mulanya pantun cenderung
tidak dituliskan, melainkan disampaikan secara lisan. Karena itulah, tiap baris
pada pantun dibuat sesingkat mungkin, namun tetap padat isi. Oleh karena alasan
inilah, tiap baris pada pantun umumnya terdiri atas 8—12 suku kata.
3. Memiliki Sampiran dan Isi
Salah satu keunikan pantun
yang membuatnya menjadi begitu mudah diingat adalah jenis puisi lama yang satu
ini tidak hanya padat berisi, melainkan juga memiliki pengantar yang puitis
hingga terdengar jenaka. Pengantar tersebut biasanya tidak berhubungan dengan
isi, namun menjabarkan tentang peristiswa ataupun kebiasaan yang terjadi di
masyarakat. Pengantar isi pantun inilah yang kerap dikenal sebagai sampiran.
Untuk masalah penempatannya
di dalam pantun, sampiran akan selalu berada di baris pertama dan kedua.
Sementara itu, isi pantun menyusul di posisi baris ketiga sampai keempat.
4. Berima a-b-a-b
Rima atau yang juga biasa
disebut dengan sajak adalah kesamaan bunyi yang terdapat dalam puisi. Biasanya,
jenis-jenis puisi lama kental akan rima, termasuk dengan pantun. Khusus untuk
pantun, jenis puisi yang satu ini memiliki ciri khas yang begitu kuat, yakni
rimanya adalah a-b-a-b.
Yang dimaksud dengan rima
a-b-a-b adalah ada kesamaan bunyi antara baris pertama dengan ketiga pantun dan
baris kedua dengan baris keempat. Jadi, kesamaan bunyi pada pantun selalu
terjadi antara sampiran dan isi.
Direktur Jenderal (Dirjen)
Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan,
penetapan ini merupakan langkah awal untuk melestarikan tradisi pantun. Hilmar
berharap seluruh pemangku kepentingan mulai bergerak bersama untuk membuat
pantun tetap hidup dan tidak hilang ditelan zaman.
“Ini bukan merupakan akhir
perjuangan, melainkan langkah awal kita semua untuk melestarikan tradisi mulia
ini,” ujar Hilmar Farid dalam taklimat media yang berlangsung secara virtual di
Jakarta, Jumat (18/12).
Hilmar mengatakan, UNESCO
menetapkan Pantun sebagai warisan takbenda karena dinilai memiliki arti penting
bagi masyarakat Melayu bukan hanya sebagai alat komunikasi sosial namun juga
kaya akan nilai-nilai yang menjadi panduan moral. Pesan yang disampaikan
melalui Pantun umumnya menekankan keseimbangan dan harmoni hubungan
antarmanusia.
“Pantun menyediakan wadah
untuk menuangkan ide, menghibur, atau berkomunikasi antarmanusia, tanpa
membedakan ras, kebangsaan, atau agama. Tradisi Pantun mendorong rasa saling
menghormati antarkomunitas, kelompok, dan individu,” jelasnya.
Bagi Indonesia, keberhasilan
penetapan Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda tidak lepas dari keterlibatan
aktif berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, maupun berbagai komunitas terkait. Seperti halnya, Asosiasi Tradisi
Lisan (ATL), Lembaga Adat Melayu, Komunitas Joget Dangdung Morro, Komunitas
Joget Dangdung Sungai Enam, Komunitas Gazal Pulau Penyengat, Sanggar Teater
Warisan Mak Yong Kampung Kijang Keke, serta sejumlah individu dan pemantun
Indonesia.
Wakil Delegasi Tetap RI
untuk UNESCO, Surya Rosa Putra dalam pernyataannya menyampaikan bahwa sebagai
nominasi Indonesia pertama yang diajukan bersama dengan negara lain, inskripsi
Pantun memiliki arti penting bagi Indonesia dan Malaysia. “(Pantun)
merefleksikan kedekatan dua negara serumpun yang berbagi identitas, budaya, dan
tradisi Melayu,” ujarnya.
Sementara itu, bagi
komunitas Melayu, Pantun memiliki peran penting sebagai instrumen komunikasi
sosial dan bimbingan moral yang menekankan keseimbangan, harmoni, dan
fleksibilitas hubungan dan interaksi antarmanusia dalam syairnya. Hari ini,
tidak hanya sebagai identitas Melayu, Pantun juga telah menjadi media pendukung
dalam pemberdayaan ekonomi kreatif.
Dengan penetapan ini,
Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk terus melakukan berbagai upaya untuk
memastikan pelindungan Pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda melalui pelibatan
aktif komunitas lokal di kedua negara. Pantun juga dilestarikan dengan
diajarkan secara formal di sekolah dan melalui kegiatan kesenian.
“Marilah kita tunjukkan rasa
peduli pada Pantun. Gunakanlah ia untuk membuka atau menutup acara, baik
kegiatan formal maupun nonformal, atau dalam berbagai kesempatan lain. Pantun
dapat digunakan oleh siapapun dan dimanapun. Jangan malu dan sungkan untuk
berpantun,” pesan Hilmar.
Lebih lanjut Hilmar Farid
mengimbau agar sanggar-sanggar harus terus dibina agar tumbuh dan berkembang.
“Komunitas-komunitas digiatkan, siapkan bahan ajar agar peserta didik terdorong
untuk menggunakan pantun, dan berikan penghargaan kepada mereka yang mendedikasikan
hidupnya untuk melestarikan Pantun,” pungkasnya
Label: UNESCO
Menetapkan Pantun sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda. Pengirim : Adi
Wiyatna.