PP Nomor 17 Tahun 2020 antara lain mengaur
tentang Cuti PNS dan Jenis Pemberhentian
PNS. Pemerintah
mengakomodir usulan dan masukan pegawai negeri sipil (PNS) di instansi pusat
dan pemerintah daerah (pemda) terkait cuti dan pemberhentian PNS yang selama
ini terkadang sulit untuk diimplementasikan, terutama di pemda. Untuk itu,
pemerintah membuat desain baru terkait cuti dan pemberhentian PNS melalui
Peraturan Pemerintah (PP) No. 17/2020 tentang Perubahan atas PP No. 11/2017
tentang Manajemen PNS.
Deputi
Bidang Pembinaan Manajemen Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Haryomo
Dwi Putranto mengatakan pemberian cuti bagi PNS diatur dalam Peraturan Kepala
(Perka) BKN No. 24/2017, sementara pemberhentian PNS diatur dalam Perka BKN No.
3/2020. Yang mana kedua hal ini diatur pula dalam PP No. 17/2020.
Ia
menjelaskan pada prinsipnya cuti PNS ada tujuh jenis, yaitu cuti tahunan, cuti
besar, cuti sakit, cuti melahirkan, cuti karena alasan penting, cuti bersama,
dan cuti di luar tanggungan negara. Di dalam PP No. 17/2020 ada beberapa
perubahan terkait cuti tahunan, cuti sakit, dan pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
Pada
PP No. 17/2020 disebutkan bahwa PNS yang menduduki jabatan guru dan dosen
berhak mendapatkan cuti tahunan. Di aturan sebelumnya (PP No. 11/2017), guru
dan dosen tidak mendapatkan jatah cuti tahunan.
Selanjutnya
terkait ketentuan cuti sakit. Pada aturan sebelumnya dikatakan bahwa PNS berhak
mendapat cuti sakit apabila PNS yang bersangkutan sakit lebih dari satu sampai
dengan 14 hari. Namun, di PP No. 17/2020 dipertegas bahwa PNS yang mengalami
sakit hanya satu hari bisa mengajukan cuti sakit.
Permohonan
cuti sakit harus dilakukan dengan mengajukan permintaan secara tertulis kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau pejabat yang menerima delegasi wewenang
untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter
baik di dalam maupun luar negeri yang memiliki izin praktik yang dikeluarkan
oleh pejabat/instansi yang berwenang. Surat keterangan dokter paling sedikit
memuat pernyataan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti, dan keterangan
lain yang diperlukan.
“Ini
mengakomodir PNS yang ingin melakukan pengobatan ke luar negeri. Sebelumnya PNS
yang cuti sakit lebih dari 14 hari harus melampirkan surat keterangan dari
dokter pemerintah,” jelas Haryomo saat menjadi narasumber dalam Rapat
Koordinasi dan Sosialisasi PP No. 17/2020 tentang Perubahan atas PP No. 11/2017
tentang Manajemen PNS, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) secara virtual beberapa waktu
lalu.
Untuk
cuti tahunan, cuti besar, cuti sakit, cuti melahirkan, dan cuti karena alasan
penting yang akan dilaksanakan di luar negeri, hanya dapat diberikan oleh PPK.
Namun dalam keadaan yang diperlukan, PPK dapat memberikan kuasa pada pejabat
lain di lingkungannya.
Haryomo
menuturkan bahwa sebelumnya permohonan cuti yang akan dilaksanakan di luar
negeri tersebut hanya bisa diberikan oleh PPK. Namun kemudian hal ini menjadi
permasalahan di instansi pusat dan daerah karena kerap kali PPK tidak sempat
untuk menandatangani permohonan cuti pegawai dikarenakan keterbatasan waktu
dari PPK. “Maka di PP yang baru ini bisa dikuasakan. Kalau misalnya gubernurnya
tidak sempat menandatangani, maka bisa didelegasikan ke wakil gubernur atau
sekda,” tutur pria kelahiran Surakarta tersebut.
Pada
kesempatan tersebut, Haryomo juga menekankan bahwa cuti merupakan hak setiap
PNS. Jadi tidak boleh tidak diberikan, kecuali cuti di luar tanggungan negara.
“Ketika Bapak/Ibu memiliki staf yang ingin mengajukan cuti, maka Bapak/Ibu
tidak berwenang untuk menolak. Bapak/Ibu hanya diberikan hak untuk menunda,”
imbuh Haryomo.
Terkait
dengan perubahan mengenai pemberhentian PNS, terdapat tiga pokok perubahan yang
diatur dalam PP No. 17/2020. Pertama, pemberhentian PNS tidak dengan hormat
dilakukan apabila dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan. Frasa ‘pidana umum’ pada PP No. 11/2017 dihilangkan.
Kedua,
PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon
Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil
Gubernur, atau Bupati/Wali Kota dan Wakil Bupati/Wakil Wali Kota oleh lembaga
yang bertugas melaksanakan pemilihan umum. PNS yang melanggar kewajiban
tersebut diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS. Di aturan sebelumnya,
PNS yang tidak mengundurkan diri diberhentikan dengan hormat.
Terakhir,
bagi PNS yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana dilakukan
pemberhentian sementara yang berlaku sejak PNS ditahan. “Pemberhentian
sementaranya bukan pada saat akhir bulan sejak ditahan, tetapi sejak yang
bersangkutan ditahan itu langsung diberhentikan sementara,” pungkas Haryomo
No comments:
Post a Comment