Petunjuk Teknis (Juknis)
Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan Pertauran Pemerintah /
PP Nomor 30 Tahun 2019. Sebagaimana diketahui saat ini sudah terbit PP Nomor 30
Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PKPNS). Peraturtan
ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam UndangUndang
Nomor 5 Tahun 2014. Sebagaimana diketahui salah satu pertimbangan pembentukan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya
disingkat UndangUndang ASN adalah untuk mewujudkan aparatur sipil Negara yang
profesional, kompeten dan kompetitif sebagai bagian dari reformasi birokrasi.
Aparatur Sipil Negara sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan
mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan
menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara.
Selengkapnya baca dan download PP Nomor 30 Tahun 2019 di https://ainamulyana.blogspot.com/2019/05/pp-nomor-30-tahun-2019-tentang.html
Menurut PP Nomor 30 Tahun 2019
ini, Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS
yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier. Penilaian dilakukan
berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau
organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang
dicapai, serta perilaku PNS.
Penilaian Kinerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip a. objektif; b.
terukur; c. akuntabel; d. partisipatif; dan e. transparan,” bunyi Pasal 4 PP
ini. Penilaian Kinerja PNS sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilaksanakan
dalam suatu Sistem Manajemen Kinerja PNS yang terdiri atas: a. perencanaan
kinerja; b. pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan kinerja; c.
penilaian kinerja; d. tindak lanjut; dan e. Sistem Informasi Kinerja PNS.
Perencanaan Kinerja itu sendiri terdiri atas penyusunan dan penetapan SKP
(Sasaran Kinerja Pegawai) dengan memperhatikan Perilaku Kerja.
Proses penyusunan SKP sebagaimana dimaksud, menurut PP Nomor 30 Tahun 2019 ini,
dilakukan dengan memperhatikan: a. perencanaan strategis Instansi Pemerintah;
b. perjanjian kinerja; c. organisasi dan tata kerja; d. uraian jabatan;
dan/atau e. SKP atasan langsung. “SKP sebagaimana dimaksud memuat kinerja utama
yang harus dicapai seorang PNS setiap tahun.
Selain kinerja utama sebagaimana dimaksud, SKP dapat memuat kinerja
tambahan, bunyi Pasal 9 ayat (1,2) PP ini. SKP bagi pejabat pimpinan tinggi,
menurut PP Nomor 30 Tahun 2019 ini,
disusun berdasarkan perjanjian kinerja Unit Kerja yang dipimpinnya dengan
memperhatikan: a. rencana strategis; dan b. rencana kerja tahunan. SKP bagi
pejabat pimpinan tinggi utama, menurut PP ini, disetujui oleh menteri yang
mengoordinasikan.
SKP bagi pejabat pimpinan tinggi madya disetujui oleh pimpinan Instansi
Pemerintah. Sedangkan SKP bagi pejabat pimpinan tinggi pratama disetujui oleh
pejabat pimpinan tinggi madya. Disebutkan dalam PP ini, SKP bagi pejabat
pimpinan tinggi yang memimpin unit kerja paling sedikit mencantumkan indikator
kinerja yang terkait dengan tugas dan fungsi serta kinerja penggunaan anggaran.
SKP bagi pejabat pimpinan Unit Kerja mandiri sebagaimana dimaksud disetujui
oleh menteri atau pejabat pimpinan tinggi yang mengoordinasikannya, bunyi Pasal
16 ayat (1) PP Nomor 30 Tahun 2019 ini.
Untuk SKP bagi pejabat administrasi, menurut PP Nomor 30 Tahun 2019 ini,
disetujui oleh atasan langsung. Adapun SKP bagi pejabat fungsional disusun
berdasarkan SKP atasan langsung dan organisasi/unit kerja.
Ketentuan penyusunan SKP sebagaimana dimaksud tidak berlaku bagi PNS yang
diangkat menjadi Pejabat Negara atau pimpinan anggota lembaga non struktural,
diberhentikan sementara, menjalani cuti di luar tanggungan negara, atau
mengambil masa persiapan pensiun, bunyi Pasal 23 PP ini.
PP Nomor 30 Tahun 2019 ini menegaskan
SKP yang telah disusun dan disepakati sebagaimana dimaksud ditandatangani oleh
PNS dan ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, ditetapkan setiap tahun
pada bulan Januari.
Selanjutnya, penilaian SKP dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran kinerja
yang dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS. Khusus pejabat fungsional,
penilaian SKP dapat mempertimbangkan penilaian dari Tim Penilai Angka Kredit
Jabatan Fungsional.
Penilaian SKP bagi PNS yang mengalami rotasi, mutasi, dan/atau penugasan lain
terkait dengan tugas dan fungsi jabatan selama tahun berjalan dilakukan dengan
menggunakan metode proporsional berdasarkan periode SKP pada unit-unit dimana
PNS tersebut bekerja pada tahun berjalan, bunyi Pasal 36 PP Nomor 30 Tahun 2019 ini.
Untuk penilaian Perilaku Kerja, menurut PP ini, dilakukan dengan
membandingkan standar Perilaku Kerja dalam jabatan sebagaimana dimaksud dengan
Penilaian Perilaku Kerja dalam jabatan, dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja
PNS, dan dapat berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan/atau bawahan
langsung.
Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan
memberikan bobot masing-masing unsur penilaian: a) 70% (tujuh puluh persen)
untuk penilaian SKP, dan 30% (tiga puluh persen) untuk penilaian Perilaku
Kerja; atau b) 60% (enam puluh persen) untuk penilaian SKP, dan 40% (empat
puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja.
Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 70% (tujuh puluh persen) untuk penilaian
SKP dan 30% (tiga puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja sebagaimana dimaksud,
menurut PP Nomor 30 Tahun 2019 ini, dilakukan oleh Instansi Pemerintah yang
tidak menerapkan penilaian Perilaku Kerja dengan mempertimbangkan pendapat
rekan kerja setingkat dan bawahan langsung.
Sedangkan Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 60% (enam puluh persen) untuk
penilaian SKP dan 40% (empat puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja,
menurut PP ini, dilakukan oleh Instansi
Pemerintah yang menerapkan penilaian Perilaku Kerja dengan mempertimbangkan
pendapat rekan kerja setingkat dan bawahan langsung.
Menurut PP Nomor 30 Tahun 2019
ini, penilaian Kinerja PNS dinyatakan dengan angka dan sebutan atau predikat
sebagai berikut: Sangat Baik, apabila PNS memiliki: 1) nilai dengan angka 110
(seratus sepuluh) – 120 (seratus dua puluh); dan 2) menciptakan ide baru
dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi manfaat bagi
organisasi atau negara; Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 90
(sembilan puluh) – angka 120 (seratus dua puluh); c. Cukup, apabila PNS
memiliki nilai dengan angka 70 (tujuh puluh) <- angka 90 (sembilan puluh);
Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 50 (lima puluh) – angka 70
(tujuh puluh); dan Sangat Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka <
50 (lima puluh).
PP Nomor 30 Tahun 2019 ini juga
menyebutkan, distribusi PNS yang mendapatkan predikat penilaian kinerja
sebagaimana dimaksud dengan ketentuan: a. paling tinggi 20% (dua puluh persen)
dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja berada pada klasifikasi
status kinerja “di atas ekspektasi”; b. paling rendah 60% (enam puluh persen)
dan paling tinggi 70% (tujuh puluh persen) dari total populasi pegawai dalam
satu unit kerja berada pada klasifikasi status kinerja “sesuai ekspektasi”; dan
c. paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari total populasi pegawai dalam satu
unit kerja PNS berada pada klasifikasi status kinerja “di bawah ekspektasi”. “
Penilaian Kinerja PNS dilakukan pada setiap akhir bulan Desember pada tahun
berjalan dan paling lama akhir bulan Januari tahun berikutnya, bunyi Pasal 42 PP Nomor 30 Tahun 2019 ini.
Ditegaskan dalam PP Nomor 30 Tahun 2019
ini, dokumen penilaian kinerja PNS
dilaporkan secara berjenjang oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS kepada Tim
Penilai Kinerja PNS dan PyB (Pejabat Yang Berwenang) paling lambat pada akhir
bulan Februari tahun berikutnya. PNS yang menunjukkan penilaian kinerja dengan
predikat Sangat Baik berturut-turut selama 2 (dua) tahun, menurut PP ini, dapat
diprioritaskan untuk diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi
(talent pool) pada instansi yang bersangkutan.
Sedangkan PNS yang menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Baik berturut-turut
selama 2 (dua) tahun, menurut PP Nomor
30 Tahun 2019 ini, dapat diprioritaskan untuk pengembangan
kompetensi lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “
Pejabat pimpinan tinggi, pejabat administrasi, dan pejabat fungsional yang
tidak memenuhi Target kinerja dapat dikenakan sanksi administrasi sampai dengan
pemberhentian, bunyi Pasal 56 PP ini. Ketentuan penilaian kinerja PNS dalam
Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan 2 (dua) tahun setelah diundangkan. Adapun Peraturan pelaksanaan dari Peraturan
Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan
Pemerintah ini diundangkan. “
Peraturan Pemerintah atau PP Nomor
30 Tahun 2019 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 65
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri
Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 29 April 2019.